Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (1.Kampung Keramat)

29 Januari 2022   15:18 Diperbarui: 29 Januari 2022   15:31 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diolah pribadi dengan pictsart app

Kemudian pohon dengan diameter diatas 50 sentimeter diolah menjadi balok-balok kayu siap jual ke konsumen oleh tauke di kota. Tak terkira sudah keringat sebesar bulir-bulir jagung keluar dari kulit, berjuang demi nasib keluarga yang lebih baik. 

 Tanjung Buih nama lengkap emak kadang dipanggil. Saat ini memang lagi menunggu dengan kesabaran tiada batas. Kepergian kakak perempuanku mengadu nasib ke negeri tetangga sejak setahun yang lalu juga tanpa ada kabar. Semuanya seperti menghilang tanpa jejak. Seperti tidak ada ruang yang diberikan oleh pemegang kehidupan untuk emak, agar bisa menghela nafasnya sejenak dari kesusahan hidup. 

Kepergian anggota keluargaku merantau semuanya dengan tujuan agar nasib keluarga berubah lebih baik. Meski pada akhirnya garis tangan yang sudah dijanjikan yang menentukan. Seperti saat ini, emak harus menanggung beban menghadapi nasib yang kurang berfihak kepadanya. Suami dan darah dagingnya, satu persatu seperti hilang ditelan bumi.

Pernah suatu malam dengan nada bergetar dan wajah menahan tangis emak tiba-tiba berucap

"Aku akan mengirimmu kesuatu tempat untuk mencari ayah dan adikmu yang belum kembali." Ia sangat terlihat menyadari apa yang diucapkannya dan ungkapan yang masih menjadi misteri bagiku. Tentunya hasilnya akan mengakibatkan ditemukannya ayah dan adikku yang hilang sekaligus beresiko mungkin akan kehilangan semuanya. Aku anak lelaki satu-satunya yang masih tertingggal.

Kesusahan emak menjadi berlipat saat aku terlambat pulang ke rumah. Cuaca buruk dan ombak besar kadang membuatku menangguhkan untuk kembali kerumah. Sering terjadi terutama saat membawa orang-orang yang berkunjung ke Pulau Penyu.

Pernah diceritakan oleh Seroja. Seorang perempuan bisu seumuran emak. Teman setianya dan sudah kami anggap bagian dari keluarga. Dengan bahasa isyaratnya kufahami bahwa perempuan cantik paruh baya Tanjung Buih akan selalu pergi dan menunggu dengan tersenyum ditepi dermaga kampung hanya untuk menungguku pulang dengan selamat.

"Pohon kelapa tinggi menjulang

Pipit terbang pulang ke kandang

Dimanakah engkau belum juga pulang

Disini eBu merindumu pulang"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun