Senin sore yang panas kemarin merupakan saat yang gerah untuk anak anak belajar di dalam kelas. Jam terakhir adalah waktu lelah bagi mereka untuk menggunakan otaknya berpikir teori teori pelajaran yang terlalu memabukkan. Alhasil, kurang semangat dan malas adalah hal yang paling terlihat bila kita tetap memaksakan belajar dengan cara kuno. Belajar di kelas, mencatat materi, mendengarkan gurunya ceramah dan aktifitas membosankan lainnya. Wah... Pasti konsep materinya nggak ada yang bertahan dalam ingatan. Ambyar...
Oleh karena itu, dalam perencanaan pembelajaran, saya buat belajar hari itu menjadi lebih aktif dan menyenangkan. Namun belajar dengan cara seperti ini pastilah menciptakan keributan. Dan saya sebagai guru pun tak akan bisa menahannya. Jadi, agar tak terkesan gaduh dan ribut, apalagi sampai mengganggu kegiatan belajar kelas lain yang bersisian di sampingnya, maka saya ajak saja anak anak untuk belajar di lapangan.
Sebelum saya memulai aktivitas belajar, anak anak saya kondisikan dulu di bawah pohon mangga agar panas yang terik tak sampai membakar kulit mereka. Lalu saya minta mereka mempersiapkan topi dari karton dan tali yang sudah saya informasikan pada pertemuan sebelumnya.
Saat pertemuan sebelumnya, saya meminta mereka mempersiapkan semuanya dari rumah. Mungkin barang barang itu pula lah yang membuat mereka penasaran dengan pelajaran kali ini.
Selalu saya awali pembelajaran dengan motivasi dan apersepsi untuk sekedar mengungkap pengetahuan awal sebelum materi inti dimulai. Kebetulan kami masuk pada materi baru tentang ekosistem. Jadi ada beberapa hal baru yang mungkin saja  belum mereka ketahui.
Bagaimana cara saya mengetahui pengetahuan awal siswa? Hanya dengan memberikan pertanyaan pada siswa. Satu pertanyaan yang saya lontarkan benar benar membuat kegaduhan pertama terjadi.
"Kalian sebut apa ini?" Kedua tangan saya bergerak seakan mengitari tempat di sekeliling mereka.
"Lingkungan."
"Ekosistem."
"Tanah, air dan udara."
"Bumi."
Dan masih banyak lagi jawaban mereka yang tak terdengar jelas oleh saya karena diucapkan bersamaan. Untuk mengatasi hal itu tak terjadi lagi, saya minta mereka angkat tangan terlebih dahulu jika ingin menjawab pertanyaan saya.
Tak ada jawaban yang salah di awal ini. Bagi saya, semua jawaban mereka ada benarnya meski berbeda beda. Karena jawaban yang mereka berikan berdasarkan pengetahuan yang mereka punya. Tinggal tugas saya menyamakan persepsi mereka nantinya berdasarkan teori ilmu pengetahuan alam yang ada.
Memang pelajaran kali ini agak ribut tetapi saya senang karena keriuhan yang tercipta dari suara suara mereka semua menandakan mereka aktif dan fokus pada pertanyaan saya. Padahal suara saya agak tenggelam karena harus berbicara di lapangan terbuka. Namun mereka masih mau mendengarkannya.
Lalu saya mulai lah lagi dengan pertanyaan berikutnya.
"Apa fungsinya lingkungan ini bagi kita?"
Nah, kegaduhan kedua pun terjadi lagi. Mereka berebut menjawab pertanyaan saya dengan mengangkat tangan mereka satu persatu. Saya pun harus menentukan siapa siswa yang boleh menjawabnya lebih dulu.
"Sebagai tempat tinggal, Bu."
"Sebagai tempat bermain."
"Sebagai tempat mencari makan."
"Sebagai tempat hidup."
Itulah beberapa jawaban mereka yang menurut saya benar juga. Kali ini keributan sedikit berkurang. Karena mereka menjawabnya bergantian.
Lalu pertanyaan ketiga saya ajukan.
"Apa saja yang ada dilingkungan kita?"
Lagi lagi keributan karena mau menjawab pun terjadi. Yang mereka perebutkan adalah posisi awal menjawabnya. Tampaknya bagi mereka, bisa menjawab pertanyaan guru dengan benar lebih dulu adalah suatu kesuksesan dalam belajar. Padahal ini baru fase permulaan dalam belajar. Masih ada evaluasi dalam bentuk ulangan harian menanti mereka di ujung pembelajaran. He...he...he...
"Tanah."
"Hewan."
"Tumbuhan."
"Udara."
"Kita." Anak yang paling bongsor badannya menunjuk tubuhnya yang tambun dengan kedua tangannya sambil melompat lompat.
Akhirnya terciptalah tawa Kami semua. Sungguh tak bisa saya menghapus tawa tawa seperti itu dalam pembelajaran kali ini. Saya anggap saja hal seperti itu adalah bentuk refresh pandangan dan pikiran siswa agar tak jenuh.
Setelah tiga pertanyaan tersebut dapat terjawab oleh mereka, barulah saya masuk pada penjelasan singkat untuk menyatukan persepsi mereka tentang teori ekosistem. Bahwa di lingkungan ini banyak terdapat makhluk hidup yang tinggal dan mencari makan di sana.
Tetapi ada pula benda benda tak hidup yang ada di sana. Benda benda itu ada di sekitar kita. Bahkan makhluk hidup ada yang ketergantungan dengan benda benda tersebut. Sehingga selalu terjadi interaksi di dalam lingkungannya.
Saya tunjuk beberapa anak untuk menyebutkan contoh interaksi antara makhluk hidup dengan benda mati. Jawaban mereka unik unik. Tetapi ada benarnya.
"Ikan berenang."
"Kita bernapas menghirup udara."
"Ibu menjemur baju di bawah sinar matahari."
"Bapak saya bikin rumah pakai batu, tanah sama air, Bu."
Saya tak pernah meminta mereka menyamakan kalimat yang mereka ucapkan dengan di buku. Saya tak suka. Karena kalau seperti itu, sama halnya mereka hanya menghapal, bukan memahami.
Lalu saya minta mereka menyebutkan contoh interaksi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup. Banyak diantara mereka yang antusias menyebutkan manusia makan ikan, tikus dimakan kucing, burung makan jagung dan masih banyak lagi jawaban lain. Asiknya, jawaban mereka benar semua. Rupanya belajar di luar kelas membuat otak mereka fresh semua.
Lalu masuklah saya pada penjelasan tentang pola interaksi yang tercipta diantara makhluk hidup tadi. Saya katakan pada mereka bahwa rantai makanan dan jaring makanan merupakan pola interaksi yang terbentuk dalam hubungan makan dan dimakan. Dimana setiap makhluk hidup memiliki peran masing masing dalam lingkungannya. Ada yang menjadi penyedia makanan (produsen) dan ada pula yang memakan (konsumen).
Konsumen akan bertingkat sesuai jenis makanannya. Ada konsumen 1 yang memakan tumbuhan. Ada konsumen 2 yang dapat makan tumbuhan atau hewan. Dan ada konsumen 3 yang memakan daging dagingan. Dan ada pula bakteri yang menguraikan konsumen puncak yang telah mati hingga terurai menjadi unsur hara. Unsur hara akan menjadi makanan bagi tumbuhan. Begitu seterusnya hingga membentuk rantai yang tak terputus.
Biar lebih seru, saya minta semua siswa mengambil gulungan kertas kecil satu per satu. Di setiap kertas sudah tertulis nama nama hewan, tumbuhan, bakteri dan unsur hara. Kata apa yang mereka dapat, itulah yang dituliskan pada topi Karton tadi. Sedangkan tali diikatkan di pinggang masing masing. Tali ini nantinya berfungsi sebagai penunjuk arah pada saat siswa menyusun formasi membentuk rantai makanan atau pun jaring makanan. Sehingga siapa pun siswa yang saya minta mengamati, akan dapat menggambarkan dengan benar alur makan dan dimakan yang terjadi. Â
Setiap peristiwa makan memakan itu, selalu ada pemindahan energi dari yang dimakan ke yang memakannya. Pemindahan energi ini tidak berjalan sempurna. Karena sebagian energi tadi akan dirubah menjadi energi panas di dalam tubuh masing masing. Sehingga tingkatan energi dari level awal sampai tertinggi semakin berkurang. Jika kita gambarkan, akan berbentuk seperti Piramida. Mengecil di puncaknya.
Setelah mereka memahami konsep Piramida makanan ini, saya minta pada setiap anak untuk berkumpul sesuai peranannya di dalam ekosistem. Apakah sebagai produsen, konsumen 1, 2, 3 dan seterusnya. Lalu saya minta mereka berbaris membentuk tingkatan perpindahan energi. Tak perlu waktu lama, dengan sedikit pengaturan dari saya, mereka bisa melakukannya.
Dengan sedikit arahan dari saya, mereka dapat menyimpulkan dengan baik tentang pengertian ekosistem, komponen penyusun ekosistem, interaksi yang terjadi di dalam ekosistem, pola interaksinya, rantai makanan, jaring makanan dan Piramida makanan dengan mudah.
Apresiasi selalu saya berikan pada mereka. Tak perlu mahal mahal. Dengan sedikit pujian atas kerja sama mereka dan tepuk tangan bersama sudah cukup membuat mereka bahagia. Dan rasa syukur pun tercurah kepada Tuhan YME atas segala ciptaannya yang luar biasa itu.
Saya yakin, Pak Mentri Nadiem pun tak melarang kami belajar sambil bermain seperti ini, bukan?
Benuo Taka, 28 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H