[caption caption="Infografi di Museum Etnografi Unair (foto : Wahyu Chrisnanto)"][/caption]Meski menjadi bagian hidup yang paling tidak sering dibicarakan, kematian adalah perkara teramat penting dalam hidup manusia. Di berbagai budaya, kematian mendapat status yang indah; ada ritual-ritual tertentu yang harus ditempuh, ada keterlibatan banyak pihak dan tentu saja ada konsekuensi-konsekuensi finansial yang tak terelakkan yang terkait erat dengan status sosial. Kematian hadir dengan beragam makna.
Meseum Etnografi Universitas Airlangga tampil untuk untuk membantu menjelaskan pentingnya kematian dalam siklus hidup manusia. Museum yang dikelola oleh Departemen Antropologi, Universitas Airlangga ini, terletak di Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan, pas di depan gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga. Museum buka untuk umum mulai jam 9 sampai jam 3 sore, dari Senin sampai Jumat.
[caption caption="Suasana Museum Etnografi Unair (foto : Henry Purba)"]
[caption caption="Salah satu koleksi Museum Etnografi Unair (foto : Henry Purba)"]
[caption caption="Mumi koleksi Museum Etnografi Unair (foto : Henry Purba)"]
Di Museum Etnografi Unair, pengunjung bisa menikmati tampilan infografis mengenai kematian plus replika mumi, replika makam Trunyan (Bali), replika makam kambira (makam anak), replika mumi Ma’nene (Toraja), miniatur-miniatur tentang kematian, tengkorak asli manusia, rangka asli manusia dan replika rangka manusia. Semuanya ditujukan untuk pembelajaran mengenai kematian dan anatomi tubuh manusia.
[caption caption="Kerangka manusia sebagai sumber ilmu pengetahuan (foto : Henry Purba)"]
“Kematian adalah bagian dari rangkaian lifecycle yang paling tidak pernah dibicarakan karena terkait dengan ketakutan, perpisahan, kesedihan, kegelapan, hantu dan sebagainya, dan oleh karenanya jadi ditakuti bahkan tabu untuk dibicarakan,“ kata Dr. phil. Toetik Koesbardiati.
“Sebaliknya, kematian adalah pertanda status sosial. Ini, misalnya, terlihat dari besarnya biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk penyelenggaraan upacara kematian seperti Ngaben dan Rambu Solo. Di sisi lain, kematian menimbulkan pertanyaan ada apa setelah kematian, bagaimana kehidupan sesudah kematian. Ada banyak hal menarik berkenaan dengan kematian”
[caption caption="Infografi tentang nasib rangka pascakematian (foto : Wahyu Chrisnanto)"]
"Bagi keluarga yang ditinggalkan, jumlah hewan sembelihan menunjukkan status sosial. Orang akan berlomba untuk menunjukkan prestise. Pada titik ini, kematian seseorang menjadi persoalan prestise bagi yang masih hidup. Di beberapa budaya, bahkan keluarga rela mengorbankan dana kesehatan dan dana pendidikan bagi yang hidup untuk memuliakan si mati, karena ada kepercayaan bahwa keluarga akan mendapat aib bila tidak mampu memuliakan si mati melalui rangkaian upacara tradisi. Ini menunjukkanbahwa kematian bukan persoalan kesedihan semata, namun juga persoalan ekonomi, sosial budaya”