Bangunan sebelah kiri tampaknya digunakan sebagai kegiatan rohani. Baik untuk penganut Agama Islam ataupun Kristen.Â
Akhirnya dia tiba di sebuah tanah lapang seluas setengah lapangan sepak-bola. Sebuah bangunan rumah yang berupa kamar-kamar dengan variasi besaran berbeda, Â berdiri nyaris mengelilingi tanah lapang itu. Ada kurang-lebih 22 ruangan yang dipakai untuk dihuni napi.Â
Rupanya itulah ruangan ruangan yang digunakan sebagai hunian para napi. Sobat saya masuk kesebuah ruangan besar, cukup untuk 35 penghuni. Dan itulah kediaman barunya dipenjara itu.Â
Pada siang hari para napi itu dikeluarkan dan bebas berkeliaran, dan sore hari kembali masuk setelah di absen.Â
Kehidupan di LP Glodok sungguh memprihatinkan. Makanan memang dijatah 3 kali sehari, tetapi lihatlah kwalitas makanan itu. Nasi cadong adalah julukan melecehkan yang diberikan pada makanan jatah napi itu.Â
Jatah pagi adalah seonggok butiran jagung yang direbus. Pukul 11.00 jatah berisi tiga kepalan nasi dengan lauk setengah sendok makan ikan teri goreng yang esoknya terkadang diseling sepotong kecil ikan peda goreng. Pukul tiga siang kembali disuguhi makan yang tak beda jauh dari jatah siang.
DISURUH MENGAMBIL PISAU
Suatu hari, seorang kawannya dari kamar lain mendekatinya, lalu seperti berhati-hati orang itu berkata setengah berbisik. Dia menyuruh sobat saya untuk mengambil sebilah pisau yang di klaimnya sebagai milik kelompok kamarnya.Â
Pisau itu diselipkan dikisi-kisi papan dibawah kolam air untuk WC didalam ruangan kamar besar sobat itu. Tanpa pikir panjang dia menyetujuinya.Â
Ternyata didalam Penjara, ada kelompok yang bersaing satu dengan lainnya. Kegiatan mereka adalah menarik napi baru yang dianggap berduit. Biasanya kelompok itu mendapat informasi dari napi baru yang berasal dari berbagai tahanan kepolisian di seluruh Wilayah DKI. Tahanan tajir mana yang akan dikirim ke Glodog.Â
Tak pelak lagi, bila mereka harus punya sesuatu untuk mendukung kegiatan itu, sebilah pisau atau senjata tajam lainnya.Â