Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (8. Kejutan Pada Dinihari)

30 Januari 2022   07:06 Diperbarui: 30 Januari 2022   07:08 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkah kakiku terasa gontai menapaki jalan pasir saat mengambil langkah arah kembali. Fikiranku tidak menentu. Tetapi sesaat kulihat Fithar dan Kemala, justru kembali membuatku bersemangat untuk membawa mereka ke tempat aman yaitu tenda kami secepatnya.

Saat perjalanan pulang kembali ke tenda, kembali aku berusaha untuk mencari jejak kaki sekeluarga yang kebetulan tadi berpapasan. Tapi tidak juga kutemukan sedikitpun jejaknya di sepanjang perjalanan ini. Sungguh suatu pertemuan dengan keluarga yang misterius.

Perjalanan kembali ke tenda sekitar 1,5 jam dengan kecepatan yang sudah sangat menurun. Rasa kalutku memenuhi isi kepalaku, karena tidak dapat kembali bersama secara utuh. Langkah-langkah kaki kami terasa cepat, meski dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Tumbuhan dan benda mati lainnya seperti berhenti menyapa kami sehingga mempercepat perjalanan pulang kami. Langkah-langkah kaki kami rasanya dipercepat untuk sesegera mungkin dapat mencapai tenda karena cuaca kembali mendung. Angin sudah mulai terasa berhembus kencang seperti akan segera turun hujan. Sedang langit yang tadi cerah segera berubah tertutup awan hitam membawa butir-butir hujan. Sepertinya setiap saat hujan bisa ditumpahkannya.

         Perasaanku sedikit tenang saat melihat tenda telah nampak dari kejauhan. Fithar dan Kemala berlari kecil untuk segera masuk ketenda. Sepertinya lampu badai yang kami hidupkan dan digantung di luar tenda saat pergi, sepertinya telah semuanya dalam keadaan mati karena dihembus angin malam yang semakin kencang.

"Dewi aaa.....apa yang telah kau lakukan kepada kami?" Teriak Kemala didalam tenda seperti menumpahkan perasaan kekesalannya. Seketika aku dan Fithar mendekat ke tenda untuk memastikan apa yang terjadi. Didepan mataku. Hingga mataku kugosok berulang kali untuk memastikan indra mataku masih normal. Kami memang sedang melihat Amarilis Dewi dengan santainya berbaring di dalam sleeping bag nya dengan sangat nyaman. Herannya Dewi seperti terheran-heran dengan Kemala yang sangat kesal hingga setengah emosional beteriak kepadanya.

Aku dan Fithar saling berpandangan diluar tenda dan hanya tertegun dengan apa yang sedang kami lihat dan apa yang sedang berlangsung didepan mata kami. Disamping keterkejutanku. Aku langsung merasa sangat lega karena orang yang kusayangi telah berada dalam kondisi aman dan nyaman dalam kantong tidurnya. Meski menimbulkan banyak pertanyaan lain dikepalaku. Tetapi sepertinya harus kutahan untuk kutanyakan sampai esok hari menjelang dan semua dalam keadaan stamina yang stabil. Terdengar juga olehku Kemala sepertinya juga tenggelam dalam kesunyian karena mungkin kelelahannya tampak langsung jatuh tertidur. Tetapi kuberharap yang Kemala tidak memperpanjang permasalahannya dengan Dewi yang sebelumnya seolah-olah mempermainkannya.

Karena kelelahan yang mendera tidak banyak pilihan yang dilakukan olehku dan Fithar, kecuali secepatnya membaringkan badan sampai semua terlelap dalam keheningan dinihari yang dingin. Tidur terlena dibuai oleh alunan deru pohon pinus yang selalu tertiup angin. Diluar tenda hujan deras turun, sehingga menambah nyenyak tidur kami semua.

******

         Subuh menjelang. Garis-garis warna merah tampak bersinar dilangit timur. Disampingku Fithar masih terlelap. Terdengar dengkur tidurnya yang berirama teratur serta nafasnya terlihat turun naik dengan irama konstan, sepertinya lelah tadi malam masih menderanya.

Segera aku bergegas keluar tenda untuk membuat api unggun.  Api yang menyala juga akan digunakan membuat minuman yang bisa menghangatkan tubuh serta memasak mie instan dipagi hari.

Disela kesibukanku menyalakan api unggun Secara tidak sengaja aku menoleh ke tenda Kemala dan Dewi. Dibalik temaram cahaya lampu badai dan sinar rembulan dilangit timur yang sinarnya sudah sangat meredup. Hanya dengan bantuan cahaya alakadarnya tersebut, jelas terlihat dengan mata kepalaku sendiri, disana ada 2 orang yang tengah mengobrol asyik sangat serius. Sesekali terdengar ketawa yang ditahan. Aku mengenali betul jika yang tertawa tersebut adalah Amarilis Dewi. Tetapi aku sama sekali tidak mengenali tawa lawan bicaranya sama sekali. Kadang terlihat olehku mereka seperti saling berbisik seolah-olah tidak ingin membangunkan Kemala yang masih kelelahan dan terbuai mimpi disamping mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun