Di bawah keremangan cahaya rembulan. Sejenak kumenengadahkan kepala keatas. Terlihat posisi bulan diarah angka jam pukul sebelas. Kembali kulirik jam tanganku. Secara samar jam menunjukkan pukul 11.40 malam. Beberapa menit kedepan hari akan segera berganti.
"Kita lanjut menuju ke utara!" seruku kepada ketiga mahasiswa Indrapura yang tampak seperti mematung. Semuanya masih terpana, memandang kearah dimana penyu tersebut menghilang perlahan berenang dalam arus yang gelombang.
"Siappp!," balas Fithar bersemangat yang tubuhnya seperti masih dialiri adrenalin semangat kebahagiaan.
"Rasanya penyu-penyu yang lain sedang menunggu kita!"sambung Kemala dengan suaranya yang terdengar manja sedikit bercanda. Sedang Dewi terlihat mengangguk saja sebagai isyarat menyetujui perkataan Fithar dan Kemala. Dewi kemudian justru segera berlalu dihadapan kami. Ia berjalan mendahului dengan langkah-langkah yang pasti. Kumenduga ia sudah tidak sabar ingin menjadi orang pertama yang dapat menjumpai penyu-penyu berikutnya.
Dilangit utara terlihat arak-arakan awan kelabu. Diatas kepala kami ada awan hitam yang menggantung yang seperti ikut serta berjalan beriringan menemani kami. Sinar rembulan menjadi tertahan untuk sekedar menerangi penglihatan kami. Jelas, yang ada hanya  tinggal cahaya temaram yang cendrung kelam melingkupi persekitaran kami. Tetapi nyanyian burung tarah papan dengan ketukan-ketukannya yang konstan tetap terdengar jelas melengking sempurna seolah menyemangati langkah-langkah kami menuju ke utara. Bahkan bunyi ketukan-ketukan suaranya bertambah nyaring sampai digendang telingaku.
     Sesaat kemudian Dewi berteriak seketika seperti kegirangan seraya mengejutkan kami.
"Aku melihat ada orang di kejauhan sana!, apakah mereka seperti kita mencari penyu juga?" tanya Dewi kepadaku, dan sekaligus membuatku sangat terperanjat. Tentu saja aku belum bisa memastikannya. Aku berusaha sekuat tenaga memfokuskan retina mataku dibawah cahaya yang sangat temaram cendrung gelap, untuk memastikan kembali apa yang barusan kami lihat nun sana. Sampai aku berhenti sejenak dan berusaha mempicingkan sebelah mata beberapa kali untuk memastikan siapa sebenarnya sekelompok orang yang sedang berjalan disana. Karena perjalanan berlawanan arah, akhirnya semakin lama jarak kami tambah mendekat. Setelah sekitar 20 menit berjalan saling berlawanan arah, kemudian kami akhirnya mulai berpapasan.
Aku terdiam seribu bahasa. Aku tidak mau tergesa-gesa memastikan apa yang dapat terlihat oleh indra mataku langsung saat ini. Seperti yang kufahami dibulan Mei, adalah musim puncak penyu-penyu naik ke darat untuk bertelur. Terkadang hal tersebut mendorong banyak orang-orang dari kampung Keramat yang ingin tahu dan menyaksikan langsung penyu sedang bertelur. Kemudian mereka sekaligus akan mengambil sekadarnya telur-telur yang mereka jumpai untuk mereka konsumsi.
Dengan bantuan cahaya bulan yang remang-remang karena awan hitam terus menggelayut dibawahnya, sehingga hanya sedikit bintang yang masih terlihat dilangit. Naluri keingintahuanku muncul untuk mencari tahu siapakah sebenarnya orang-orang tersebut?. Siapa tahu orang sekampungku yang kukenal baik dan mempunyai tujuan yang sama dengan kami.
Akhirnya dalam waktu yang singkat. Ditambah upayaku untuk terus dapat memfokuskan penglihatan mata pada objek bergerak didepan kami. Akhirnya perlahan dapat kukenali orang-orang misterius ini.