Komentar Pembaca indon indon, “Indonesia tidak butuh Fadli Zon.”
Fahri: "Kartunya saja itu kan mesti ditender. Kartu itu satu bisa seharga Rp 5.000. Ini Rp 5.000 kali 15 juta orang, sudah berapa coba? Program di atas Rp 1 miliar saja harus ditender, apalagi yang triliunan. Kan negara ini enggak main-main ya," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Rabu (5/11/2014). (Kompas.com)
Komentar Pembaca: Djamintan Pakpahan, “Kalo tdk tampil beda sama Jokowi, bukan Fahri atau Fadli Zon namanya, yg namanya KMP sudah diprogram hrs selalu beda dgn pak Jokowi. Persoalan ini akan selesai kala rakyat sudah mulai gerah n datang ke Senayan membungkam semua Politikus2 BUSUK ini. Jadi terus saja ribut biar rakyat cepat datangnya.”
Pembelaan Ruhut Sitompul
Ruhut “Poltak” Sitompul mengkritik balik para pengritik Jokowi terkait “Tiga Kartu Sakti”. “Mending pada berkaca dulu deh. Atau kalau enggak, saya bawa kaca gede-gede dari rumah, biar mereka ngaca,” ujar Si Raja Minyak di kompleks parlemen, Senayan, Jumat (7/11/2014).
Ruhut yang menyatakan apresiasi atas kartu-kartu tersebut melanjutkan, “Kalau mau mempermasalahkan (kartu sakti) itu, pemerintah harus datang ke mana? Ingat, DPR ini jumlahnya 560 orang, bukan setengah di sini lalu setengah di sana," lanjut Ruhut menyinggung masih adanya dua kubu, yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, yang menjalankan agenda masing-masing di DPR. (Kompas.com)
Di situs berita merdeka.com, Ruhut meminta rekan-rekannya di DPR tidak mempersoalkan dasar hukum program “Kartu Sakti”. "Kita tahu Pak Jokowi sangat kooperatif. Kita enggak usah debatkan dasar hukumnya tapi Pak Jokowi janji kampanyenya mau realisasi," tegas Ruhut yang mengklaim program KIS dan KIP merupakan kelanjutan program mantan Presiden SBY. "Kartu ini penjelmaan dari (pemerintahan) Pak SBY yang dulu, bagi kami enggak ada masalah. Apa arti sebuah nama, tapi program rakyat itu masih diharapkan kartu itu kelanjutan program Pak SBY," ujarnya.
Biarkan para wakil rakyat itu terus bertengkar mengenai program-program pemerintahan Jokowi-JK. Saya bahkan sangat berharap Duet FF mempertahankan sikap mereka hingga akhir pemerintahan Jokowi-JK. Tak masalah meskipun keduanya menjadi musuh publik. Kritikan keduanya, kendati oleh sebagian besar publik tampak berlebihan dan merecoki kerja pemerintah, justru bermanfaat karena memberi tantangan dan mendorong pemerintah untuk bekerja lebih serius untuk membuktikan bahwa kritikan Duet FF salah besar. Siapa yang untung? Tentu saja kita sebagai rakyat Indonesia.
Pesan saya untuk Duet FF, teruslah mengkritik pemerintah sampai titik darah penghabisan! (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI