Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jokowi Kecil dari Kampung di NTT

26 Juli 2014   23:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:05 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14063586171465657906

[caption id="attachment_316892" align="aligncenter" width="225" caption="Dr Jonatan A Lassa MSc Dr.Ing (www.ash.harvard.edu)"][/caption]

PRESIDEN dan wakil presiden terpilih Joko Widodo – Jusuf Kalla akan menyusun kabinet untuk membantu pemerintahan mereka. Walau mendapat beberapa kritik dari sejumlah kalangan, Jokowi dikabarkan tetap menggunakan pola lelang jabatan seperti di DKI untuk menjaring para menterinya. Kita sebagai masyarakat biasa pun tidak dilarang untuk mengusulkan kandidat potensial yang memiliki kapasitas mumpuni untuk mengisi pos-pos yang ada.

Kriteria yang disodorkan Jokowi sederhana, tapi tidak mudah. Yakni kepemimpinan (leadership)-nya kuat, kompeten, punya kemampuan manajerial yang baik, paham administrasi pemerintahan, bersih, dan tentu saja mau melayani.

Karena masyarakat dibolehkan mengusulkan nama-nama kandidat, maka kami, sejumlah anak-anak asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), ingin menyodorkan satu sosok terbaik yang kami punya untuk ikut membangun negeri dan bangsa ini. Dia adalah Dr Jonatan A Lassa MSc Dr.Ing. Kami mengusulkan dia sebagai Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT).

Siapa sih dia? Kok baru tahu namanya sekarang (ketika Anda membaca artikel ini)? Bisa apa dia?

Ya, mungkin nama ini masih asing di telinga masyarakat Indonesia. DR Jonatan memang tidak sering berbicara dari televisi ke televisi, juga bukan buruan para reporter untuk mendapat kutipan menohok dan kontroversial. Apalagi dia sangat jauh dari pusat pemerintahan dan tidak punya relasi khusus dengan para pemain utama di kancah perpolitikan negeri ini.

Tetapi dia tak pernah berhenti berpikir tentang bangsa ini. Sumbangan pemikirannya bertaburan di berbagai jurnal ilmiah. Lebih dari 100 karya tulis, artikel populer, dan opini di media massa terkemuka (antara lain Kompas, The Jakarta Post, Pos Kupang, dan sebagainya), dan tidak terhitung di blog dan newsletter untuk kalangan terbatas. Dengan mengetikkan “Jonatan A Lassa” di mesin pencarian Google, Anda sudah bisa mengetahui apa saja “isi kepala” DR Jonathan.

Selain sumbang saran pemikiran untuk bangsa, DR Jonatan adalah pemikir penting bagi kami orang NTT. Di antaranya menjadi inisiator pembentukan Forum Academia NTT (FAN), sebuah perkumpulan kaum intelektual yang selalu berdiskusi mengenai berbagai isu dan juga memberikan penghargaan NTT Academia Award bagi orang-orang spesial, kreatif, dan rela mengorbankan dirinya bagi kemaslahatan banyak orang di NTT.

DR Jonatan juga tak pernah berhenti meneliti mengenai penghidupan berkelanjutan dan mengunjungi daerah-daerah tertinggal di lebih dari 12 provinsi di Indonesia, antara lain Papua, Papua Barat, NTT, dan NTB. Juga berpengalaman dalam kegiatan kemanusian dan penelitian di Aceh, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Sumatra Barat, Sumatra Utara (termasuk Nias dan Tapanuli Tengah). Berpengalaman dalam menangani pengentasan kemiskinan perkotaan di Jawa Timur bersama Badan Pangan Dunia dan lambaga-lembaga swadaya masyarakat sekitar tahun 2000-2002. Juga berpengalaman dalam berbagai pengelolaan program lembaga-lembaga internasional maupun lokal dalam 15 tahun terakhir.

Alumni Harvard University, Cambridge, ini juga memberikan perhatian untuk pendidikan anak bangsa. Selain tak pernah berhenti mendorong dan membantu mencarikan beasiswa bagi kaum muda untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri, DR Jonatan juga mendirikan Kupang International Montesori School (KIMS), sebuah sekolah yang ‘berbeda’ dibanding sekolah pada umumnya. Sekolah ini menonjolkan aspek kejujuran dan kualitas dari anak didik, membantu mereka menjadi theory builders, inventors, dan creator, filsuf dan produsen ide sejak usia dini serta pembawa perdaimaian bagi dunia (peace makers).

Saya kira saudara Andy F Noya sebagai host acara Kick Andy perlu mengundang DR Jonatan untuk menceritakan pengalaman hidupnya yang tidak mulus di pelosok NTT, persisnya di Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Mengapa? Karena seperti Jokowi, yang juga datang dari keluarga miskin di bantaran kali, kehidupan DR Jonatan tak jauh berbeda.

Masa kecilnya bukan momen indah untuk dikenang. Dia berasal dari keluarga miskin. Tekanan kemiskinan membuat Dr Jonatan harus berjualan kue berkeliling Kota Soe, antara tahun 1985-1990. Sehingga jangan sodorkan teori-teori tentang kemiskinan kepadanya untuk dipahami, karena dia sudah pernah mengalaminya sendiri. Hal ini pula yang mendorong DR Jonatan untuk berperang melawan kemiskinan melalui pemikiran dan berbagai tindakan. Sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat NTT, umumnya kami sudah terbiasa hidup dalam kemiskinan. Bahkan, selain miskin, NTT juga akrab dengan berbagai bencana.

Daerah Berpotensi Maju
Dalam pemikirannya, DR Jonatan mengatakan, sebenarnya nama Kementerian Daerah Tertinggal kurang tepat. “Bukan Kementerian Daerah Tetinggal! Seharusnya Kementrian Daerah Berpotensi Maju (KDBM). Saya ingin mendorong pemerintah mengubah istilah kementerian daerah tertinggal menjadi kementrian daerah potensial atau daerah berpotensi maju secara ekonomi sosial dan budaya. KDBM akan menjadi bendera yang memberikan pesan optimistis bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tulis DR Jonatan dalam pesannya kepada kami yang ingin mengusulkan namanya kepada Pak Jokowi.

Menurut DR Jonatan, konotasi 'daerah tertinggal' memberikan makna yang keliru tentang potensi daerah-daerah tersebut. Daerah 'tertinggal' bukanlah daerah yang miskin sumber daya alam. “Seharusnya dipahami bahwa tiap daerah memiliki potensi untuk berkembang menuju potensi yang tak terbatas, karena manusia merupakan makhluk kreatif yang di banyak tempat di dunia, terbukti mampu mengubah nasibnya dari 'tertinggal' dan miskin menjadi sejahtera, bahkan berdayasaing global,” tulis DR Jonathan.

Dia menyebut Singapura sebagai contoh. Dengan berbagai ketertinggalan di era tahun 1960-an, namun dengan visi yang jelas dari pemimpinnya dan tekad untuk sehat dan pintar (pendidikan) serta kerja keras mampu menjadi negara maju hanya dalam waktu 20-30 tahun kemudian. “Dalam terminologi yang 'merendahkan' dan pesimistis, bisa dipahami 'daerah tertinggal' adalah daerah yang rentan terhadap ancaman bencana maupun kemiskinan. Daerah yang ketahanan pangan dan airnya rentan atas berbagai tekanan alam maupun sosial ekonomi politik. Daerah yang rawan dan kurang mampu.”

Daerah-daerah 'tertinggal' cenderung rentan bencana, rentan pangan, rentan penyakit, rentan putus sekolah karena dan sederet kerentanan sosial ekonomi lainnya. Daerah tertinggal sejatinya tidak sama dengan provinsi tertinggal karena tidak semua desa tertinggal terletak hanya di propinsi tertinggal. Juga di berbagai propinsi-propinsi yang dilabeli tertinggal justru memiliki kantong-kantong masyarakat yang telah keluar dari masalah kemiskinan terutama kelurahan-kelurahan tertentu di ibu kota provinsi di Tanah Air. Daerah berpotensi maju (maupun daerah maju berpotensi tertinggal) intinya berbicara soal tempat atau ruang yang mengalami keterisolasian multi-dimensi. Pemikiran DR Jonatan mengenai pembangunan daerah berpotensi maju akan diposting dalam artikel terpisah.

Demikian sedikit ulasan mengenai sosok Dr Jonatan A Lassa MSc Dr.Ing. Harapan kami, sosok potensial ini bisa dioptimalkan oleh pemerintahan Jokowi-JK untuk memajukan Indonesia, negeri milik kita bersama . (*)

Artikel terkait:
[Surat untuk Jokowi] Dukung Dr. Ing. Jonatan Lassa, MSc Figur Muda Berkompeten asal NTT sebagai Menteri Pembangunan Daerah Berpotensi Maju

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun