Saat berkunjung ke kampung Maori, atraksi pertama yang disuguhkan kepada wisatawan adalah penjelasan bagaimanan suku asli Maori mengolah dan memasak makanannya dengan metode slow cook yang sangat menyehatkan.
Hal yang mengejutkan bagi penulis saat itu adalah proses memasak makanan tersebut persis sama dengan acara “bakar batu” oleh saudara kita di Papua. Daging dan berbagai jenis umbi-umbian diletakkan diatas batu yang telah dipanaskan sebelumnya untuk kemudian ditutup kembali sampai semua bahan makanan matang secara sempurna secara perlahan.
Sambil menunggu persiapan hidangan makan malam, wisatawan dibawa menuruni bukit menuju aliran sungai yang sangat jernih. Pengunjung dengan keingintahuan yang tinggi tampak berdesakan dikiri kanan sebuah aliran sungai sempit dan sepertinya diameter alurnya tak lebih dari 4 meter. Tiba-tiba semua pengunjung dikejutkan dengan atraksi sekelompok pria suku Maori yang tiba-tiba muncul sambil mendayung perahu.
Penampilan mereka berpakaian khas Maori dan bertelanjang dada dilengkapi dengan hiasan tato dibeberapa bagian tubuhnya. Bunyi suara lengkingan keras sahut menyahut dan terkadang terlihat kedua bola mata mereka menatap tajam seperti memperlihatkan kewaspadaan tinggi diselingi dengan lidah yang tampak menjulur maksimal.
Rentetan atraksi berikutnya adalah pentas seni dengan latar panggung rumah suku Maori. Tarian serta nyanyian dengan berbagai atraksi khas kesenian dari kepulauan pasifik membuat banyak wisatawan berkali-kali memberikan tepuk tangan karena sajian atraksi seni yang penuh energi dan diselingi dengan pengunaan senjata seperti tombak dan pedang diantara tarian dan nyanyian merdu yang mereka bawakan secara kompak.
Setelah santap makan malam dalam keramahtamahan Maori, kemudian kami dipandu untuk kembali menuruni hutan lebat dalam suasana gelap gulita. Disana hanya ada sedikit lampu penanda jalan utama saja. Disepanjang jalur perjalanan kita akan dapat dengan jelas mendengar bunyi gemericik air sungai. Suara jangkrik dan binatang malam bercahaya tampak sesekali saat melintas dijalur yang sempit yang penuh dipadati oleh wisatawan.
Ada kejadian dimana penulis diberitahukan untuk tidak menghidupkan cahaya lampu handphone demi untuk melihat sejenis kehidupan malam yang mengeluarkan cahaya baik yang berada diatas permukaan tanah maupun di aliran sungai yang membuat penasaran.
Turis dengan kesadaran lingkungan sangat tinggi tersebut berpendapat yang hal tersebut akan dapat menganggu kehidupan yang ada disekitar tersebut. Perjalanan penuh kenangan malam itu berakhir di pelataran parkir tempat pertama kali kami datang.