Tanpa terasa pelayaran telah menginjak hari ke-7 . Sebuah misi pelayaran yang berat. Terjangan badai dan kematian seorang pelautku seperti isyarat alam, dimana kendala didepan yang akan kami hadapi tidaklah mudah.
Ada sedikit beban yang kuhadapi, karena ini adalah misi kedua kerajaan Inggris. Misi untuk memperjuangkan agar lalu lintas perdagangan kapal dagang Inggris di perairan laut dibawah kekuasaan Sambas Darussalam tidak diganggu. Saat ini kapal layar dari  tempat lain  seperti Pattani dan Johor sulit melakukan perjalanan dagang untuk menuju di Kerajaan Banjar di selatan Borneo dan pulau rempah Maluku. Alur pelayaran yang harus diperjuangkan untuk dikuasai agar kapal-kapal dari Malaka menuju di Kerajaan Banjar atau sebaliknya  tidak harus melalui pantai barat Sumatera dan selat sunda yang memakan waktu yang lebih panjang dan berbahaya.
Jam pasir  telah menunjukkan pukul 05.30 pagi. Lampu kapal layar yang berada di haluan serta lampu yang digantung pada ujung-ujung kayu layar seperti meredup akibat sinar matahari pagi yang mulai menerangi lautan. Diujung horizon haluan kapal tampak samar terlihat  benda berwarna hitam yang semakin lama seperti semakin jelas. Pulau Borneo yang dituju telah ada di depan mata.
"Borneo, lihat!" aku berteriak gembira karena pulau yang ditunggu-tunggu telah terlihat dimata. Arthur kemudian segera bergegas ke haluan untuk memastikan kembali apa yang baru saja kuteriakkan.
Kapal kami terus mengarah ke sebelah utara pulau. Setengah jam berikutnya cuaca bertambah terang. Beberapa petugas terlihat sangat cekatan memanjat layar untuk segera mematikan lampu-lampu lilin didalam sangkar yang bergelantungan. Perjalanan tetap mengarah ke utara dan itu artinya kapal kami akan mulai menyusur pantai barat pulau Borneo.
Masing-masing sibuk kembali dengan aktifitas harian dikapal. Sinar mentari yang terasa  hangat masuk keruangan kemudi melalui celah-celah dinding kaca depan . Sinar  cahaya pagi terasa sangat nyaman menyentuh kulit. Kubiarkan sebanyak mungkin cahaya menyergap tubuhku yang sangat jarang kutemukan jika di Bristol Inggris. Sebuah negeri yang cahaya matahari selalu berlindung dibawah  kabut.
Didepan haluan sana, terlihat cahaya mendung, meskipun laut masih tampak terlihat terang benderang. Angin kencang belum berhembus. Disebelah kanan tampak siluet pulau yang membantu  arah kami untuk terus berlayar menuju tujuan. Terlihat beberapa kapal ukuran kecil. Sepertinya nelayan-nelayan pribumi yang sedang mencari ikan.
Perlahan dari depan terlihat lagi sebuah kapal. Sepertinya kapal pedagang.  Sepengetahuanku jalur ini adalah jalur pelayaran yang sibuk karena banyak sekali komoditi yang bisa  diangkut keluar dari Sambas Darussalam yang diberkahi ini. Beberapa-kapal yang lewat memang terlihat seperti tongkang-tongkang  kayu yang penuh berisi barang-barang perdagangan.
Barang --barang yang dibawa keluar dari pulau Borneo bagian barat adalah emas intan, hasil hutan seperti kayu besi(Eusideroxylon zwageri) yang usia pakainya bisa mencapai ratusan tahun, minyak tengkawang,sarang  burung, kerang-kerangan dan sirip hiu.
Pukul 13.00 siang. Matahari siang seperti tidak mau menampakkan diri karena awan hitam seperti selalu menggantung dilangit. Angin bertiup sedikit kencang. Untung tak dapat diraih dan malang tidak dapat ditolak. Firasatku hari ini sejalan dengan saat Arthur setengah berteriak kepadaku.
" Lihat kapal didepan kita, Kapten!" segera kuraih teropong didekatku untuk memastikan sesuatu benda bergerak secara perlahan namun pasti seperti terus mendekat.  Aku bergegas ke haluan kapal tetap dengan sebuah teropong ditanganku. Akan kupastikan kembali bahwa  kapal layar  yang melaju dengan arah berlawanana tersebut adalah kapal dagang biasa yang akan masuk ke pelabuhan penting di wilayah Borneo selatan. Kecepatan kapalnya konstan dan bahkan dapat dikatakan lebih cepat dari yang seperti kubayangkan.
Kupastikan seseorang untuk selalu memberikan informasi kepadaku jika dirasakan ada yang tidak beres dengan gelagat kapal yang arahnya berlawanan itu. Dilangit cuaca sedikit gelap sehingga menghalangi pandangan untuk melihat jelas objek yang sedikit jauh, meskipun menggunakan teropong. Angin mulai berhembus tetapi hujan tidak turun. Dan tiba-tiba. Dihaluan tampak petugas teropong terlihat gugup dan tergopoh gopoh berlari naik keruangan  kemudi untuk memberitahuku berita penting.
"Kapal layar Srinegara, Kapten!" telunjuk tangannya menunjuk-nunjuk ke objek yang terus mendekat dengan gugup. Siapa yang tidak gugup, karena kapal tersebutlah yang telah meluluhlantakkan misi pertama Inggris, sehingga kapal Inggris kembali ke Batavia dengan membawa banyak korban dan kerusakan kapal yang parah.
"Siagaaaa!!!" dengan reflek dan lantang kuteriakkan agar bisa lebih banyak orang yang mendengar. Kemudian semua bergegas kembali ketempatnya masing-masing dan sekaligus memberitahukan kepada yang belum menyadari akan potensi serangan kapal layar Srinegara dari kerajaan Sambas Darussalam.
Aku segera memerintahkan Arthur, agar semua kembali untuk bersiap siaga terutama  petugas meriam dan layar. Semua senjata diminta  disiapkan mulai dari pedang, bedil, dan terutama meriam-meriam telah dalam posisi siaga penuh.
"Semua telah siaga, Kapten" Arthur memberitahuku dengan nafas tersengal.
"Semua dikerjakan dengan sangat cepat dan teliti,"kembali kuingatkan Arthur untuk mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi.
Kain layar dibeberapa titik diturunkan untuk memudahkan manuver-manuer jika terjadi pertempuran. Jarak sepertinya semakin dekat, tetap dengan arah berlawanan, saat ini kira-kira tinggal berjarak 1 km dengan kecepatan Srinegara sepertinya tetap dengan kekuatan dorongan penuh terlihat dari layarnya yang berkibar-kibar. Terlihat orang-orang didalamnya sibuk seperti akan menghadapi badai yang segera akan datang menghadang. Beberapa orang juga seperti berdiri dengan sangat gagah berani tanpa gentar sedikitpun di tiang-tiang kapal layar dengan menenteng senjata api lengkap.
Tidak ada kata berbalik dalam kamusku meskipun hal ini sudah kuperkirakan sebelumnya . Sekali layar terkembang pantang mundur kebelakang. Tidak akan kembali sebelum menang.
Jarak semakin dekat. Tidak lebih dari 500 meter. Sialnya, gelombang sepertinya meningkat seiring hujan yang mengiringi 2 kapal yang berlawanan arah saling mendekat. Â Aku berteriak sekencang-kencangnya untuk menghadapai badai. Badai perang karena Srinegara adalah kapal yang sama dalam mencegat dan membuat misi sebelumnya diserang tanpa ampun.
"Duarr...Duarr...Duarrr...!" terdengar ledakan meriam beberapa kali dari kapal Srinegara. Cuaca yang sedikit gelap membuat letupan meriam yang mengeluarkan bola-bola api dan percikan apinya tampak sangat kentara. Posisi masih tetap yaitu haluan kapal yang saling berhadapan. Kemudian secara otomatis masing-masing kapal layar mengambil posisi berbelok 90 derajat. Salah satu taktik menyerang lawan secara penuh. Manuver yang ditujukan untuk memberikan keleluasaan penuh kepada meriam-meriam yang berada di bagian sisi --sisi badan kapal dapat memuntahkan peluru-pelurunya dengan maksimal. Beberapa pintu jendela meriam yang sebelumnya tertutup rapat seperti tersembul keluar. Diikuti dengan moncong mulut meriam yang serempak ataupun bergantian tersembul dari badan kapal Srinegara untuk segera memuntahkan peluru-peluru dengan target jelas  kapal layar Commando.
Saat kapal berhadapan dalam posisi menyamping, meriam-meriam seperti menggila dalam memuntahkan bola-bola panasnya dengan percikan api yang menyala-nyala. Srinegara sepertinya tanpa ampun terlebih dahulu memborbardir kapal kami .Dalam jarak kurang dari 200 meter ditambah angin ribut tentu manuver badan kapal tidak banyak menolong. Cuaca telah menurunkan keakuratan tembakkan meriam-meriam yang ada.  Kekuatan penuh juga kupersiapkan untuk membalas tembakan meriam selamat datang Srinegara. Sehingga untuk sesaat kemudian bunyi meriam yang memekakkan telinga seperti sahut menyahut mencari sasarannya. Manuver juga dilakukan oleh masing-masing kapal untuk meminimalisir kerusakan. Api-api dari mulut meriam seperti menerangi lautan ditambah asap mengepul menghalangi pandangan disekitar kapal dan membuat suasana  siang itu bertambah kabut yang menghalangi pandangan mata.
Akhirnya ada satu dua tembakan meriam Srinegara mengenai dek paling atas serta dek nomor tengah. Kapal terasa bergetar dan oleng karena hantamannya. Kepanikan terjadi. Beberapa  awak kapal yang mabuk laut juga harus tetap berjaga dan harus tetap fokus kepada tugasnya masing-masing. Terlihat beberapa diantara mereka terluka terkena serpihan peluru meriam. Darah banyak mengalir di dek paling atas. Banyak prajurit yang berada di dek tersebut terkena serpihan peluru serangan meriam beruntun tanpa dapat diantisipasi oleh mereka sebelumnya. Sedang dek paling tengah peluru meriam Srinegara sempat menembus dinding kapal. Kapal Srinegara yang gagah berani. Akhirnya, meriam kami juga dapat mengenai kapal Srinegara tepat dibagian tengah lambung kapalnya.
Serangan-serangan lawan tambah membabi buta dan bertubi tubi tanpa memberikan sedikitpun untuk awak kapalku menghela nafas. Terlihat olehku disana dianjungan kapal Srinegara seorang pemegang komando tampak gagah berani dan sedikitpun tak gentar berada diantara desingan tembakan meriam. Dengan teriakan dan aba-aba tangannya, ia terus mengorkestrasi penyerangan tanpa belas kasihan. Awak kapal didalamnya juga seperti tiada kata takut, yang terus terusan disemangati oleh sang pemberi perintah. Awak kapalnya kembali tampak seperti singa lapar yang tengah menghabisi kambing-kambing muda yang lagi lengah. Penembak-penembak jitunya yang berdiri ditiang-tiang layar juga tidak henti-hentinya menembakkan pelurunya ke awak kapal Commando. Semua dalam kondisi serang menyerang, tiarap dan penuh kekacauan.
Beberapa orang ditempatku gugur. Tetapi semuanya harus dituntaskan. Tiada kata menyerah. Semangat Srinegara diseberang sana  juga sepertinya melakukan hal yang sama. Sekali lancung tetap lancung sampai akhir.
Bagaimana jika terjadi banyak kesalahan perintah yang diambil serta kurang persiapan sebelumnya? fikirku sejenak melihat situasi saat ini, sehingga dapat kubayangkan memang sangat mungkin kapal Commando ini akan menjadi luluh lantak oleh serangan gagah berani dan tanpa henti kapal Srinegara. Semua awak kapal Commando telah bekerja dengan porsinya meski akhirnya banyak mengambil sikap bertahan.
Kembali peluru meriam Srinegara meluluhlantakkan dan menghantam kandang ternak. Beberapa hewan yang masih hidup berhamburan keluar. Suara hewan-hewan tersebut menambah suasana kekalutan yang tiada tara karena semuanya  tanpa kecuali berada dibawah tekanan kapal layar Srinegara. Tali temali layar banyak yang terputus. Beberapa layar robek oleh peluru meriam pada saat kapal bermanuver. Petugas  pompa air yang bekerja dilambung kapal  bertambah berat. Selain hujan, sekaligus sepertinya ada bagian bawah lambung yang terkena serpihan bola api yang menyebabkan beberapa bilah papan lambung kapal terbuka. Harus segera diperbaiki oleh tukang kayu sekaligus diperlukan upaya kerasnya mengeringkan air sesegera mungkin yang telah mengisi lambung kapal sehingga gerakan Commando terasa lamban. Kapal Srinegara tetap terus menekan dan menyerang secara membabi buta.
Terlihat beberapa awak Kapal Srinegara menurunkan perahu-perahu kecil yang didalamnya diisi 4-5 orang  yang masing-masing orang tetap menenteng senapan dibahunya dan terus menyerang. Ternyata itu adalah salah satu cara manuver untuk bergerak menjauhi kami. Tampak dibagian lambung, buritan dan haluannya terkena sasaran tembakan meriam Commando, beberapa bagian kapalnya juga rusak berat. Sebagian besar awak kapal Srinegara mulai fokus untuk menyelamatkan kapal dari tenggelam.
Segera kuminta bagian tali dan layar untuk membentang segera layar serta mengikat talinya agar kecepatan kapal dapat dinaikkan. Beruntung angin mendukung. Tiupan angin selatan mendorong kapal ke utara. Aku meminta kemudi diarahkan kembali ke tujuan semula sambil menghindari serangan tiba-tiba dibawah guyuran hujan dan ombak besar itu.
Dengan kecekatan awak kapal dibagian layar. Kapal kemudian dapat berlayar dan meninggalkan perlahan Kapal Srinegara yang sepertinya mengalami kebocoran parah, tetapi serangan tetap dilakukannya tanpa henti meski dengan kondisi kapalnya yang sedang rusak parah.
Kapal Layar Commando terus mengarah ke tujuan utama serta meninggalkan Srinegara di lautan sampai tidak terlihat lagi oleh mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H