MENTERI Pariwisata dan Ekonomi kreatif Sandiaga Uno langsung bicara wisata halal dan OK OC di hari-hari pertama menyandang jabatan menteri
Dua progran lawas yang pernah ia dengungkan saat nyalon jadi cawapres 2019 dan wagub DKI Jakarta 2017. Kenapa saya sebut usang, selain karena pernah jadi andalan dalam program kampanye, juga tampaknya kok tak ada sesuatu yang baru.
Gagasan ini pun langsung disambut antusias Ketua Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) Riyanto Sofyan. Pemilik hotel syariah pertama di Indonesia itu pun menilai Sandi memiliki mindset yang selaras dengan pengembangan ekonomi syariah dan wisata halal.
Namun, sebagai masyarakat umum, kok rasanya saya nelangsa. Di awal-awal jabatan Sandi sudah menyinggung program OK OC yang terbukti gagal dijalankan di Jakarta. Saya semula berpikir di benak pebisnis yang memiliki pundi-pundi saham dan kekayaan Rp 5 triliun itu akan langsung menggebrak dengan ide-ide spektakuler dan out of the box.
Soal wisata halal, Sandi mencantelkan nasihat dari Wapres Ma'ruf Amin yang memberikan arahan saat mau menjabat menteri, supaya memajukan sektor wisata halal dan religi. Mengingat, jumlah umat Islam Indonesia terbesar di dunia.
Namun, bila melacak jejak digital Sandi, soal wisata halal ini pernah ia lontarkan saat kampanye 2019 lalu. Â Salah satunya, ia ingin menjadikan wisata halal di Bali.
"Saya yakin semuanya sepakat untuk memajukan pariwisata di Bali dan segmentasinya beda-beda. Bali will always be Bali, nothing gonna changes that, and it's a great destination, menurut saya, dan tambahan harapan itu agar kita bisa melihat kepada Tokyo, Bangkok, yang sekarang bersolek untuk lebih banyak menghadirkan muslim friendly destination, karena itu tuntutan dari pasar," katanya di Desa Pengambengan, Negara, Jembrana, Bali, Selasa (12/3/2019).
Saat itu, Sandi berhitung ada umat Islam dunia 1,8 miliar. Mereka aktif berwisata keliling dunia. "Untuk menambah daya saing daripada Bali, tidak ada salahnya kita me-review, karena wisata halal sudah ada kok di Bali," ia mengatakan saat mau menjadi wapresnya Prabowo Subianto.
Ia pun menyebut potensi pariwisata halal di dunia mencapai  Rp 3.300 triliun. Sandi menargetkan 10 persen maka akan berdampak penerimaan Rp 330 triliun. Jumlah itu tentu sangat besar dan akan berdampak pada UMKM, dan perekonomian lainnya.
Sebelumnya, saat menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandi pernah menargetkan satu juta wisatawan halal dengan nilai berkisar Rp 30 triliun. Â Klaim Sandi bahwa Jakarta mempunyai 40 ribu kamar hotel, 5 ribu masjid dan mushala, 17 ribu makanan bersertifikat halal, 200 wisata 170 mal.
Saya tidak tahu, setelah Sandi hengkang dari kursi wagub apakah program itu juga lenyap layaknya OC OK yang tidak ada jejaknya di masyarakat luas di Jakarta saat ini.
Dalam kampanye Pilpres 2019, Ma'ruf Amien sebagai cawapres bersama Jokowi, juga menggagas wisata halal ini. Mantan Ketua Umum MUI, saat itu, membayangkan maraknya hotel syariah dan travel syariah.
Namun, gagasan wisata Halal oleh Sandi di Bali, langsung ditolak Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Anak Agung Yuniartha hingga Gubernur Wayan Koster. Mereka menegaskan bahwa karakter Bali yaitu pariwisata berbasis budaya.
Mereka menyebutkan bahwa gagasan Sandi itu mengembangkan branding yang akan mempersempit dan mengecilkan branding yang sudah ada di Bali.
Pandangan serupa juga pernah disampaikan Guru Besar Geografi Regional UGM M. Baiquni. Ia mengatakan apabila masyarakat berasal dari berbagai golongan, maka sebaiknya wisata yang mengedepankan unsur tertentu dihindari. Apalagi di Bali, yang beragam multikultural maka sulit mengedepankan pariwisata halal.
Ketika, kini gagasan Sandi itu muncul lagi dalam kapasitas sebagai Menkeraf, maka seolah kembali kepada gagasan usang yang sudah muncul sejak 2017, dan diulang dalam kampanye 2019.
Program Sandi itu pun langsung mengundang reaksi penolakan. Misalnya disampaikan relawan Jokowi,  seperti Seknas Jokowi. Relawan Jokowi itu menegaskan bahwa  daerah wisata merupakan ruang milik publik yang tidak boleh disekat-sekat karena suku, agama dan ras tertentu. Beda halnya dengan tempat ibadah.
Sekjen Seknas Jokowi Dedy Mawardi menyebutkan gagasan itu pasti akan terjadi penolakan di Bali, Raja Ampat, Mentawai, dan Samosir.
"Buatlah program wisata yang lebih kebhinekaan dari aspek budaya atau kekhasan daerah dari pada ngomong soal wisata halal,"Â katanya mengingatkan.
Seolah hendak menyentil Sandi, Seknas Jokowi itu, mengatakan menteri harus paham bahwa yang dijalankan adalah visi, misi, dan program Presiden Jokowi.
Merujuk pada Muslim Travel Index (GMTI), ada tingkatan kebutuhan warga muslim dalam berwisata. Dari yang bersifat pemenuhan kebutuhan iman  seperti tempat salat dan makanan halal.
Namun, ada pula pada tingkatan di mana turis muslim tidak hanya terpenuhi kebutuhan primer seperti tempat salat dan makanan halal, tetapi juga membutuhkan kegiatan non halal dan fasilitas rekreasi yang sesuai syariat Islam.
Tak pelak juga kemudian, ada kolam renang khusus pria dan wanita. Hingga kegiatan pantai yang tidak boleh mengenakan pakaian yang you can see, apalagi bikini.
Wisata pantai Syariah itu, misalnya dilakukan di Pulau Santen, Banyuwangi. Di pantai selat Bali, dan bekas lokalisasi kumuh itu, dipisah antara pengunjung wanita dan pria. Inilah wisata halal pertama di Indonesia yang dikembangkan sejak 2017 lalu.
Akhirnya, ini adalah pilihan. Namun, cukup ironis jika suatu ketika, saat hendak berpariwisata akan ditanya agamamu apa? Terasa berlebihan bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H