(Contoh keberhasilan strategi pemerintah dalam menyehatkan warganya)
Dapat merasakan bersepeda sepanjang tahun di Belanda adalah sebuah pengalaman berharga dan sangat  membekas dimemori selama penulis menempuh studi di Rotterdam. Belanda secara umum dapatlah dikatakan bagai surga bagi pesepeda tanpa terkecuali. Disinilah dijumpai pesepeda mulai dari usia balita sampai dengan kakek nenek yang seperti terus bersemangat mengayuh dua pedalnya dan melaju dijalur sepeda yang saling terhubung mulai disepanjang kota, taman-taman yang tertata indah dan bersih maupun sampai di komplek-komplek perumahan.
Bagi seorang pelajar sepertiku pada saat itu, bersepeda dalam berbagai aktifitas harian akan membuat hemat dikantong. Sejumlah Euro akan dapat disimpan. Uang lebih tersebut kemudian akan ditukarkan demi mendapatkan tiket: kereta api, mobil dan bahkan pesawat untuk modal teroka negara benua biru lainnya. Sebuah skenario yang sangat logis.
Dengan rajin bersepeda juga ternyata membuatku dapat menghadapi cuaca ekstrim yang dan justru membuat tubuhku tetap bugar dan tidak mudah terserang penyakit seperti flu maupun batuk.
Kecintaan akan kegiatan jalan dan terutama bersepeda oleh hampir sebagian besar orang Belanda ini juga menurut dugaanku terkait erat dengan lama rata-rata usia hidup serta tinggi tubuh orang Belanda yang merupakan salah satu tertinggi didunia. Tentu selain faktor gizi makanan yang mereka konsumsi maupun sanitasi yang lebih baik. Usia rata-rata penduduknya bahkan dapat hidup sampai diatas 89 tahun* .Â
Belanda hanya kalah dari Islandia dan Australia. Ya, sekali lagi kebiasaan mereka bersepeda dan jalan kakilah yang menyebabkan mereka dapat hidup lebih berkualitas di usia lanjut. Sedang negara kita Indonesia baru dapat mencapai usia hidup rata-rata 67 tahun. Tentunya masih merupakan pekerjaan rumah yang panjang untuk semua pemegang kepentingan di negara kita.
Rasanya tidak sah jika saat menyebut negeri bunga Tulip kemudian kita tidak membicarakan sepeda. Sebuah gaya hidup untuk terus semangat bergerak baik melalui jalan kaki maupun bersepada dalam berbagai aktifitas hariannya. Tidak ada istilah 'mager' seperti anak muda zaman sekarang sebutkan untuk melabel sesorang yang fisiknya malas  bergerak.