Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Dapat Sweet Kiss Karena Wimcycle

10 Maret 2016   17:59 Diperbarui: 10 Maret 2016   18:10 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Wimcycle MTB Roadchamp 26', 18 speed sederhana tapi tangguh (foto : Eddy Roesdiono)"][/caption]

Saya buka penggila sepeda, bukan pula biker yang punya jadwal gowes teratur. Saya simply adalah seorang pembutuh sepeda. Jadi saya menyebut diri saya sendiri the bike needer.

Soal saya butuh sepeda itu tak terbantahkan. Sepeda Wimcycle saya, jenis MTB Roadchamp 18 speed, ukuran 26’ yang saya beli seharga Rp 880.000 enam tahun lalu jelas mewarnai hari-hari saya sebagai the bike needer, terutama untuk keperluan transportasi teramat lokal, misalnya di seputaran perumahan atau ke luar sedikit dari perumahan; radius lima kilometer, gitu.

Saya punya satu mobil van, satu sepeda motor dan dua mobil pick-up untuk keperluan bisnis. Namun yang beginian kurang pas untuk mobilitas lokal. Itulah sebabnya saya perlu sepeda. Dan karena sudah terlanjur percaya pada produk sepeda PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries,  maka Wimcycle pilihanku.

Sebaiknya langsung saja saya berkisah tentang status hubungan manis saya dengan Sepeda Wimcyle.

Rumah saya berjarak 161 meter persis dari kantor saya, di sebuah perumahan di Wiyung, Surabaya. Dalam sehari saya harus mondar-mandir antara kantor dan rumah. Di siang yang terik,   ulang-alik rutin seperti ini lebih enak pakai sepeda daripada jalan kaki. Bila perlu beli alat tulis di toko buku di dalam perumahan yang berjarak satu kilometer dari kantor, pakai sepeda juga asyik, apalagi kalau ternyata sulit dan makan waktu untuk mengeluarkan sepeda motor yang terjepit di parkiran sempit di depan kantor saya.

Dua tahun lalu, sebelum saya pensiun dari ‘jabatan’ sekretaris RW di perumahan, saya lebih suka naik sepeda di Minggu pagi untuk membagikan surat undangan rapat atau pengumuman RW kepada 450 kepala keluarga yang tersebar di 23 gang di perumahan saya. Coba bayangkan kalau naik motor, musti start mesin dan matikan mesin berulang-ulang!

Sering pula, menjelang tengah malam, istri saya—yang biasa masukkan cucian ke mesin cuci di malam hari-- memberi saya mission impossible macam beli sabun cuci jenis front load yang ada  di minimarket di dekat pintu gerbang perumahan. Karena malas keluarkan motor di malam hari, Wimcycle saya  jadi andalan untuk menuntaskan misi yang tak bisa ditawar-tawar ini.

Wimcycle  juga saya manfaatkan sebagai sarana double-impact program olahraga; naik sepeda ke gym yang berjarak tiga kilometer dari rumah saya tiga kali seminggu. Kegiatan olahraga tak langsung juga bisa terjadi begitu saja dengan sepeda. Mondar-mandir dari kantor ke  rumah, atau mencari anak laki-laki saya berusia 6 tahun yang sedang hobi-hobinya bersepeda roaming bersama teman-teman dengan Wimcyle anak-anak type Arrow 1 speed  ukuran 12’ di sore hari.

Lalu lintas lokal biasa macet? Itu daerah saya banget! Kalau Anda kebetulan berada di Surabaya dan menyimak radio Suara Surabaya di pagi hari kerja, jalan Raya Wiyung yang teramat padat pasti dilaporkan macet karena volume kendaraan dan karena jalan raya terhambat belasan sapi tanpa penggembala yang nongkrong di jalanan. Sapi-sapi ini dalam perjalanan ke tanah gembala di seberang jalan, dan nanti sorenya, pada saat jam sibuk juga, emak-emak sapi ini balik ke kandang, sembari mampir nongkrong di jalan.

Kalau sudah begini, bahkan motor yang bisa meliuk-liuk atau melipir di bahu jalan tak berkutik dan  solusi transpor lokal hanya tersedia dari sepedaku. Pernah di sore yang padat, istri minta saya ambil pesanan cemilan di pemasok cemilan di perumahan sebelah untuk acara arisan di malam hari. Tidak jauh, cuma 3 kilometer. Pemasok cemilan menolak antar cemilan karena enggan menempuh satu jam bermotor bolak-balik dari tempat dia ke tempat saya dalam kemacetan macam itu. Maka meluncurlah saya dengan Wimcycle saya, bawa tas backpack. Saya sukses menunaikan misi jemput cemilan hanya dalam waktu kurang dari 20 menit. Sengaja saya ceritakan pada istri bagaimana saya menembus kemacetani dengan berkali-kali memanggul sepeda enteng dan berjalan di atas permukaan berbatuan di pinggir jalan atau trotoar  yang tak bisa dilewati sepeda motor  agar bisa sampai di rumah ibu cemilan. Untuk aksi ‘heroik’ itu, saya dapat sweet kiss dari istri!

Soal irit isi dompet, sepeda tak perlu diragukan. Tak mampu saya menghitung berapa banyak saya berhemat uang karena bersepeda tak perlu bensin. Sepeda juga dibebaskan dari kutipan uang parkir bila berhenti di pelataran toko atau minimarket. Jika dalam satu hari Anda 5 kali naik motor  ke minimarket  lokal dan bayar Rp 2.000 sekali parkir, silakan bayangkan berapa Anda berhemat dalam sebulan dengan sepeda. Pada hari-hari tertentu, Wimcycle saya menyumbangkan penghematan Rp 10.000 per hari. Itu karena anak kedua saya (perempuan, yang berangkat dan pulang sekolah naik angkot), kadang mengayuh Wimcycle dari rumah ke pos Satpam (750 meter) di gerbang depan perumahan. Sepeda dititipkan di pos Satpam, bayar seikhlasnya. Ia kemudian naik angkot. Pulangnya, setelah turun dari angkot, anak perempuan saya ambil sepeda di pos Satpam dan mengayuh pulang. Kalau naik becak, biayanya Rp 10.000 pulang pergi. 

Kualitas Wimcycle? Tak perlu dibahas lagi. Di bawah ini foto sepeda Wimcycle saya. Anda mungkin tidak percaya bahwa sejak dibeli enam tahun lalu, Wimcycle saya belum pernah ganti spare-parts, kecuali standar yang pir-nya entah copot di mana. Saya bahkan belum pernah ganti ban luar dan ban dalam, --dan beruntung belum pernah mengalami ban bocor. Perpindahan gigi masih sangat mulus, asal rajin melumasinya. Sepeda Wiimcycle punya anak laki-laki saya juga sama tangguhnya. Meski sering tubruk sana-tubruk sini, roboh kanan-roboh kiri, serempet ini-itu, Wimcycle anak saya masih segar bugar, kecuali plastik mud-guard belakang yang robek kena tabrak sepeda lain.

[caption caption="Duo Wimcycles bikin saya dan jagoan kecil saya sohiban (Foto : Eddy Roesdiono)"]

[/caption]

Oh ya, tadi pagi sebelum antar anak saya ke sekolah TK yang hanya berjarak 800 meter dari rumah, saya dan putra saya sempat keliling perumahan naik Wimcycle masing-masing untuk menikmati udara pagi. Putra saya kemudian berhenti dan parkir sepeda di sekolahnya, untuk saya jemput agak siang jam 10.30, pakai sepeda juga.

Saya sendiri, setelah antar anak, mengayuh santai Wimcycle Roadchamp saya balik ke rumah, sembari mendengarkan Freddy Mercury dari grup musik Queen yang melantunkan lagu rancak ‘Bicycle Race’ melalui HP saya. Mau tahu sepenggal liriknya?

I want to ride my bicycle….I want to ride my bike. I want to ride it where I like….

Wimcycle Sepedaku!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun