Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eksistensi Suku Maori pada Industri Pariwisata di Tengah Isu Melayu Rempang

18 September 2023   15:01 Diperbarui: 18 September 2023   15:24 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siluet pemandangan gunung dan danau Rotorua yang dibeberapa titiknya sedang mengepulkan asap belerang_Dokumen pribadi

Berita hangat diberbagai media tentang rencana relokasi suku asli Melayu Rempang karena akan dibangun Rempang Eco-City membuat pikiran penulis langsung melayang di sebuah negeri makmur di lautan Pasifik bernama Selendia Baru, yang mana suku asli Maori justru dijadikan pusat atraksi untuk keperluan turisme berkelas dunia.

Kota Rotorua yang terletak diantara Auckland sebelah utara dan Wellington diselatan sejak lama telah menjadi magnet wisatawan dunia. Perjalanan awal musim panas dibulan Febuari 2023 lalu untuk teroka kota Rotorua yang dikarunia lansekap alam berbukit dengan pusat aktifitas warga berada disekitar danau Rotorua yang indah. 

Destinasi wisata berkelas dunia tersebut dapat dikatakan seluruh penjuru kotanya dipenuhi oleh bau belerang yang kadang sangat menyengat karena aktifitas geothermal yang masih sangat aktif. Dibeberapa titik baik di tengah kota maupun danau akan mudah kita lihat kepulan asap belerang menguar ke langit biru.

Danau Rotorua yang indah_Dokumen Pribadi
Danau Rotorua yang indah_Dokumen Pribadi

Di beberapa titik taman kota tersedia spot gratis bagi wisatawan untuk sekadar dapat menikmati air alami belerang hangat dengan cara merendamkan kaki secara langsung. Dibeberapa lokasi berbeda lainnya kita akan mudah menjumpai sumur-sumur berpagar dengan asap yang masih mengepul.

Menikmati air hangat belerang di sebuah taman kota Rotorua_Dokumen Pribadi
Menikmati air hangat belerang di sebuah taman kota Rotorua_Dokumen Pribadi

Ternyata dibalik keindahan Rotorua dengan danau yang tampak memukau tersebut juga menyimpan kekayaan budaya tak ternilai melalui penduduk asli Maori yang masih memelihara budayanya dengan sangat baik. 

Di Selendia Baru secara umum kita akan sangat sering menjumpai orang dengan wajah terutama bagian dagu dan bibir berukir tato yang unik, tak terkecuali menteri luar negeri saat ini yaitu Nanaia Mahuta seorang perempuan diplomat berpengaruh yang berasal dari suku asli Maori juga mempunyai tato dibagian dagu wajahnya.

Suasana jamuan makan malam di desa Maori, Rotorua_Dokumen Pribadi
Suasana jamuan makan malam di desa Maori, Rotorua_Dokumen Pribadi

Di kota Rotorua inilah terdapat Mitai Maori Village, disini hidup keseharian suku Maori yang sangat dekat dengan alam bebas dapat kita jumpai langsung yang dikemas secara profesional untuk keperluan turis dari seluruh penjuru dunia.

Saat berkunjung ke kampung Maori, atraksi pertama yang disuguhkan kepada wisatawan adalah penjelasan bagaimanan suku asli Maori mengolah dan memasak makanannya dengan metode slow cook yang sangat menyehatkan. 

Hal yang mengejutkan bagi penulis saat itu adalah proses memasak makanan tersebut persis sama dengan acara “bakar batu” oleh saudara kita di Papua. Daging dan berbagai jenis umbi-umbian diletakkan diatas batu yang telah dipanaskan sebelumnya untuk kemudian ditutup kembali sampai semua bahan makanan matang secara sempurna secara perlahan.

Menyaksikan proses masak
Menyaksikan proses masak "slow cook" suku Maori_Dokumen Pribadi

Sambil menunggu persiapan hidangan makan malam, wisatawan dibawa menuruni bukit menuju aliran sungai yang sangat jernih. Pengunjung dengan keingintahuan yang tinggi tampak berdesakan dikiri kanan sebuah aliran sungai sempit dan sepertinya diameter alurnya tak lebih dari 4 meter. Tiba-tiba semua pengunjung dikejutkan dengan atraksi sekelompok pria suku Maori yang tiba-tiba muncul sambil mendayung perahu. 

Penampilan mereka berpakaian khas Maori dan bertelanjang dada dilengkapi dengan hiasan tato dibeberapa bagian tubuhnya. Bunyi suara lengkingan keras sahut menyahut dan terkadang terlihat kedua bola mata mereka menatap tajam seperti memperlihatkan kewaspadaan tinggi diselingi dengan lidah yang tampak menjulur maksimal.

Suku Maori diatas perahu yang dikelilingi wisatawan dari berbagai penjuru dunia_Dokumen Pribadi
Suku Maori diatas perahu yang dikelilingi wisatawan dari berbagai penjuru dunia_Dokumen Pribadi

Rentetan atraksi berikutnya adalah pentas seni dengan latar panggung rumah suku Maori. Tarian serta nyanyian dengan berbagai atraksi khas kesenian dari kepulauan pasifik membuat banyak wisatawan berkali-kali memberikan tepuk tangan karena sajian atraksi seni yang penuh energi dan diselingi dengan pengunaan senjata seperti tombak dan pedang diantara tarian dan nyanyian merdu yang mereka bawakan secara kompak.

Pertunjukan seni suku Maori dengan latar rumah asli_Dokumen Pribadi
Pertunjukan seni suku Maori dengan latar rumah asli_Dokumen Pribadi

Setelah santap makan malam dalam keramahtamahan Maori, kemudian kami dipandu untuk kembali menuruni hutan lebat dalam suasana gelap gulita. Disana hanya ada sedikit lampu penanda jalan utama saja. Disepanjang jalur perjalanan kita akan dapat dengan jelas mendengar bunyi gemericik air sungai. Suara jangkrik dan binatang malam bercahaya tampak sesekali saat melintas dijalur yang sempit yang penuh dipadati oleh wisatawan. 

Ada kejadian dimana penulis diberitahukan untuk tidak menghidupkan cahaya lampu handphone demi untuk melihat sejenis kehidupan malam yang mengeluarkan cahaya baik yang berada diatas permukaan tanah maupun di aliran sungai yang membuat penasaran. 

Turis dengan kesadaran lingkungan sangat tinggi tersebut berpendapat yang hal tersebut akan dapat menganggu kehidupan yang ada disekitar tersebut. Perjalanan penuh kenangan malam itu berakhir di pelataran parkir tempat pertama kali kami datang.

Tampak sejumlah turis berlalu lalang di jalanan sempit desa Maori yang berada ditengah hutan yang sumber airnya terjaga_Dokumen Pribadi
Tampak sejumlah turis berlalu lalang di jalanan sempit desa Maori yang berada ditengah hutan yang sumber airnya terjaga_Dokumen Pribadi

Turisme saat ini sepertinya telah mengarah kepada bagaimana pengunjung mendapatkan pengalaman langsung dari sebuah keunikan adat budaya tertentu. Secara sederhana kita dapat menyebut sedikit contoh seperti Bali dan Yogyakarta dengan keunikan budayanya sehingga menjadikannya sebuah nilai tambah tak ternilai untuk alasan pengunjung ingin terus pergi berkunjung. 

Kemudian sedikit beranjak ke kota wisata dunia seperti Kyoto juga tetap bertahan sampai saat ini karena kentalnya  budaya Jepang yang dimilikinya. Terakhir Singapura dengan angka kunjungan turisme tingginya juga terus berupaya mempertahankan keunikan adat budaya kehidupan masyarakat asli yang ada dan menyatu dalam sebuah industri pariwisata secara keseluruhan demi memberikan keunikan pengalaman bagi seluruh pengunjung.

Keindahan alam sepertinya memerlukan pelengkap adat budaya untuk menjadi destinasi pusat kunjungan turisme dimasa datang. Kehidupan Masyarakat Melayu Rempang dengan adat istiadatnya yang ada yang jika dikemas secara kreatif dan inovatif tentu akan seperti oase ditengah keseragaman berbagai destinasi yang ada. Ia juga seperti nyawa bagi sebuah lokasi karena jejak panjang sejarah adat budaya yang berkelindan didalamnya yang membuat penasaran semua turis dimasa yang akan datang. 

Maori dan Melayu Rempang adalah karunia entitas budaya yang ada dan tinggal bagaimana kita dapat melihat kembali untuk dapat dikemas dengan baik sesuai kebutuhan turisme tanpa saling menegasikan diantara keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun