Resti merapihkan rambutnya dan menyapukan selapis tipis warna rouge terakhir di tulang pipinya. Sekian menit lagi beres, tak usah terlalu banyak memoles ( Resti  memang selalu begitu). Sebab beberapa waktu lagi dia sudah harus berada di club Gym nya.Â
Sudah sebulan ini dia khusus melatih otot perutnya dengan beragam eksersis. Nurida, seorang kawan wanita satu club gym telah menumbuhkan sebuah obsesi pada dirinya. Resti ingin punya six-pack di bagian perutnya seperti yang dipunyai Nurida.Â
Sejenak wanita itu menghela nafasnya panjang, lalu menghembuskannya dengan sebuah sentakkan pendek. Matanya mendongak tajam keatas bagai hendak menembus langit-langit kamar.Â
Sudah sekitar tujuh bulan ini, atas anjuran seorang sobat setianya, Resti mendaftar dan ikut menjadi salah satu anggota club disebuah Gym yang cukup representatif. Walau sebelumnya dia menyangsikan apabila suaminya mengijinkan.Â
" Itu peribahasa tua, tetapi ujarannya tentang ditubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.Kurasa tepat untuk situasimu saat ini Resti " Ujar Widi sobat akrabnya yang tak pernah melepaskan perkawanan mereka sampai saat kini.Â
Dan juga, cuma pada Widi-lah  Resti berani berkeluh-kesah dan memaparkan kegelisahan-kegelisahannya. Boleh dibilang Widi seolah buku harian yang selalu dipenuhi catatan-catatan tulisan Resti.Â
Sebenarnya, kesibukan Resti sebagai seorang eksekutif disebuah perusahaan besar sudah membuatnya cukup sibuk. Tetapi ada sebuah alasan mendesak dibalik semua itu.Â
Alam bawah sadarnya menyadari ada sesuatu ancaman pada kelangsungan perkawinannya. Empat tahun tanpa sedikitpun tanda-tanda kehamilan sangat mengkhawatirkan dirinya.Â
Tak perlu disebutkan satu persatu, hal aneh yang dilakukan Wildan. Nyaris setiap minggu Wildan kerap mengumpulkan keponakan-keponakannya di rumah mereka.Â
Atau sesekali mengundang anak para tetangga untuk meramaikan rumah mereka dengan teriakan kegembiraan dalam permainan.Â
Sebenarnya, hati Resti amat terpukul sekali. Apalagi semakin berjalannya waktu, Wildan kian bersikap hambar pada Resti.Â