Mohon tunggu...
Edho Naufal
Edho Naufal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UIN Jakarta

Kami adalah orang-orang yang berpikir dan berkendak merdeka. Tidak ada satu orang pun yang bisa memaksa kami bertindak. Kami hanya bertindak atas dasar pemahaman, bukan taklid, serta atas dasar keikhlasan, bukan mencari pujian atau kedudukan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partai Politik di Masa Reformasi

11 Juli 2023   22:46 Diperbarui: 11 Juli 2023   22:51 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebebasan bagi warga masyarakat untuk mendirikan partai politik juga beriringan dengan kebebasan bagi masyarakat untuk menentukan bagaimana aliran partai politik yang diusung tersebut. Pembebasan politik aliran dengan sedikit pertentangan menyebabkan berbagai aliran tersebut tampil secara terang-terangan tanpa bersembunyi lagi dibalik jubah kelompok kepentingan yang seolah netral tetapi menyimpan hasrat politik aliran.

Ada pun partai-partai yang hanya memiliki sedikit anomali atau penyim-pangan sehingga tidak sepenuhnya merepresentasikan aliran tertentu. Partai-partai tersebut lebih bercorak "pseudo aliran" yang dapat kita jumpai pada Partai Amanat Nasional dan Partai Kebangkitan Bangsa. Kedua partai tersebut dapat dikatakan lahir dari rahim aliran Islam modernis dan tradisionalis, yaitu organisasi Muhammadiyah dan Nadhaltul Ulama. Pseudo aliran dalam konteks ini yaitu tidak sepenuhnya menggunakan simbol agama, dan tidak sepenuhnya juga meninggalkan simbol-simbol tersebut. (Pamungkas 2011: 158)

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang beraliran nasionalis berhasil memenangkan konstestasi pemilihan umum tahun 1999 dengan presentasi suara 33%. Hasil pemilihan umum pada tahun 1999 menunjukkan bahwa tidak ada partai yang secara tunggal mendominasi pemerintahan. Karena partai pemenang pemilu hanya mendapatkan suara 33% sehingga tidak mempunyai posisi mutlak yang dapat mengendalikan pemerintahan.

Meski PDIP menjadi pemenang pemilu pada tahun 1999 dengan presentasi 33%, namun hal tersebut tidak dapat menjadikan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI yang ke-4. Hal tersebut dikarenakan adanya poros tengah yang dibentuk oleh Amien Rais bersama partai-partai Islam, membuat posisi PDIP menjadi kalah kuat. Akibatnya yang dipilih oleh MPR menjadi presiden adalah pendiri PKB, yaitu KH Abdurrahman Wahid (Gusdur). (Pamungkas 2011: 162)

Partai Politik yang mengikuti pemilihan umum tahun 1999 dan berhasil memperoleh suara yang dapat dikatakan signifikan yaitu, Partai Demokrasi Indo-nesia Perjuangan (33%), Golkar (26%), Partai Persatuan Pembangunan (12%), Partai Kebangkitan Bangsa (11%), Partai Amanat Nasional (7%), dan Partai Bulan Bintang (2%). (Budiardjo 2008: 450)

Sistem Pluralitas 

Kemunculan partai politik dalam jumlah banyak dan keikutsertaannya dalam proses pemilihan umum tentu menjadi sebuah indikator bahwa demokrasi di negara tersebut menguat. Namun, patut juga untuk mempertimbangkan perbedaan yang dimiliki partai-partai tersebut harus mampu menciptakan kesejahteraan rakyat. Konsekuensi umum dari penerapan sistem multipartai adalah tingkat pelembagaan sistem kepartaian yang rendah. Akibatknya gejala perpecahan internal partai sangat kuat. (Jurdi 2020: 162-163)

Karakteristik yang dimiliki oleh sistem pluralitas terbatas selanjutnya adalah terfragmentasinya kekuatan politik partai politik di dalam parlemen. Rendahnya tingkat pelembagaan partai akan berimplikasi terhadap persaingan antarpartai di dalam dan di luar parlemen. Partai di dalam dan luar parlemen akan mengelompok menjadi faksi dan fraksi yang bersaing satu sama lain untuk memperebutkan kekuasaan. Pada akhirnya karakter ini akan menyebabkan perubahan-perubahan yang strategis terhadap sistem pemerintahan presidensial.

Karakteristik terakhir yang menjadi sebuah keniscayaan dari diterapkannya sistem multipartai adalah kemunculan koalisi. Fragmentasi yang terjadi pada sistem ini menyebabkan partai politik pemenang pemilu akan sulit mencapai angka mayoritas tanpa adanya koalisi dalam pemerintahan. Untuk menciptakan stabilitas pemerintahannya, seorang presiden yang terpilih menggunakan sistem pemilihan langsung dalam sistem presidensial dan pada kondisi multipartai harus melakukan koalisi. Hal tersebut dikarenakan presiden hanya mendapat dukungan minoritas di parlemen jika tidak melakukan koalisi.

Menurut Jurdi, sistem kepartaian pluralisme biasanya muncul di negara-negara berkembang, yang masyarakatnya secara sosio-kultural terbilang majemuk. Sehingga sistem ini akan melahirkan partai-partai dalam jumlah banyak dan masing-masing memiliki ideologi yang bertentang satu dengan yang lainnya akhirnya konsensus akan sulit untuk dicapai. (Jurdi 2020: 164)

Problematika Sistem Pluralitas 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun