Saya acapkali menugasi siswa kelas Intermediate di kursus bahasa Inggris saya untuk membuat PR terjemahan. Biasanya siswa menjalankan perintah ini dengan baik. Hanya saja saya tahu persis penerjemahan itu bukan dengan bantuan Google Translate.
Bagaimana saya bisa tahu?
Mudah saja; pertama karena hasil penerjemahan siswa rata-rata sama (sama salahnya, sama susunannya, sama kata-katanya).
Mereka menulis ulang materi terjemahan dalam bahasa Indonesia pada kolom bahasa asal (Indonesia), lalu klik kolom bahasa sasaran (Inggris).
Hasil terjemahan Google Translate kemudian di-copy paste untuk siswa seluruh kelas.
Kita tahu bahwa tidak ada mesin penerjemah yang bisa seakurat ketrampilan manusia; ini karena mesin penerjemah seperti Google Translate didesain berdasarkan input terjemahan kata per kata, atau prasa per frasa, atau klausa per klausa yang sudah baku dan tidak fleksibel bila tidak dimutakhirkan.
Hal-hal apa sajakah yang mungkin salah interpretasi?
Mari kita simak sejumlah contoh berikut ini. Sebagian besar contoh frasa, klausa dan kalimat sengaja saya tulis dalam ejaan bahasa Indonesia yang benar, dengan asumsi bahwa input ejaan bahasa Indonesia yang salah akan makin menghasilkan terjemahan yang salah.
Empat kalimat pertama adalah koleksi peribahasa. Bisa kita simak bahwa Google Translate tidak mampu menerjemahkan kata ulang seperti ‘berakit-rakit’. Google Translate tidak bisa pula menerjemahkan klausa yang dimulai dengan kata kerja ‘rusak’. Pada hasil terjemahan broken pot of milk artinya adalah ‘belanga susu yang rusak’.
Begitu pula pada penerjemahan ‘air beriak tanda tak dalam’ yang gagal diterjemahkan dengan akurat, dan bahkan menghasilkan kalimat yang kurang lengkap. Kata ‘tanda tak’ diterjemahkan sebagai no sign, dan ‘dalam’ yang harusnya deep diterjemahkan in the.
Terjemahan ‘dilarang merokok’ dan ‘matikan telepon genggam saat berada di dalam masjid’ bisa akurat karena di dalam Google Translate ada inputan ‘dilarang merokok’ dengan default frasa no smoking.