Batavia adalah Amsterdam nya Asia. Terdapat kanal-kanal yang membelah kota. Dayung-dayung terdengar beriak-riak saat beradu dengan air jernih yang mengalirkan arusnya ke muara Sungai Ciliwung. Kota Batavia terlihat sibuk.Aktifitas kapal layar maupun tanpa layar dengan ukuran kapal lebih kecil hilir mudik sampai ditengah kota. Sepanjang 8 kilometer, kanal utama tersebut membelah Batavia sampai di daerah dimana tempat peristirahatan megah milik seorang saudagar Belanda dibangun di Harmonie atau Batavia Baru.
Di utara atau didekat pantai terlihat pemandangan hutan bakau dengan beberapa areal terbuka untuk tambak ikan dan pohon-pohon kelapa berjejer seperti pilar pilar benteng pertahanan alami yang berdiri gagah menjaga kota. Masuk lagi ke selatan menyusuri sungai kearah hulu akan terlihat bangunan elit dikiri kanan tampak kokoh bernuansa putih dengan atapnya yang terlihat cerah berwarna merah bata.
Kanal utama sungai ditengah kota lebarnya mencapai 25 meter tersebut dikatakan sangat cukup menampung aktifitas warga kota. Melalui jalur air tersebut jugalah beberapa simpul aktifitas perdagangan dihubungkan. Termasuk juga terhubungnya tempat wilayah berdiamnya penduduk pribumi dan orang-orang yang berasal dari Arab, Cina serta bangsa Eropa lainnya
Tidak ada kincir angin yang terlihat. Hanya nyiur melambai. Tidak ada pergantian 4 musim tetapi hanya musim panas yang membuat perasaan gerah saat mantel-mantel pakaian resmi digunakan. Musim lainnya adalah musim hujan diwaktu-waktu tertentu. Curah hujannya kadang sangat deras hingga air menggenangi selokan-selokan kecil depan rumah penduduk. Nyamuk mahluk kecil yang selalu berdengung dan sangat ditakutkan bangsa Eropa terbang dimerata tempat di Batavia terutama ditemukan banyak sekali didaerah pinggiran laut.
Terkadang penduduk asli terlihat sibuk menjala atau memancing. Anak-anak mandi berenang disungai dan dipinggiran ibu-ibu mencuci pakaian. Mendekati dataran tinggi sebagian penduduk bercocok tanam dan bekerja membersihkan gulma diantara rumpun-rumpun padi. Tanaman pisang tumbuh subur dibentangan sawah. Pepaya, tebu juga terlihat tumbuh subur. Kerbau-kerbau besar berwarna hitam bertanduk lancip dikiri dan kanan kepalanya dipekerjakan di sawah seperti tiada lelah. Bau tanah gembur dan proses membusuknya rumput-rumputan diatasnya terasa sangat khas aromanya terutama disaat cuaca panas terik dan kemudian setelahnya lahan langsung diguyur hujan.
Air dari hulu yang bening segar dan kadang terlihat ikan-ikan tampak malu bersembunyi dibalik tumbuhan ganggang air yang seperti melambai-lambai untuk singgah .Juga dipinggirannya, bunga teratai ungu, pink dan lili air yg putih bersih bermekaran menampakkan pesonanya. Tanah subur nan-hijau dan membiru saat terlihat dari jauh. Mooi Indie. Hindia Belanda yang cantik jelita sungguh benar adanya. Sungguh Hindia Belanda seperti lukisan alam yang sulit kulupakan.
Disini ada negeri yang kanopi hutannya seperti payung maha lebar melindungi tanahnya yang bertabur emas. Sungainya berliku, lebar dan dalam jika terlihat dari atas tampak seperti ular raksasa yang sedang tertidur menjaga tanah harapan. Semua bangsa datang kesana untuk mencari peruntungannya. Itulah kerajaan Sambas Darussalam di pulau Borneo yang juga mahsyur dengan kekuatan armada lautnya.
Sabtu pagi yang cerah di Batavia, 17 Agustus 1811.
Tertanda
Letnan Jenderal Sir Samuel Auchmuty
Entah sudah yang keberapa kalinya aku membaca sepucuk surat diatas. Tampak kumal dibagian lipatannya akibat seringnya aku membuka tutup kertas. Bagiku, surat itu bagai sebuah mantra yang kata-katanya seumpama sihir bagiku.
Surat dengan pesan yang sangat kuat, tintanya digoreskan oleh seorang pemimpin perang Inggris terkenal bernama Samuel Auchmuty. Ia seorang kapten kapal yang langsung bertempur merebut Batavia dari penguasaan Belanda. Bangsa yang menjajah Batavia itu sebelumnya merupakan sebuah negeri mungil yang terkenal dengan penghasil keju itu hanya berjarak sepelemparan batu dengan Inggris di Eropa. Hari keberuntungan Inggris menguasai Batavia terjadi pada Minggu dihari ke-4 bulan Agustus tahun 1811. Serangan heroik langsung dari Malaka itu dilakukan bersama 60 kapal layar perang Inggris lainnya.
Pesan Samuel Auchmuty telah membangkitkan jiwa petualanganku sebagai seorang pelaut kerajaan Inggris. Semesta sepertinya juga telah bekerja, dimana rasa dan fikiran selalu terbawa untuk dapat merealisasikan impianku menuju Hindia Belanda. Walaupun perjalanan panjang harus ditempuh selama sembilan bulan bahkan lebih diatas samudra luas yang tak bertepi, sebuah wilayah yang diceritakan berisi ribuan pulau yang tampak indah belaka. Berada di daerah tropis nan subur yang deretan pulaunya berjejer sambung menyambung seperti permata hijau yang membentang luas dari timur ke barat.
“Letakkan dulu suratnya, Stewart!” tiba-tiba Pruistine istriku mengingatkanku untuk melepaskan surat yang kubaca, disaat tangan kananku memegang jam pennies[1]. Ia sangat tahu, sejak surat itu pertama kali sampai dirumah, aku seperti menjadi budak benda lusuh itu.
“Sssrat..srett...srett!,” terdengar surat itu segera berpindah tangan dan dilipat istriku,”jangan menjadi gila seperti ini, Stewart!” istriku kembali mengeluarkan kata-kata yang juga entah keberapa kalinya dia mengingatku tentang hal yang sama. Kupandangi kembali wajahnya. Perempuan yang berdiri didepanku ini seolah kesal karena aku tidak mendengarkan kata-katanya.
Mataku terus tertuju memperhatikan surat yang sedang berada digenggamannya. Kantong mataku memang menjadi lebih terlihat akhir-akhir ini karena tidur lebih larut akibat membaca semua bahan yang berkaitan dengan Hindia Belanda, Batavia dan juga Borneo.
Surat yang telah ditulis sangat rapi dengan tinta hitam, diatas kertas berwarna agak buram kekuningan. Pesan itulah yang telah menggugah seluruh energiku. Sebuah tulisan sederhana yang memberikan gambaran sempurna dari sebuah lanskap taklukan baru kerajaan Inggris. Daerah jajahan baru yang berada di Hindia Belanda dengan kerajaan di Borneo yang armada lautnya sangat kuat serta disegani oleh semua negeri.
“Hati-hati dengan surat itu, Pruistine” aku memperingatkannya agar surat yang kuterima dari seorang pedagang yang baru kembali dari Malaka sebulan lalu itu jangan sampai bertambah lecek dan kusam.
Benar-benar telah membuatku terobsesi dan menjadi setengah gila untuk merasakan petualangan menjelajah yang sama seperti isi surat tersebut. Meskipun aku sadar harus melintas belasan ribu kilometer dengan waktu pelayaran yang panjang bahkan tidak jarang sampai hitungan tahun.