Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ada “Tangan” Anjing Diborgol di Pasar Lili

19 Desember 2014   04:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:59 1499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Suasana di Pasar Lili, Kabupaten Kupang, NTT, Sabtu 6 Desember 2014 (foto: eddy mesakh)"][/caption]

JANGAN datang kalau bukan Sabtu. Nanti Anda hanya menemukan lapak-lapak kosong dan area pasar yang sepi tanpa pedagang maupun pembeli. Berbeda dari umumnya pasar-pasar di kota-kota besar, Pasar Lili di Camplong, Kecamatan Fatule’u, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), hanya beroperasi sekali seminggu. Pasar Lili terletak di sisi Jl Timor Raya, sekitar 38 kilometer dari Kota Kupang, Ibukota NTT.

Kendati namanya mirip sejenis bunga, ini bukan pasar tanaman hias. Ini pasar tradisional biasa yang menjual aneka kebutuhan masyarakat. Nama “Lili” merupakan nama desa di mana pasar tersebut berada. Ada banyak pasar mingguan seperti ini di Kabupaten Kupang, antara lain Pasar Camplong, Pasar Oekabiti, Pasar Batu Putih, Pasar Kauniki, Pasar Buraen, Pasar Sainafu, dan masih banyak lagi. Semua pasar tersebut beroperasi seminggu sekali, sama seperti Pasar Lili, namun berbeda “hari pasarnya”.

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Para penjual sayuran di Pasar Lili ini umumnya menjual hasil kebunnya sendiri. (foto: eddy mesakh)"]

asa
asa
[/caption]

Setiap pasar tersebut memiliki “hari pasar” sendiri-sendiri. Bedanya, Pasar Lili sejak puluhan tahun silam lebih dikenal sebagai pasar hewan/ternak, meskipun di lokasi yang sama juga dijual berbagai kebutuhan lainnya. Belakangan, pasar hewan, khususnya hewan besar seperti sapi, kerbau, dan kuda, dipisahkan ke lokasi berbeda, dan hari pasarnya pun berbeda, yakni tiap Rabu dan Kamis. Sementara hewan kecil seperti kambing, domba, babi, hingga anjing (untuk dimakan), tetap diperjualbelikan di bagian belakang Pasar Lili.

Aktivitas jual beli di Pasar Lili tidak dimonopoli oleh para pedagang. Di sini, pedagang dan masyarakat (umumnya petani dan peternak) dari kampung-kampung bisa berjualan. Masyarakat dari berbagai pedesaan di Kabupaten Kupang, Kota Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), dan Belu menjadikan Pasar Lili sebagai tempat menjual hasil kebun, ladang, dan ternak. Sementara para pedagang ‘benaran’, selain sebagai pedagang perantara yang menjual ternak, sayuran, dan buah-buahan, ada juga yang menjual produk-produk hasil industri seperti sabun, shampo, pasta gigi, peralatan dapur, peralatan pertukangan, alat kebun, minyak tanah, hingga kebutuhan sandang seperti baju (tak terkecuali baju bekas/ballpress alias “RB” – istilah orang Kupang), tas, sandal, sepatu, dan sebagainya. Para pedagang yang menjual produk hasil industri umumnya berasal dari Kota Kupang. Biasanya mereka juga merupakan para pedagang yang selalu berkeliling dari pasar satu ke pasar lainnya.

Tidak ditimbang

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Penjual ikan di Pasar Lili, Kabupaten Kupang (foto:eddy mesakh)"]

asasas
asasas
[/caption]

Harga sayuran dan buah-buahan di Pasar Lili memang tergolong murah (mungkin sangat murah jika dibandingkan dengan harga di pasar-pasar dalam kota). Ini lantaran kebanyakan sayuran dan buah-buahan tersebut berasal dari tangan pertama alias dijual langsung oleh petani.

Seperti umumnya pasar-pasar rakyat di Timor, sayuran dan buah-buahan tidak dijual menurut ukuran berat alias tidak ditimbang, melainkan dijual per ikat atau per kumpul. Misalnya sayur bayam atau kangkung, satu ikatnya berkisar antara 500 gram hingga satu kilogram. Harganya bervariasi antara pedagang satu dan lainnya, namun rata-rata dijual Rp 2.000 per ikat atau Rp 5.000 per tiga ikat. Sementara buah-buahan dan sayuran berbentuk buah seperti tomat dan jeruk nipis, cabai, sirih, pinang, bawang, dll, dijual per kumpul. Tomat, misalnya, dijual Rp 2.000 per kumpul berisi 15-20 buah. Ikan pun dijual per kumpul seperti itu. Hanya daging, beras, terigu, dan beberapa produk lainnya yang dijual berdasar ukuran berat.

Umumnya masyarakat petani dari kampung-kampung datang ke pasar tersebut tak sekadar untuk menjual hasil kebun dan ternak, tetapi juga untuk berbelanja kebutuhan yang tidak bisa diperoleh di kampungnya. Uang belanja tersebut diperoleh dari hasil penjualan sayuran, buah-buahan, dan ternak. Bagi masyarakat dari kampung-kampung di pedalaman Pulau Timor, “hari pasar” memberi keuntungan tersendiri, khususnya dari segi transportasi. Sebab, akses terhadap transportasi lebih mudah diperoleh sehari sebelum dan saat “hari pasar”.
Selain itu, pasar-pasar mingguan yang umumnya telah beroperasi sejak puluhan tahun, seperti halnya Pasar Lili,

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Seperti inilah ternak babi yang dijual di Pasar Lili (foto: eddy mesakh)"]

asa
asa
[/caption]

sangat membantu masyarakat NTT di daratan Timor untuk menjual hasil kebun dan ternak, sekaligus tempat berbelanja kebutuhan harian yang tak bisa diperoleh di kampung. Minimal masyarakat pedalaman bisa memperoleh harga lebih murah dibanding harga di kampungnya untuk menebus sabun, pasta gigi, busana, peralatan dapur, minyak tanah, dan kebutuhan lainnya. Satu lagi, masyarakat yang berasal dari daerah pegunungan bisa memperoleh ikan laut yang jarang diperjualbelikan di kampung mereka.

Pasar Lili tak hanya menjadi tempat bagi masyarakat dari kampung-kampung dan para pedagang, tetapi juga menjadi tempat berbelanja masyarakat dari Kota Kupang yang ingin memperoleh harga lebih murah. Sebab, di pasar-pasar seperti ini, masyarakat dari Kota Kupang bisa memperoleh ternak, sayuran, dan bumbu masak dari tangan pertama. Selain lebih murah, konsumen juga bisa memperoleh sayuran dan buah-buahan dari kampung-kampung yang lebih aman dan menyehatkan karena diusahakan secara organik tanpa menggunakan pupuk kimia dan obat-obatan.

Pasar Lili dikelola oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Kupang. Terakhir kali direnovasi pada 2011 atas kerjasama Kementerian Perdagangan Republik Indonesia bekerja sama dengan Pemkab Kupang menggunakan Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana Perdagangan.
“Tangan” anjing diborgol, babi dikarungin

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Seorang pria membawa anjing yang baru saja dibeli di Pasar Lili (foto:eddy mesakh)"]

asa
asa
[/caption]

Ketika berbelanja di Pasar Lili, Sabtu pagi, 6 Desember 2014, saya menyaksikan hal-hal unik di area penjualan ternak pada sisi belakang pasar tersebut, yakni ada ‘tangan’ alias kedua kaki depan anjing yang diikat ke belakang layaknya polisi memborgol pelaku kejahatan yang tertangkap. Kedua kaki belakang pun diikat jadi satu menggunakan ‘tali gewang’, tali tradisional dari daun pohon gewang (Corypha gebanga)- sejenis pohon palem.
Puluhan ekor anjing kampung yang diperjualbelikan diikat seperti itu. Seorang penjual anjing menjelaskan, anjing lebih tenang, tak banyak bergerak, dan tak bisa menggigit bila diikat seperti itu. Pun lebih mudah ditenteng pembeli, cukup dengan memegang pada kedua “tangan” yang terikat itu. “Dia sonde bisa gigit kalo ikat begitu...hahahaaa...,” ujar seorang pedagang anjing.

Seekor anjing berukuran sedang, seberat kira-kira 15 kg, bisa ditebus seharga Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Sedangkan yang berukuran lebih besar, harganya bisa mencapai Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu per ekor.
Untuk apa orang membeli anjing di pasar? Bagi sebagian masyarakat di Timor dan NTT pada umumnya, daging anjing menjadi menu istimewa dan konon sangat lezat. Apalagi disantap sebagai “tolakan” alias teman minum sopi – minuman tradisional beralkohol khas di sana. Jadi, jangan heran bila Anda melihat banyak anjing diperjualbelikan ketika berkunjung ke pasar-pasar mingguan di Kabupaten Kupang, karena konsumennya banyak dan sangat laris. Di Kupang, banyak warung khusus menyediakan menu daging anjing pedas yang disebut “RW”.
Di lokasi yang sama juga diperjualbelikan ternak babi, baik babi dewasa untuk dipotong maupun anak babi sebagai bibit untuk dipelihara. Babi-babi tersebut ada yang dikarungin oleh penjualnya, sementara ratusan ekor babi lainnya hanya diikat kakinya menggunakan tali gewang.

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Seperti inilah para pedagang mengikat anjing-anjing yang diperjualbelikan di Pasar Lili (foto:eddy mesakh)"]

asasa
asasa
[/caption]

Harga babi cukup tinggi. Anak babi berumur sekitar dua bulan harganya antara Rp 500 ribu – Rp 600 ribu per ekor. Sedangkan babi berukuran sedang, berumur 6-8 bulan, berkisar antara Rp 800 ribu – Rp 1,5 juta per ekor. Babi termasuk jenis ternak paling laris di daratan Timor yang mayoritas penganut Kristen Protestan dan Katholik.

Dengan harga yang relatif murah, ternak babi sangat cocok bagi masyarakat setempat untuk kebutuhan pesta-pesta berskala kecil. Selain dagingnya disukai, harga ternak ini tidak terlalu mahal dibanding sapi atau kerbau yang berharga paling murah sekitar Rp 3 jutaan per ekor. Sapi dan kerbau umumnya disembelih ketika ada pesta berskala lebih besar, seperti pesta pernikahan dan pesta-pesta adat yang biasanya mengundang lebih banyak tamu.

Sejumlah pedagang ternak mengaku penjualannya meningkat pada hari-hari jelang Natal dan Tahun Baru seperti saat ini. “Karena ada banyak acara keagamaan di bulan Desember. Ada orang sidi (penahbisan bagi penganut Kristen Protestan yang sudah menginjak usia dewasa-pen), baptisan kudus, apalagi sudah mendekati Natal dan Tahun Baru,” ujar seorang pedagang ternak di Pasar Lili yang mengaku hari itu sudah berhasil menjual enam ekor babi berukuran sedang dan besar.

Setelah bersepakat harga dengan penjual ternak, jangan lupa meminta “surat legalitas” ternak yang Anda beli alias Surat Keterangan Jual Beli/Mutasi Ternak. Dalam surat tersebut antara lain tertera nama pemilik ternak, alamat, pekerjaan, jenis ternak, warna bulu (ciri-ciri), jenis kelamin, bentuk potongan telinga (di Timor, biasanya telinga hewan ternak dipotong/diiris sebagian dengan pola tertentu. Setiap pemilik ternak memiliki model potongan berbeda-beda). Surat tersebut ditandatangani oleh Kepala Desa dari mana ternak itu berasal. Setiap pembeli ternak harus menunjukkan surat ini kepada petugas dari Dinas Perdagangan di sebuah pos yang terletak dekat pintu keluar pasar. Ini untuk memastikan bahwa hewan/ternak yang Anda beli bukan berasal dari hasil kejahatan atau hasil curian. Tanpa surat tersebut, jangan harap bisa membawa pulang ternak yang Anda beli.

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Setelah membeli, Anda wajib meminta surat identitas ternak dari penjual. Tanpa surat ini Anda bisa kesulitan membawa keluar ternak yang telah dibeli. (foto:eddy mesakh)"]

asaa
asaa
[/caption]

Itulah keunikan pasar-pasar di daratan Timor, NTT. Hanya perlu sedikit sentuhan lagi agar pasar-pasar tersebut bisa bertumbuh menjadi penyokong dan penggerak ekonomi masyarakat pedesaan di daerah tersebut. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun