"Maafkan khilafku Tuan," terlihat darah mengucur dari hidung dan mulut Arthur serta tulang pipi depan biru lebam. Melihat darah mengucur dilantai baru aku tersadar telah membuat pria pemerkosa tak tahu diri itu terkapar dilantai.
Aku tersadar. Â Teringat kembali olehku pesan Tuan Abbot yang memintaku untuk terus menjaga Arthur yang sebatang kara. Kemudian sambil berteriak sekuatnya aku genggamkan tanganku sekuatnya dan meninju lemari kaca disampingku berdiri hingga pecah berkeping-keping. Aku tidak bisa menahan emosiku dan langsung menangis terduduk didepan Arthur yang sudah kepayahan.
"Sungguh aku tidak menyadari apa yang telah kuperbuat terhadap Mayang" belanya setelah aku dapat mengontrol sedikit emosiku. Memang nasi sudah menjadi bubur fikirku.
Jawaban Arthur seorang pemuda cerdas dengan sangat mudahnya mengajukan alasan seolah benar adanya. Kehidupan Arthur selama di Batavia yang kuketahui juga tidak lepas dikelilingi oleh banyak gadis. Mulai dari hubungan yang normal-normal saja, sampai kepada menghabiskan malam-malamnya dengan perempuan-perempuan pribumi juga telah sering kudengar.
Sampai pada suatu waktu Mayang menghadap dan aku tidak ingin hal itu terjadi.
"Tuan, aku ingin pamit, ... ingin menemani orangtuaku yang sakit" Mayang menyampaikan dengan nada lemah seperti tidak percaya diri.
"Bukan berhentikan?" mataku kembali memperhatikan dengan serius wajah Mayang.
" Berhenti, Tuan!" sepertinya Mayang tetap ingin mengambil keputusan berhenti bekerja. Jika Itu terjadi maka itu merupakan suatu masalah besar bagiku.
" Mayang dapat mengambil libur untuk beberapa hari," kuberikan solusi kepadanya untuk menenangkan dirinya beberapa saat dengan tujuan agar dia tetap bekerja kepadaku. Tampak wajahnya tenang kembali meski tetap dengan raut muka sedih.
"Sementara, akan ada yang menggantikanmu selama kau libur dirumah,"sambungku meyakinkannya. Sepertinya ia perlu beristirahat sejenak untuk beberapa waktu dari goncangan psikologis maha berat yang baru saja dialaminya.
Tuntutan membantu orang tuanya yang sakit-sakitan dan sebagai pencari nafkah utama dikeluarga menyebabkan tidak ada pilihan lain bagi Mayang untuk kembali meneruskan pekerjaannya meski dengan menyisakan luka menganga akibat perbuatan Arthur keparat itu.