Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Segitiga Setan Penyebab Gizi Buruk di Provinsi NTT

25 Juni 2015   07:40 Diperbarui: 4 April 2017   16:15 1664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih lanjut Fernandez menjelaskan mengenai pentingnya investasi SDM sejak dalam kandungan sampai 1.000 hari pertama yang disebut “Golden Period”. “Karena kapasitas terpasang otak manusia selesai dalam periode ini – 80 persen selesai sampai dengan umur dua tahun - sisanya 20 persen antara umur dua tahun sampai lima tahun. Pada saat si Polan/si Paolin masuk SD, kapasitas otak terpasang sudah selesai dibentuk. Ada yang berisi penuh, separuh penuh, bahkan kosong! Ibarat memory hard disc, ada yang berukuran Terra Bite, ada Giga Bite, ada Mega Bite, dan Kilo Bite, bahkan ada yang Bite saja!”

Kembali soal fakta gizi buruk, menurut Fernandez, saat ini (34 persen) mereka akan jadi input sekolah dasar. “Mau sekolah dari emas, gurunya S3, kurikulumnya teruji, (anak-anak penderita gizi buruk) tidak bakal bisa mengikuti proses pendidikan dengan baik, apalagi jadi output yang baik dan bisa jadi sumber daya secara ekonomi.” Lalu dia melontarkan kalimat satire, “Banyak berdoa saja agar kemiskinan kita jangan menjadi akar dari berbagai permasalahan sosial (baca: kejahatan). Kadang-kadang saya berpikir, untung kita ini kuat berdoa.... he he he.”

Isolasi fisik

Permasalahan kemiskinan, gizi buruk, dan rendahnya indeks pembangunan manusia di NTT sudah seperti benang kusut. Tak ada persoalan tunggal karena semuanya saling terkait dan saling memengaruhi.

Kasus gizi buruk, misalnya, bukan semata-mata karena kemiskinan. Rendahnya pengetahuan pun tak bisa disorot sebagai penyebab tunggal. Ternyata buruknya infrastruktur transportasi ikut memberi sumbangan, seperti dilaporkan Harian KOMPAS di atas, yang menyontohkan kematian dua balita di Desa Manusasi, Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Desa tersebut berlokasi 50 kilometer dari Kefamenanu, Ibukota TTU. Hanya bisa dijangkau dengan ojek tapi biayanya mencapai Rp 200 ribu! Akibatnya Dinas Kesehatan kesulitan mengontrol kondisi kesehatan masyarakat di sana, sebagaimana dikeluhkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Stefanus Bria.

Ketua Komisi V DPRD NTT Winston Rondo mengingatkan Pemprov NTT untuk mewaspadai periode Juni-Desember yang merupakan puncak musim kemarau dan rawan pangan di sejumlah daerah NTT. Sementara Direktur Perkumpulan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR) NTT Sarah Lery Mboik menilai, revolusi kesehatan ibu dan anak (KIA) yang diluncurkan pada 2012 dengan mengalokasikan anggaran miliaran rupiah tidak banyak berpengaruh terhadap penyelesaian masalah gizi buruk di NTT. Menurut mantan anggota DPD ini, kasus gizi buruk di NTT sudah menahun, terjadi sejak 20 tahun silam, dan tidak pernah berubah sampai hari ini.

”Setiap penyusunan APBD antara pemda dan DPRD ujung- ujungnya untuk kepentingan mereka, melalui sejumlah proyek siluman. Rakyat selalu jadi korban. Kalau ada anggaran untuk rakyat, seperti Program Anggur Merah, pun hanya bagi kelompok warga yang mendukung kepala daerah itu, sementara rakyat yang dianggap lawan politik diabaikan begitu saja,” ujar Lerry dikutip KOMPAS.

Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini, kepada Liputan6.com, mengatakan, masih banyaknya gizi buruk di NTT dan beberapa daerah di Indonesia karena Pemerintah belum menjalankan amanat Peraturan Pemerintah 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi.

Menurutnya, pada Pasal 37 – Pasal 40 PP 15/2015 sudah jelas mengatur tentang Perbaikan Gizi Masyarakat. Dalam konteks inilah, Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya menyusun dan melaksanakan kebijakan mengenai perbaikan Gizi Masyarakat.

Amelia mendesak agar ada sinergi dan koordinasi antar pemerintah. “Selama ini kerjasama lintas pemerintah masih kurang, karenanya perlu dikuatkan kerjasamanya untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat,” ujar politisi NasDem ini. (*)

Keterangan gambar: Grafik kecenderungan gizi buruk di Indonesia 2007-2013 (sumber: Dr Hyron Fernandez)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun