Saya tatap matanya. Ada sedikit kekecewaan di sana. Lalu....
"Nah, kalau memang akan ke luar juga, kenapa sebelumnya kamu takut-takut waktu kita demo rame-rame menentang kebijaksanaan bos otoriter?"
Sesaat dia terdiam. "Masih ingat juga Mas rupanya.".
"Semuanya saya masih ingat. Termasuk waktu kamu dipanggil bos yang katanya kamu diiming-imingi sesuatu, asal jangan ikut-ikutan demo dengan kami."
"Itulah bodohnya saya, Mas."
Sebetulnya teman saya itu tidak bodoh. Cuma otak tak tangkap (hehehe). Tidak... Tidak. Rekan saya itu tidak bodoh tidak juga tak tangkap otaknya. Cuma rada sedikit penakut saja. Sebalik orang menentang bos, masa kita sendiri jadi matir untuk membela kepentingan bos. Lagian yang didemo bukan kantor, tapi murni oknum/diri pribadi si bos yang sudah jadi toxic leader. Tapi begitulah, orang-orang seperti rekan saya tadi, kabarnya jumlahnya tidak sedikit. Karena alasan takut dipecat, dan lalu jadi pengangguran, biarlah dibenci rekan-rekan asal karir melejit. Termasuk Andakah?@9VIII10.
*www.narasied.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI