“Dengan siapa saja?”
“Mas Rizki, Adi, Galang, dan Ulul.”
Papa sebenarnya sedih mendengar jawabanmu. Tapi itu Papa sembunyikan agar tidak mengganggu keceriaanmu. Ya, semoga kamu dan teman-temanmu tetap cerita dengan menggali pasir itu. Itulah salah satu karunia Tuhan yang ada di Kali Gelis. Di kali itulah setiap musim hujan pasirnya digali hinggal ribuan kubik. Dari pasir-pasir itulah Tuhan memberi rezeki-Nya.
Meski Papa tahu, mencari pasir itu tidak mudah. Harus kedinginan karena harus berendam di sungai. Harus ulet agar pasirnya dapat banyak. Harus bertenaga kuat agar bisa membawanya sampai ke darat.
“Ini sudah berapa ekrak, Pa?” tanyamu.
“Mungkin sekitar tujuh ekrak.”
“Kalau dijual dapat berapa?”
“Tujuh ribu.”
Di saat kalian menuang pasir itu, Papa terus berpikir bagaimana caranya agar kalian tidak kecewa. Kalau Papa sampaikan terus terang pada kalian, pasti kalian kecil hati. Pasir yang kalian kumpulkan itu kualitasnya kurang baik. Banyak lumpurnya. Mungkin saja tidak ada yang mau membelinya.
Siapa yang mau membeli pasir itu agar anak-anak ini tidak kecewa? Apakah harus dibuat sandiwara seolah-olah ada yang membeli pasir itu agar kalian dapat upah? Papa masih terus mencari jalan agar pasir kalian berubah jadi duit.
Hari demi hari, pasir yang kalian kumpulkan terus bertambah. Keceriaan kalian pun terus bertambah. Kalian bisa bebas bermain air di sungai. Kalian pun merasa bakal mendapatkan uang yang lebih banyak lagi.