Pemuda yang berambut hitam agak bergelombang dengan sisiran rambut tampak tersisir rapi kebelakang itu selanjutnya mengatakan
“Berkemampuan bercakap-cakap dalam Melayu” sambungnya penuh semangat. Sebatas yang kuketahui bahasa tersebut akan dapat dikuasai akibat gabungan dari bakat alami dan interaksi dengan pedagang-pedagang dari Malaka selama ini. Tak sempat aku membalas kata-katanya.
Kemudian dia melanjutkan “Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung,” sebuah pepatah terkenal Melayu yang sempat kubaca sebelumnya di kota Bristol, terasa sangat mengena dengan tujuan bersama kami saat ini, karena tujuan kapal yang kami tumpangi akan ketempat yang bahasa pergaulannya adalah bahasa Melayu.
“Menyesuaikan diri ditempat dimana kita tinggal untuk dapat bertahan hidup lebih lama,” sambungnya. Kuketahui kemudian pemuda sangat berbakat itu juga menguasai berbagai bahasa penting seperti Spanyol dan Perancis. Tentunya penguasaan bahasa Melayu yang menjadi bahasa pergaulan di Hindia Belanda akan menjadikan keberadaannya nanti akan sangat penting. Pertemuan awal yang semuanya tampak sempurna.
“Baru saja kembali berlayar dari Amerika” sambung pemuda 25 tahun dan tinggi sekitar 165 sentimeter tersebut terlihat plamboyan. Tinggi tidak seperti orang Eropa lainnya fikirku. Berbaju hem lengan panjang biru dengan posisi bajunya sangat rapi masuk didalam celana kain berwarna coklat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H