Saya angsurkan minyak ekaliptus aromatherapy Cap Lang. Ia buka tutup botol, dan menghirup aroma ekaliptus lewat di bawah hidungnya yang indah. “Oh, Cap Long toh? Keren nih pak! Aromanya beda dari minyak kayu putih biasa!” kata dia.
“La memang beda. Ini bukan terbuat dari cajuput oil, tapi dari eucalyptus oil!” kata saya.
Ia membaca informasi komposisi yang tertera di etiket botol : minyak ekaliptus, oleum eucalyptus dan fragrance lavender oil. Ia tuangkan beberapa tetes minyak ke telapaknya, kemudian menggosok-gosokan kedua telapak. Ia hirup aroma ekaliptus di yang tertebar dari dua telapak tangan yang ia tangkupkan. “Bener nih! Hangat, bikin mata melek dan bikin tenang!” kata dia.
“Wow, ada empat varian ya : green tea untuk jaga mood, rose untuk dongkrak mood, pure relieving you untuk gejala masuk angin dan lavender untuk memberi perasaan tenang dan santai! Yang bapak kasih tadi lavender ya, pantesan pak Eddy kalem dan rileks,”selorohnya.
Saya baru mau berkomentar ketika bu dosen di depan bicara agar keras ditujukan kepada kami. “Maaf, bapak dan mbak di belakang itu, mohon perhatikan depan!”. Saya dan mahasiswi di sebelah tak berani bicara lagi, tapi tak berhenti menghirup aroma segar minyak kayu putih ekaliptus aromatherapy Cap Lang. Hirup-hirup aroma kalem dan rileks kan tidak dilarang.
Seusai kuliah, saya merasa tak enak pada bu dosen; mahasiswa tersepuh kok kasih contoh tak elok. Di luar kelas, saya hampiri beliau. “Maaf, bu. Tadi saya kasih minyak ekaliptus aromatherapy pada teman sebelah supaya segar ”
“Minyak apa?” tanya bu dosen.
“Minyak kayu putih ekaliptus aromatherapy Cap Lang,” saya menunjukkan botol minyak ekaliptus saya.
“Ibu mau?”
“Halah, Anda kurang update! Saya sudah biasa pakai itu, yang rose. Nih!” ibu dosen mengeluarkan botol 30ml dari stationary-pouch. “Sudah ya, selamat malam!”