Mohon tunggu...
Eddy SATRIYA
Eddy SATRIYA Mohon Tunggu... -

Kolumnis di berbagai media cetak dan elektronik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pakta Integritas dan Reformasi Birokrasi

8 Oktober 2014   15:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:54 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak sekali pakta integritas itu tinggal janji dan tidak (harus) ditepati karena tidak adareward and pusnishment yang jelas. Semua masih dalam tahap sangat awal dan butuh pengawalan dan komitmen dari semua pihak, termasuk dari pimpinan sendiri. Pelaksanaan aturan tidak boleh menggunakan telepon kantor untuk kepentingan pribadi tentulah sangat sulit, bahkan terkadang sekarang banyak sekali pejabat yang justru dalam bertugas menggunakan telepon pribadinya untuk kepentingan kantor.

Kita menyaksikan praktek betapa telepon pribadi seperti HP digunakan dalam mengontak rekan bisnis atau pejabat lain meski untuk urusan rapat atau kantor. Juga banyak pejabat atau aparat atau pegawai lainnya justru menggunakan motor pribadi ketika harus pergi rapat dari  satu tempat ke tempat atau kantor lain. Belum lagi dalam situasi birokrasi di KIB II  yang serba ketakutan akan pemeriksaan atau pengawasan BPK atau BPKP atau KPK sekalipun, telah mengakibatkan banyak pejabat yang harus membayar dulu berbagai keperluan dinas seperti tiket hingga biaya kamar hotel untuk kemudian di reimburse dalam kurun waktu yang cukup lama.

Aturan bisa saja melarang seseorang dijemput ketika ke daerah. Apakah memang bisa dilaksanakan dengan mudah ketika kita memiliki budaya yang memang sangat baik untuk menghormati tamu? Wallahualam.  Serta berbagai aturan lain yang mungkin diadoptbegitu saja dari praktek luar yang berbeda budaya dengan kita, tentulah tidak akan mudah diimplementasikan. Belum lagi dampak terhadap sosial budaya dan ekonomi yang juga semestinya diperhatikana dengan bijak. Praktek yang terjadi selama ini memperlihatkan bahwa komponen pengeluaran seorang pegawai yang berdinas untuk membeli oleh-oleh telah menyumbang kepada ekonomi lokal cukup signifikan.

Jika berbagai larangan diterapkan "hajar bleh" jelas akan memukul ekonomi kecil atau menengah (UMKM). Alhasil, APBN yang menjadi salah satu kekuatan ekonomi riil negeri ini hanya justru akan dinikmati oleh perusahaan multi nasional melalui chainhotel, airline atau resto saja. Tidak dinikmati lagi oleh koperasi dan ekonomi rakyat. Ketika budaya oleh-oleh dilarang dan diterapkan dengan tegas tentu saja akan membuat orang takut menitipkan oleh-oleh yang mungkin hanya bernilai Rp 100 atau 200 ribu. Meski kecil, jumlah ini tentulah sangat membantu perajin Bapia di Yogaya, pedagang Sanjai di Bukittinggi, atau pedagang Rengginang di Purwakarta.

***

Meluruskan sikap dan visi ke depan bagi pemimpin tidaklah mudah. Melakukan reformasi birokrasi tidaklah bisa hanya dengan berteori saja tanpa ada praktek implementasi yang menyeluruh sekaligus evaluasi total. Berbagai aturan seperti Pakta Integritas bisa saja dibuat oleh rezim penguasa dan diganti dengan istilah lain oleh penguasa baru. Namun menyelaraskan rencana perbaikan moral aparat dengan berbagai kondisi riil di lapangan adalah suatu keharusan yang tidak boleh dilupakan.

Kita semua tentu saja menghargai niat baik pemimpin yang mempunyai visi dan nyali untuk memajukan Indonesia.  Namun tentulah kita juga tidak mudah larut dengan puja puji dan sanjungan yang membuat kita alergi untuk melakukan kritik jika ditemui ketidaksempurnaan.  Semoga dalam era Revolusi Mental dibawah kepemimpinan Presiden terpilih Jokowi, pelaksanaan reformasi birokrasi tidak hanya menjadi lip service, tetapi memang menjadi kenyataan. Semoga. Amin.

________

Note: Terima kasih kepada seluruh teman FB yang telah rajin mengomentari status saya dan membuat bandul saya kembali ke lajur penulisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun