Kemajuan teknologi banyak menyediakan cara mudah untuk belajar. Ada Ruang guru dan Quipper school sebagai media belajar berbayar. Ada Rumah Belajar yang disediakan Kemendikbud gratis. Ada media sosial seperti WA, Line, Messeger dan FB sebagai media yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang belajar secara berkelompok.
Namun, sehebat hebatnya ruang belajar itu, tetap tak akan bisa menggantikan fungsi dan peran guru sebagai tenaga pendidik. Apa yang membuat guru sedemikian penting keberadaannya? Adakah keistimewaan seorang guru dibandingkan aplikasi dan media teknologi tadi? Bukankah kebanyakan guru sekarang juga menggunakan media itu untuk belajar? Apakah guru sudah tersaingi oleh anak didiknya? Ataukah sudah tergantikan dengan teknologi itu?
Selalu banyak pertanyaan yang mengikuti kalau kita sudah membahas dan membanding bandingkan dua hal yang berbeda. Sungguh itu adalah pekerjaan yang sia sia. Untuk apa kita memperdebatkan hal yang berbeda? Secara alami kan sudah beda. Akan selalu beda. Kalau pun sama, mungkin saja hanya kemiripan penggunaan atau fungsinya. Namun secara harfiah tetap saja berbeda.
"Bagi sebagian anak didik, guru disamakan seperti buku ensiklopedia, tempat anak menimba ilmu."
Guru adalah ruang belajar bagi anak didiknya. Dimana siswa selalu mengandalkan guru untuk belajar di sekolah. Berharap ilmu pengetahuan yang didapat. Maupun ilmu kehidupan yang belum dimengerti. Dari belum bisa apa apa menjadi bisa. Makanya tak salah jika ada anak yang lebih taat dan mendengarkan ucapan gurunya dari pada orang tuanya. Karena mereka percaya gurunya lebih tahu segalanya. Padahal guru juga manusia biasa. Bukan makhluk 100 persen sempurna. Entah mengapa paradigma guru adalah segalanya masih berkembang hingga sekarang. Terutama dikalangan anak sekolah dasar.
Guru juga pembelajar. Dimana dalam perjalanannya, guru juga dituntut agar dapat menyelesaikan masalah. Mengapa demikian? Sebab dalam proses pembelajaran, selalu ada kendala yang akan ditemui anak didik. Kendala itu akan menciptakan masalah yang beragam pada setiap anak didik. Sebab mereka unik, limited edition, tak ada yang sama. Sehingga pada akhirnya guru pun akan belajar pula untuk menemukan cara solutif dalam mengatasi aneka masalah agar guru dan anak didiknya dapat merdeka dalam belajar.
Seorang guru selalu dapat menyediakan hatinya untuk anak didik. Guru juga seperti kebanyakan manusia lainnya, naluri alamiahnya akan muncul ketika melihat anak didiknya bersedih. Jiwa keorangtuaannya akan muncul sebagai pengemong dan pemberi motivasi dalam kelalaian anak didiknya. Dan ini yang tak akan pernah bisa di dapatkan dari media teknologi pembelajaran termodern sekali pun. Sebab teknologi tak punya hati. Dan sebagai ruang kosong, tentu sangat mudah bagi anak didik memasukkan dan menyusun berbagai peristiwa apa saja yang dialaminya. Kesedihan, kebosanan, kejengkelan, kebahagiaan atau rasa lain yang bisa tercipta dalam proses pembelajaran di dalam atau pun di luar kelas. Dibagi lalu diselesaikan bersama. Sehingga masalah tak terus terusan menjadi beban kedepannya.
Dimana guru dapat menerima anak didiknya dengan tangan terbuka dan senyuman terhangat yang dia miliki. Segala bentuk keunikan yang dimiliki setiap siswa merupakan petualangan baginya untuk belajar dan belajar. Karena itulah guru bisa berubah rubah peran bagi anak didiknya. Terkadang menjadi teman. Tapi ada kalanya sebagai rekan belajar. Namun tetaplah guru merupakan orang tua kedua yang wajib mereka hargai dan hormati. Adalah hal yang menyenangkan jika guru bisa berperan layaknya sahabat yang mau mendengarkan keluh kesah anak didiknya. Sehingga masalah dapat dicarikan solusinya. Dan bahagia dapat dibagi bersama. Oh indahnya.
Ingat pesan Khi Hajar Dewantara? Ing ngarsa sung tulada, ing madya Mangun Karsa, Tut Wuri handayani. Itulah yang dilakukan guru. Di depan sebagai teladan, di tengah sebagai pengayom dan di belakang sebagai penyemangat. Saya rasa semua guru memiliki semangat itu semua. Karena itulah seorang guru tak akan tergantikan oleh teknologi pembelajaran secanggih apa pun. Nah, terjawab lah sudah semua pertanyaan di awal tadi, bukan?
Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 7 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H