Sebuah selang kecil terlihat meluncur dari sebuah tabung yang tersandar didinding, dan berakhir dilubang hidung nenek. Dan sebuah selang lagi yang meluncur dari tabung infus, melekat dipergelangan tangan kirinya dengan sebuah jarum tertusuk diurat nadinya.Â
Si wanita terisak kecil, tubuhnya bergerak ke sisi kanan nenek. Selimut didada orangtua itu terlihat turun naik dengan cepat. Wajah nenek terlihat begitu pucat dengan mata tertutup rapat. Si wanita bisa melihat, betapa Kerutan -kerutan  diwajah nenek tampak kian bertambah. Dia tak mampu membayangkan, bagaimana penderitaan nenek  terisolasi selama kurun waktu sedemikian lama, dirumah sakit itu.Â
Tanpa terasa, sebulir air bening menggelincir di sudut pelupuk matanya. Sudah sepuluh tahun lebih nenek terpaksa harus di-isolasi di sebuah kamar digedung rumah sakit ini. Berarti juga, selama itulah dia terpisah dari neneknya. Walau sesekali mereka membesuk nenek digedung itu, tetapi wanita muda itu tetap saja merasakan kehilangan yang sangat pada kehadiran sosok wanita tua itu.Â
Waktu dia masih kecil, nenek adalah segalanya bagi dia. Tertawa bersama atau satu yang amat disenanginya, yaitu diajak pergi kepasar. Pulangnya pasti tangannya bakal menenteng sekantong plastik, berisi kue kesukaannya pemberian nenek.Â
Nenek gemar mendongeng untuknya. Beliau mahir mengisahkan bermacam cerita atau legenda, seperti Malin kundang, siti Nurbaya atau bahkan tentang dunia binatang.Â
Belum lekang dari ingatannya dongeng terakhir dari nenek untuknya. Sebuah hikayat tentang seorang Ibu dan anak yang ditinggal ayahnya yang tidak bertanggung jawab. Mereka hidup terlunta- lunta dalam kemiskinan, dan akhirnya sang Ibu memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka berdua dengan cara bunuh diri.Â
Untunglah, seorang Dewa yang tahu kejadian itu, segera memberi jalan kehidupan yang lebih baik untuk mereka. Sang Dewapun memberikan nasib baru dan menghadirkan seorang laki-laki, sebagai suami baru yang penuh tanggung jawab dan menyayangi mereka.Â
Tiba-tiba sebuah tanya menyentak di telinganya, hingga membuyarkan lamunannya.Â
" Kau bawa tempolongnya? " suara seorang tantenya membangunkan si wanita dari lamunannya. Kepalanya mengangguk tanpa menjawab.Â
" Dua buah? " tanya tantenya menyusul. Â Untuk kedua kali sigadis mengangguk tanpa mengeluarkan suara.Â
" Warnanya ? " Ringkih tante lainnya.Â