[caption caption="Infografi tentang persebaran manusia (Foto : Wahyu Chrisnanto)"]
Di budaya lain, mati bisa bermakna perubahan dari manusia hidup menjadi hantu; mati bisa pula dibedakan mati secara baik dan mati dengan cara kurang baik; dalam hal mana reputasi si mati tetap menjadi pembicaraan orang yang hidup.
Dari segi forensik, misalnya, rangka manusia bisa direkonstruksi untuk menetapkan umur , jenis kelamin, tinggi badan, ras dan mungkin penyebab kematian. Khusus kerangka prasejarah, kita bisa mendapatkan informasi mengenai afinitas, migrasi dan perkembangan morfologi si mati. “Ada sangat banyak informasi dari si mati yang bisa dibedah melalui ilmu antropologi forensik dan paleoantropologi,” ujar Toetik.
Apakah pemuliaan kematian masih dianut di dunia modern?
“Ya. Kematian bahkan menjadi bisnis di perkotaan, terutama bisnis pemuliaan si mati seperti yang terlihat pada jasa simpan jenazah, jasa kremasi jenazah, jasa penyediaan peti mati sampai jaza rias jenazah,” pungkas Toetik, sarjana Antropologi, FISIP UNAIR (1991) yang memperdalam antropologi forensic di beberapa perguruan tinggi di Eropa dan Asia, dan mendapatkan gelar doktor dari Hamburg Universitaet di Jerman. Toetik saat ini adalah juga dosen di Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga.
Oh ya, Museum Etnografi Unair juga menyediakan buku-buku rujukan tentang kematian dan buku –buku pengetahuan lain tentang evolusi manusia. Bila Anda berminat, ada buku tentang kematian serta tote bag terbuat dari bahan non-plastik yang bisa Anda beli .
Museum ini cocok dikunjungi semua lapisan masyarakat, termasuk pelajar mulai SD sampai SMA dan mahasiswa perguruan tinggi. Dua petugas Museum Etnografi siap membantu Anda dengan informasi tentang isi dan tema museum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H