Mohon tunggu...
Eddy SATRIYA
Eddy SATRIYA Mohon Tunggu... -

Kolumnis di berbagai media cetak dan elektronik.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Taksi, Kemacetan, dan Otak Pemimpin

16 April 2014   14:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:37 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, untuk dalam kota semua taksi diwajibkan memakai argo. Selama ini jika kita menyetop taksi di Bandung, maka nyaris 90 % harus melalui tawar menawar yang terkadang menjadi ajang "gelut" jika kedua pihak saling tersinggung. Padahal yang mengawali lebih sering si supir taksi. Dari beberapa kali survey yang saya lakukan ini memang kenyataan, kecuali kita menyetop di pangkalan tertentu di daerah Pasteur atau memesan lewat telepon.

Saya sampaikan jika taksi di stasiun dan bandara serta dalam kota Bandung ini bisa ditata dengan standar internasional, saya yakin kemacetan akan berkurang. Pertama, orang lebih memilih memakai kereta api yang mengantarkan penumpangnya dari pusat kota ke pusat kota.

Kedua, pilihan berikutnya adalah bagi yang berpergian sendiri atau hanya berdua, maka naik travel antar kota masih jauh lebih ekonomis.

Dengan menggunakan kereta api dan travel, para pelancong atau turis lokal akan lebih nyaman karena angkutan dalam kota bandung juga tersedia sangat banyak untuk berbagai tujuan. Meski berganti kendaraan, jarak yang tidak terlalu jauh dan udara yang sejuk masih nyaman untuk naik kendaraan umum di banding menyetir kendaraan pribadi ditengah kemacetan.

Nah, jika taksi sudah bisa menggunakan argo, ia juga akan menjadi pilihan untuk mengantar pelancong sekedar makan malam atau kuliner ke daerah lain seperti di kawasan Dago Utara yang juga memiliki ruang parkir terbatas ditambah dengan terjalnya jalan yang terkadang tidak mudah dilalui dengan santai.

***

Kita tentu sangat berharap agar perubahan visi aparat terhadap pengaturan taksi dan juga kebijakan yang tegas untuk penerapan argo yang menjadi referensi pembayaran bagi penumpang dan supir ini bisa diperbaiki. Di samping itu ketegasan aturan pembayaran retribusi parkir, misalnya pembebasan untuk taksi atau memberikan "grace period" juga dapat ditegakkan tanpa kecuali akan sangat menolong bisnis taksi dan tekanan terhadap ruang. Untuk Jakarta dan kota sedang seperti Bandung kondisi ini sudah merupakan keharusan jika kita memang berniat mengurangi kemacetan.

Semoga kondisi amburadul pertaksian ini bisa diperbaiki oleh penguasa atau aparat yang sudah menepuk dada bahwa ia adalah pemimpin yang reformatif.

Taksimu menunjukkan kondisi negaramu dan kualitas otak serta visi pemimpinmu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun