Mohon tunggu...
Eddy Prahasta
Eddy Prahasta Mohon Tunggu... Insinyur - Karyawan

Saya tertarik dengan masalah sosial; contoh kasusnya banyak, bervariasi, dan muncul setiap hari. Memahami masalah ini adalah dayatarik tersendiri.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Krisis Pangan Versus Kesejarteraan Para Petani Lokal

18 Mei 2024   18:23 Diperbarui: 26 Mei 2024   18:27 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1: Korban Krisis Pangan Global

Jika upaya-upaya ini telah ditempuh sekian lama, maka kebutuhan beras nasional tentu saja akan tercukupi, para petani mendapatkan bantuan modal dan akhirnya memperoleh keuntungan yang signifikan, para petani akan tetap bekerja, digaji, atau mendapatkan penghasilan tanpa memperhatikan panenannya (berhasil atau gagal), bisnis dan profesi petani (pertanian) semakin menarik (berprospek), beras menjadi terjangkau oleh masyarakat meskipun harganya bergerak dinamis sesuai dengan kaidah supply & demand apa adanya (objektif); semuanya happy.

Catatan Akhir

Kaidah "murah" di atas tentu saja perlu dikoreksi; beras itu (bahan pangan pokok) tidak harus murah, tetapi harus terjangkau oleh masyarakat; "murah" dan "terjangkau" adalah dua kata yang berbeda dengan makna yang tidak persis sama pula. Dengan terjangkau, konsekuensinya adalah ketersediaannya harus dijamin (produksi beras dalam negeri harus ditingkatkan), keterjangkauannya harus diusahakan (peluang pendidikan, kesempatan kerja, dan pendapatan masyarakat harus terus ditingkatkan), dan pemerintah perlu selalu memonitor dan menindak-lanjuti potensi masalah terkait hal ini.

Kita semua perlu peduli pada nasib petani lokal. Jangan biarkan mereka bermasalah dan terpaksa harus menanggung resikonya seorang diri hingga akhirnya mereka mengambil sikap yang dapat merugikan kita semua dalam jangka panjang (dengan menjual lahan-lahan produktifnya dan menjadi buruh tani). 

Unsur-unsur pemerintah perlu tanggap dengan potensi masalah besar ini dengan memberikan beberapa bimbingan, penyuluhan, bantuan, atau bahkan membeli dan mengkonsolidasikan lahan-lahan produktif para petani agar akhirnya tetap bisa berproduksi secara optimal sementara mereka tetap dapat bekerja sebagai petani.

Bisnis bahan pangan (termasuk beras), karena menjadi hajat hidup orang banyak, perlu dibuat menarik, bergairah, berprospek, dan berkelanjutan. Artinya, pada konteks ini, bisnis ini juga harus (dipastikan) menguntungkan konsumen dan para petani sebagai pelaku utamanya. Marilah kita (termasuk unsur-unsur pemerintah dan swasta) pikirkan, cari caranya, dan lakukanlah.   

Import pangan (khususnya beras) pada kondisi tertentu bisa jadi tidak terhindarkan. Jadi, jika kondisinya sangat mendesak, hal itu boleh-boleh saja dilakukan. Hanya saja, tidak boleh menjadi kebiasaan. Jika memang harus dilakukan, maka hal itu harus didahului dengan pertimbangan yang sangat matang dan akurat terkait waktu (kapan) saatnya, berapa lama durasinya, dan berapa pula besarannya. 

Meskipun demikian, yang paling disarankan adalah pihak-pihak pemerintah atau swasta terlebih dahulu (memprioritaskan) melakukan upaya-upaya peningkatan produksi bahan pangan lokal/nasional (baik secara intensif maupun ekstensif) dalam jangka panjang (tindakan internal yang produktif) ketimbang solusi instan import beras (tindakan eksternal yang menyebabkan kebergantungan).

Masalah tingkat kesejahteraan atau tingkat kemiskinan terkait profesi petani sangat penting dan mendesak untuk dipahami dan diberikan solusinya. Masalah ini cukup pelik, memiliki unsur sistemik, dan menyangkut orang banyak dalam jangka panjang. Demikian pula halnya dengan masalah "buruh kecil" & "pedagang kecil" yang eksis di negeri ini. Mengapa? Karena "hanya itu" yang dapat dilakukan oleh sebagian orang "sementaun ini" di lingkungannya yang tidak nyaman, tidak mendukung, dan juga sulit untuk berubah. Sebagian cara (solusi) yang dilakukan belum mampu merubah nasib mereka. Ini PR-nya; diperlukan cara lain yang luar biasa untuk memahami, menguraikan, memformulasikan, dan memberikan solusi yang "pas" dan berkelanjutan untuk mereka agar situasinya membaik dari waktu-ke-waktu.

Jika direnungkan, nampaknya, kemiskinan tidak akan pernah musnah di muka bumi. Manusia tetap saja memiliki hirarki (atas-tengah-bawah). Rejeki dan nasib manusia akan selalu berbeda satu sama lainnya; sesuai dengan "takdir" masing-masing (terlepas dari bagaimana mekanismenya). Hirarki yang paling bawah mau-tidak-mau akan "melayani" tingkatan yang berada di atasnya. Ini sudah alami dan juga merupakan "hukum alam" (sunnatullah) dimana manusia saling membutuhkan dan cenderung untuk bekerja sama. Jadi, sebenarnya, (tingkat) kemiskinan itu, dalam perspektif tertentu, bisa jadi tidak dipandang sebagai masalah besar (hulu). Masalah (turunan) ini bisa jadi akan "dilupakan", jika mereka: (1) ikhlas/ridho/syabar menerima nasib apa adanya; (2) mensyukuri segala pemberian (apapun yang mereka miliki); (3) sudah merasa bahagia; (4) tidak ada rasa-rasa iri, dengki, dan kesal dengan sesama (karena "keadilan" telah tersebar merata); dan (5) bantuan pemerintah (terlepas dari kecukupannya) telah tersebar di sektor-sektor penting (pendidikan, pangan, kesehatan, kesempatan kerja, dan lain sejenisnya). Pada 5 kondisi ini, manusia akan tetap bahagia (puas) meskipun dalam kondisi miskin. Kemiskinan bukan masalah sama sekali. Jadi, inilah yang juga perlu diperjuangkan. Kita perlu menempuh solusi-solusi yang mengkombinasikan berbagai aspek untuk mengatasi masalah-masalah manusia, termasuk 5 kondisi ini.

Referensi

(Upland, 2024)

Upland. Dampak Kenaikan Harga Pangan di Indonesia. 2024. https://upland.psp.pertanian.go.id/public/artikel/1704858527/dampak-kenaikan-harga-pangan-di-indonesia. 01 Januari 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun