Perlu dukungan para pihak terkait, misalnya dari Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI). Apalagi ada nama orang besar seperti Hatta Radjasa yang oleh APKLI ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pembina Relawan Pedagang Kaki Lima (PKL). Tentu kita berharap agar Pak Hatta Radjasa bisa membantu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatur para PKL di Jakarta. Bahkan, tak hanya pembinaan para PKL di Jakarta, tetapi di seluruh Indonesia. Setidaknya ikut membangun kesadaran para PKL agar bisa patuh pada peraturan yang ada, dan bukan sekadar mengambil keuntungan poilitis dari para pedagang kecil itu.
Ketika didaulat sebagai Ketua Dewan Pembina PKL, pertengahan 2013 silam, Hatta yang ketika itu masih menjabat Menko Perekonomian, menyatakan bahwa dirinya yakin para PKL bisa ditata, dibina, dan diberdayakan, karena para PKL pun diharapkan bisa memberikan kontribusi besar bagi negara.
Hatta meminta APKLI agar intensif membangun komunikasi dengan pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya penataan dan pemberdayaan PKL. Di samping itu, Hatta mengingatkan bahwa Perpres No 125/2012 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL merupakan payung hukum yang mengikat, sebuah perintah yang harus dijalankan oleh semua pihak, baik pemerintah, BUMN, swasta, dan pemangku kepentingan lainnya.
“APKLI harus mengawal pelaksanaan Perpres 125/2012 tersebut, Insya Allah PKL ke depan naik kelas menjadi pengusaha kecil, menengah bahkan pengusaha besar. Pemberdayaan YES, Penggusuran NO," ujar Hatta ketika itu, sebagaimana dikutip JPNN.com.
APKLI sendiri mendesak Gubernur Ahok agar menghentikan kekerasan terhadap para PKL. AKLI menghendaki para PKL dimanusiakan, diajak berdialog, dan diberdayakan. Pertanyaannya, bagaimana bisa berdialog dengan masyarakat yang lebih suka melanggar peraturan? Pertanyaan selanjutnya, apakah APKLI memiliki anggota riil dan para PKL di Monas terdaftar sebagai anggota asosiasi itu?
[caption id="attachment_345541" align="aligncenter" width="300" caption="SAMPAH - Sampah berupa plastik bungkusan makanan ringan dan botol minuman ringan dibuang pengunjung Monas ke dalam kolam, Jumat, 2 Januari 2015. (eddy mesakh)"]
Pemda DKI telah mengupayakan solusi akan memindahkan ke lokasi yang lebih layak, bahkan bekerja sama dengan pihak swasta hampir selesai menyiapkan lokasi berjualan yang lebih layak sekaligus menghindarkan para PKL dari berbagai pungutan liar (Pungli) dari oknum-oknum tertentu. Kita patut mencurigai adanya oknum-oknum tertentu yang sengaja menciptakan kondisi chaos untuk melanggengkan bisnis haram mereka; melakukan Pungli dari para PKL.
Layang-layang, taman, dan sampah
Kebetulan cuaca di Monas hari itu sangat bersahabat karena cuaca mendung, sehingga pengunjung bisa bersantai di rumput tanpa tersengat panas matahari. Sayangnya pengunjung harus selalu waspada terhadap ancaman “serangan udara” dari ratusan layang-layang.
[caption id="attachment_345537" align="aligncenter" width="300" caption="BERMAIN LAYANGAN - Seorang anak bermain layang-layang di Taman Monas, Jumat, 2 Januari 2015. Layang-layang di udara menambah keindahan tetapi sekaligus menjadi ancaman karena bisa melukai pengunjung lainnya. Mungkin perlu disediakan lokasi khusus di Monas bagi penggemar layang-layang. (eddy mesakh)"]
Tak masalah, bahkan menambah indah pemandangan, seandainya layang-layang itu melambai-lambai di udara. Menjadi persoalan ketika para orangtua membiarkan anak-anak mereka yang masih kecil sendirian menerbangkan layangan. Beberapa kali kami harus berpindah lokasi duduk lantaran beberapa layangan menukik tajam hanya beberapa centimeter dari tempat duduk. Benang layang-layang pun mengancam pengunjung yang berjalan-jalan di dalam taman. Mungkin Pemda Jakarta perlu menyediakan area khusus di dalam area Monas bagi para penggemar layang-layang untuk menyalurkan hobi mereka.