Mohon tunggu...
editan to
editan to Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mengelola Usaha Percetakan

memperluas cakrawala

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dua Jenderal dalam Sengkarut Taipan Djoko Tjandra

2 November 2020   20:08 Diperbarui: 2 November 2020   21:32 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Irjen Pol Napoleon Bonaparte duduk di kursi terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 2 November 2020. (Foto: Antara)

Kekayaan jenderal bintang satu itu berdasar LHKPN 2018 tercatat Rp 3,1 miliar berupa sebidang bangunan dan rumah di Surabaya, dan kendaraan.

Sedangkan Irjen Napoleon Bonaparte merupakan alumnus Akpol 1988 sama seperti Kapolri Jenderal Idham Azis. Ia baru dinaikkan pangkat ke bintang dua pada Februari 2020 lalu.

Catatan jenjang karir di kepolisian terus meningkat hingga 2016 lalu masuk di divisi Interpol. Namun jabatan terakhir hanya diemban lima bulan sebelum dicopot karena kasus Djoko Tjandra.

Nilai suap Rp 8,3 miliar yang didakwakan kepada kedua perwira tinggi itu memang tidak terpaut jauh dari  Rp 10 miliar yang dipersiapkan Djoko Tjandra. Uang tersebut dialokasikan Djoko Tjandra untuk memuluskan langkahnya kembali ke Indonesia mengurus peninjauan kembali atas status sebagai terpidana.

Djoko Tjandra menggerakkan koleganya sesama pengusaha Tommy Sumardi untuk masuk ke kepolisian yang mempunyai wewenang terkait dengan red notice.

Kebetulan Tommy mempunyai relasi dengan perwira tinggi di Bareskrim dari Kabareskrim hingga Prasetijo. Pintu masuk ke Prasetijo mengantarkannya kepada Napoleon. Menurut dakwaan jaksa, gayung bersambut sehingga tindak pidana tersebut terjadi.

Skandal suap tidak terelakkan. Paparan dari JPU menunjukkan bagaimana ratusan ribu dolar Singapura dalam bentuk tunai dikirim dari Djoko Tjandra sepanjang April dan Mei melalui Tommy Sumardi.

Kasus tersebut mencerminkan bahwa upaya pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan dengan berbagai paraturan perundang-undangan sejak 1957 masih jauh panggang dari api. Benarlah bahwa tingkat korupsi pejabat dan aparat Indonesia masih berada di peringkat ke-89 dari 180 negara.

Sebenarnya, tingkat kepercayaan masyarakat kepada Polri kian meningkat. Hal itu tercermin berdasar survei, seperti yang dilakukan Charta Politika pada Juli 2020 lalu. Kepercayaan masyarakat kepada Polri justru lebih tinggi ketimbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Tingkat kepercayaan sebesar 72,2 persen dibandingkan dengan KPK 71,8 persen.

Setali tiga uang, hasil survei Indikator Politik pada 13-16 Juli menunjukkan kepercayaan masyarakat kepada Polri sebesar 75,3 persen mengalahkan KPK di angka 74,7 persen.

Survei tersebut dilakukan sebelum Djoko Tjandra yang ditangkap oleh Bareskrim Polri pada 30 Juli 2020 lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun