Badan Usaha Milik Negara atau yang biasa kita kenal dengan BUMN adalah entitas bisnis yang dimiliki atau dioperasikan oleh pemerintah. BUMN memiliki peran strategis dan vital dalam perekonomian, namun seringkali menghadapi berbagai tantangan dan masalah yang dapat mengakibatkan kerugian. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah yang dialami oleh BUMN ketika kondisinya sedang merugi dianggap sebagai kerugian negara atau kerugian usaha? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami konteks dan dinamika di balik kerugian BUMN.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), Badan Usaha Milik Negara atau BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
BUMN sendiri terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Sedangkan, Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
Terhadap BUMN yang berbentuk Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Ini sebagaimana terdapat dalam Pasal 11 UU BUMN jo. Pasal 3 UU BUMN beserta penjelasannya. Dengan demikian, segala peraturan yang berlaku terhadap perseroan terbatas berlaku juga untuk BUMN yang berbentuk Persero selama tidak diatur oleh UU BUMN.
Sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UUPT, perseroan terbatas merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal. Dengan demikian Persero yang dalam pengaturannya merujuk pada UUPT, juga merupakan badan hukum.
Dalam buku Prof. Subekti, S.H. yang berjudul “Pokok-Pokok Hukum Perdata” dijelaskan antara lain, badan hukum merupakan subyek hukum layaknya perorangan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum layaknya manusia. Badan hukum tersebut juga memiliki kekayaan sendiri, dapat bertindak dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, serta dapat digugat dan juga menggugat di muka Hakim. Dengan memiliki kekayaan sendiri, maka kekayaan badan hukum terpisah dari kekayaan pihak yang melakukan penyertaan di dalam badan hukum tersebut. Ini berarti bahwa berdasarkan pengertian BUMN itu sendiri dan ketentuan dalam UUPT, yang mana BUMN yang berbentuk Persero merupakan badan hukum, maka kekayaan Persero dan kekayaan negara merupakan hal yang terpisah. Dengan adanya pemisahan kekayaan, ini berarti kerugian yang dialami oleh BUMN tidak dapat disamakan dengan kerugian negara. Kerugian BUMN hanyalah akan menjadi kerugian dari BUMN itu sendiri.
Hal tersebut juga berlaku dalam BUMN yang berbentuk Perum. Berdasarkan Pasal 35 UU BUMN Perum mempunyai status sebagai badan hukum sejak diundangkannya tentang pendirian Perum tersebut dalam Peraturan Pemerintah. Oleh karena Perum juga merupakan badan hukum, maka uraian di atas mengenai kekayaan badan hukum yang terpisah dari pendirinya juga berlaku untuk Perum.
Maka apabila kerugian tersebut diakibatkan oleh aktivitas operasi dari Perum itu sendiri, maka kerugian tersebut tidak dapat dibebankan kepada negara dan kerugian tersebut bukan merupakan tanggung jawab negara. Dengan begitu jelas bahwa negara yang melakukan penyertaan dalam BUMN tidak dirugikan dengan adanya kerugian dalam BUMN dalam menjalankan usahanya.
Meski demikian, terdapat ketentuan yang berbeda terkait kekayaan BUMN sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ketentuan yang dimaksud adalah Pasal 2 huruf g yang menyatakan bahwa keuangan negara meliputi:
“g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;”
Dalam Pasal 1 UU Keuangan Negara juga ditegaskan bahwa perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. Ini berarti kekayaan BUMN termasuk ke dalam kekayaan negara.
Dalam perspektif kerugian negara, kerugian yang dialami oleh BUMN pada dasarnya ditanggung oleh negara atau pemerintah. Hal ini karena BUMN adalah entitas yang dimiliki seluruh atau sebagian besarnya oleh negara, sehingga semua aset, kewajiban dan ekuitas dari BUMN terhubung dengan keuangan negara.
Kerugian negara pada BUMN adalah masalah serius yang dapat memiliki dampak ekonomi, sosial, dan politik yang signifikan. Konsep bahwa kerugian negara harus dikembalikan atau dipulihkan ketika terjadi penyalahgunaan atau kerugian dana publik adalah prinsip dasar dalam hukum, etika, dan praktik manajemen keuangan pemerintah. Prinsip ini tercermin dalam berbagai dokumen hukum dan panduan keuangan.
Yang menarik adalah, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara disebutkan definisi kerugian negara, yaitu kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Kemudian ditegaskan kembali bahwa setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus diganti oleh pihak yang bersalah dan pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan hukuman pidana pelaku tindak pidana. Melihat hal itu, jelas terlihat bahwa ketika negara dirugikan, maka dapat dipastikan ada hukum pidana yang mengikutinya.
Masalahnya, kerugian yang dialami oleh BUMN tidak serta merta dikarenakan pelanggaran hukum atau kelalaian dari manajemen. Bisa jadi kerugian yang dialami oleh BUMN itu ada karena adanya mekanisme pasar, misalnya perubahan perilaku konsumen, persaingan bisnis yang ketat, kondisi perekonomian global dan lain sebagainya seperti halnya kerugian yang dialami oleh perusahaan lainnya.
Topik ini memang masih menimbulkan perdebatan di antara para ahli hukum. Berkaitan dengan hal ini, Prof. Erman Rajagukguk dalam tulisannya yang berjudul “Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara” menyatakan bahwa BUMN merupakan badan hukum yang memiliki kekayaan sendiri. Dengan demikian, kekayaan BUMN Persero maupun kekayaan BUMN Perum sebagai badan hukum bukanlah kekayaan negara. Erman juga berpendapat bahwa “Kekayaan negara yang dipisahkan” dalam BUMN secara fisik adalah berbentuk saham atau kepemilikan yang dipegang oleh negara, bukan harta kekayaan BUMN itu.
Dalam hal ini, maka terdapat kecenderungan bahwa kekayaan BUMN memang terpisah dari kekayaan negara karena kekayaan negara di dalam BUMN hanya sebatas pada saham. Sehingga pada saat ada kerugian yang dialami oleh BUMN, hal tersebut bukan kerugian negara secara langsung, tetapi negara dirugikan dengan adanya kerugian BUMN. Dengan kata lain, diasumsikan bahwa jika tidak ada perbuatan melawan hukum atau kecurangan baik sengaja maupun lalai, maka kerugian dari BUMN adalah kerugian usaha.
Kerugian usaha yang dialami oleh BUMN baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengurangi nilai perusahaan yang akhirnya akan mengurangi kekayaan negara yang berbentuk penyertaan modal pemerintah secara langsung ataupun kekayaan negara dalam bentuk kepemilikan saham, sehingga timbul kerugian negara. Terlebih, jika kerugian yang dialami BUMN sampai berakibat pada keadaan yang mengganggu eksistensi BUMN, maka negara sebagai pemilik mau tidak mau harus bertanggung jawab. Namun, kerugian negara dalam hal ini bukanlah kerugian negara yang menyebabkan timbulnya hukum pidana karena tidak ada kecurangan (fraud) yang terjadi. Kerugian Usaha dalam BUMN dapat diartikan juga sebagai Kerugian Negara, namun, Kerugian Negara belum tentu disebabkan oleh Kerugian Usaha. Lain halnya jika terdapat kecurangan dalam aktivitas operasi BUMN, maka kerugian yang muncul tidak hanaya kerugian usaha saja, namun kerugian negara yang menimbulkan hukum pidana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H