Mohon tunggu...
Eddi Kurnianto
Eddi Kurnianto Mohon Tunggu... Jurnalis - orang kecil dengan mimpi besar.

orang kecil dengan mimpi besar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pemberitaan Kriminal oleh Media Massa Malah Menginspirasi Kejahatan?

28 Juni 2016   00:24 Diperbarui: 4 April 2017   17:37 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: keyword-suggestions.com

Biasanya yang ditiru adalah kejahatan berantai, mengerikan, spektakuler atau unik, yang banyak diekspos oleh media. Makin terkenal suatu kejahatan makin besar kemungkinan ada copycat nya. Sebagian besar Copy Cat berharap bisa memperoleh ketenaran seperti kriminal yang ditirunya. Kebanyakan percaya kisah mereka akhirnya juga akan di bukukan atau dibuat film. 

Tentunya bukan hanya pembunuhan yang bisa menimbulkan effect copycat. Beberapa kejahatan lain bisa menciptakan efek copycat ini, misalnya bunuh diri, perkosaan dan bahkan terorisme. Selain media massa, hubungan dalam sebuah kelompok sosial juga bisa memberikan pengaruh yang sama.

COPYCAT DAN PEMICUNYA
Sebulan setelah kematian Marlyn Monroe yang diduga bunuh diri dengan meminum obat-obatan hingga overdosis, kurang lebih 200 orang mengikuti langkahnya ke alam baka dengan cara yang sama: bunuh diri dengan menenggak obat. "Copycat suicide" istilahnya atau bunuh diri yang dilatarbelakangi ingin meniru kasus bunuh diri sebelumnya. Walau begitu, Monroe bukan penyebab terbesar dari Copycat Suicide itu.

Tahun1174 Johann Wolfgang von Goethe menulis sebuah novel percintaan tragis. Novel berjudul ‘The Sorrow of Young Werther’ (dalam Bahasa Jerman: Die Leiden des jungen Werthers) terbit September 1774 dan langsung menuai sukses di beberapa negara Eropa.

Novel itu adalah kisah tragis percintaan, sang tokoh: Werther, gagal meraih cinta sejatinya Charlotte. Ia sempat berusaha menjadi sahabat bagi Charlotte dan calon suaminya, Albert, tapi rasa sakit hati membuatnya tak berdaya. Sejak diluncurkannya novel tersebut, banyak pemuda meniru gaya berpakaian Werther, yaitu jaket biru panjang, celana panjang kuning dan baju berkerah terbuka. Buku itu menjadi pemicu tren baru.

Sayangnya tren berpakaian bukan satu satunya yang diinspirasikan novel itu.

Di akhir kisah, sang tokoh Werther melakukan bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri setelah ditolak kembali oleh kekasihnya. Segera saja cara bunuh diri ditiru oleh sekitar para remaja atau pemuda yang mengalami putus cinta.[3] Kebanyakan dari mereka malah mengenakan jaket biru panjang, celana panjang kuning dan baju berkerah terbuka. Perkiraannya, selama beberapa tahun sekitar 2000 orang membunuh diri dengan meniru gaya Werther.

Dua abad setelah novel itu diterbitkan, tahun 1974, David Phillips, seorang researcher masalah sosial, menggunakan istilah Werther efek untuk perilaku bunuh diri copycat itu. David Phillips mengonfirmasi bahwa peniruan perilaku bunuh diri, atau tindakan berbahaya lain, selalu meningkat tinggi setelah sebuah kasus pembunuhan yang dipublikasikan besar-besaran[4]. Sampai saat ini ‘Werther Effect’ lebih populer di kalangan ahli ilmu sosial daripada istilah Copycat Suicide.

Tahun 1897, seorang pakar sosiologi, Emile Durkheim melakukan riset terkait pembunuhan dan dorongan melakukannya. Durkheim kemudian menyatakan bahwa tidak ada bukti pasti bahwa proses peniruan terkait dengan meningkatnya bunuh diri. Durkheim mengakui bahwa imitasi pada kematian seorang tokoh, bisa mempengaruhi orang untuk melakukan bunuh diri. tapi dia juga menolak kemungkinan imitasi mempengaruhi tingkat peristiwa bunuh diri secara nasional.

Pendapat Durkheim itu sangat populer dikalangan ahli sosial, akibatnya proses imitasi sering diabaikan dalam pembahasan bunuh diri di masa itu. Bahkan di dalam Bibliography on Suicide and Suicide Prevention (1897 - 1970) yang berisi ribuan entry, tidak ada satupun menyinggung kata: "sugestion", "Imitation", atau "Contagion" di dalamnya.

Baru pada tahun 1972, David Lester, direktur dari Research and Evaluation at the Suicide Prevention and Crisis Service di Buffalo, New York, menulis review tentang berbagai literatur mengenai bunuh diri. Ia menemukan 7 literatur yang menempatkan pentingnya memperhitungkan proses imitasi dalam peristiwa bunuh diri. Lester pun membahas proses imitasi secara khusus dalam satu bab tulisannya. Sejak itu, imitasi dianggap sebagai salah satu faktor dominan dari bunuh diri, dan istilah Werther Effect kembali populer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun