Resti ingat, ketika dia pertama kali mengutarakan maksud pada Wildan suaminya, untuk mendaftar diclub Gymnasium. Aneh? sang suami ternyata tak bereaksi sedikitpun.Â
Padahal, sebelumnya Resti sudah menduga bahwa suaminya akan marah atau bisa saja akan menertawainya atas permintaan nya yang tidak-tidak itu.Â
Dia pun tak akan kecewa, bila ternyata Wildan tak mengijinkan niatnya itu. Dan bila itu yang terjadi, berarti suaminya masih memberi perhatiannya padanya.Â
Terbalik dari dugaannya semula, ternyata sangkaannya meleset. Tak ubahnya seorang pelaku pantomim. Suaminya cuma mengangkat kedua bahu sambil menggerakkan kepala dan mengangkat alis seperti tak acuh.Â
Malah mulutnya tak sepatahpun mengeluarkan komentar ataupun mungkin sebuah pertanyaan, mengapa isterinya mau berlelah-lelah dan bersibuk diri di sebuah Gym.Â
" Kau over aja rekeningnya ke tagihanku. " akhirnya cuma sepenggal kalimat itu saja yang lolos dari kedua bibirnya. Matanya pun tak beralih dari layar Hape digenggamannya.Â
Resti menelan ludahnya, dia tak mengharapkan jawaban itu. Â Rasa kecewanya meluap tanpa tertahan. Harusnya Wildan tahu bukan jawaban seperti itu yang di-inginkannya.Â
Sebab Wildan juga pasti tahu berapa besar deposito isterinya yang tersimpan di Bank langganannya. Imbalannya sebagai seorang eksekutif tak bisa dibilang enteng.Â
Saat itu Resti cuma mampu terhenyak, membiarkan nalurinya bergentayang kian-kemari, dan kembali menangkap kecurigaan baru dibalik sikap tak acuh suaminya.Â
Menambah kecurigaan lama yang belakangan ini sudah mengendap sedikit demi sedikit didada nya.Â
Sejak empat bulan sebelum Widi mendesaknya masuk ke Gym. Resti memang menemui hal-hal yang menurutnya patut untuk diwaspadai. Sebab akan menyangkut keutuhan rumah-tangganya dengan Wildan suaminya.Â