Para buruh bangunan di sebelah rumah saya turut nonton, demikian pula tukang ayam keliling. Mbak asisten rumah tangga, tukang sayur, tukang setrika, petugas pengumpul sampah, sejumlah jamaah masjid yang baru menunaikan shalat gerhana dan dan bocah-bocah kecil yang baru kali ini melihat gerhana matahari.
[caption caption="Anak-anak menikmati gerhana matahari dengan kaca berjelaga (Foto: Eddy Roesdiono)"]
Bapak-bapak pensiunan yang saya taksir berusia 75 tahun, yang baru saja keluar dari masjid, minta pinjam alat saya. Beliau tertegun sejenak menatap matahari yang hampir tertutup bulan dan bergumam, “Sudah kedua kali ini saya melihat gerhana matahari total setelah tahun 1983. Subhanallah! Dan ini pastinya gerhana matahari total terakhir yang saya lihat. Terimakasih sudah dipinjami alat ini, Mas Eddy”
[caption caption="Nonton gerhana dengan membelakangi matahari menggunakan pinch hole box (Foto: Eddy Roesdiono)"]
Manakala the gerhana show usai, saya balik ke rumah saya. Saya happy, karena, setelah saya hitung dengar cermat, saya telah meminjam pakaikan alat itu pada sekitar 50 orang pagi itu. Dan saya baru sadar, untuk menatap suatu keindahan seperti ini, ternyata diperlukan tirai kelam.
Selamat menikmati liburan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H