Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Tak Sekadar Ruang Belajar bagi Anak Didiknya

7 Januari 2020   16:23 Diperbarui: 8 Januari 2020   15:34 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: guru dan anak didik bertukar pikiran dalam memecahkan rintangan yang dihadapi.

Kemajuan teknologi banyak menyediakan cara mudah untuk belajar. Ada Ruang guru dan Quipper school sebagai media belajar berbayar. Ada Rumah Belajar yang disediakan Kemendikbud gratis. Ada media sosial seperti WA, Line, Messeger dan FB sebagai media yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang belajar secara berkelompok.

Namun, sehebat hebatnya ruang belajar itu, tetap tak akan bisa menggantikan fungsi dan peran guru sebagai tenaga pendidik. Apa yang membuat guru sedemikian penting keberadaannya? Adakah keistimewaan seorang guru dibandingkan aplikasi dan media teknologi tadi? Bukankah kebanyakan guru sekarang juga menggunakan media itu untuk belajar? Apakah guru sudah tersaingi oleh anak didiknya? Ataukah sudah tergantikan dengan teknologi itu?

Selalu banyak pertanyaan yang mengikuti kalau kita sudah membahas dan membanding bandingkan dua hal yang berbeda. Sungguh itu adalah pekerjaan yang sia sia. Untuk apa kita memperdebatkan hal yang berbeda? Secara alami kan sudah beda. Akan selalu beda. Kalau pun sama, mungkin saja hanya kemiripan penggunaan atau fungsinya. Namun secara harfiah tetap saja berbeda.

"Bagi sebagian anak didik, guru disamakan seperti buku ensiklopedia, tempat anak menimba ilmu."

Guru adalah ruang belajar bagi anak didiknya. Dimana siswa selalu mengandalkan guru untuk belajar di sekolah. Berharap ilmu pengetahuan yang didapat. Maupun ilmu kehidupan yang belum dimengerti. Dari belum bisa apa apa menjadi bisa. Makanya tak salah jika ada anak yang lebih taat dan mendengarkan ucapan gurunya dari pada orang tuanya. Karena mereka percaya gurunya lebih tahu segalanya. Padahal guru juga manusia biasa. Bukan makhluk 100 persen sempurna. Entah mengapa paradigma guru adalah segalanya masih berkembang hingga sekarang. Terutama dikalangan anak sekolah dasar.

Dokpri: Anak bertanya guru menjawab. Begitu pun sebaliknya. Agar tercipta keseimbangan dalam belajar.
Dokpri: Anak bertanya guru menjawab. Begitu pun sebaliknya. Agar tercipta keseimbangan dalam belajar.
"Fungsi guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga pembelajar. Belajar  mengatasi permasalah anak didiknya."

Guru juga pembelajar. Dimana dalam perjalanannya, guru juga dituntut agar dapat menyelesaikan masalah. Mengapa demikian? Sebab dalam proses pembelajaran, selalu ada kendala yang akan ditemui anak didik. Kendala itu akan menciptakan masalah yang beragam pada setiap anak didik. Sebab mereka unik, limited edition, tak ada yang sama. Sehingga pada akhirnya guru pun akan belajar pula untuk menemukan cara solutif dalam mengatasi aneka masalah agar guru dan anak didiknya dapat merdeka dalam belajar.

Dokpri: guru dan anak didik bertukar pikiran dalam memecahkan rintangan yang dihadapi.
Dokpri: guru dan anak didik bertukar pikiran dalam memecahkan rintangan yang dihadapi.
"Guru  seperti ruang kosong  bagi anak didiknya. Sehingga guru dapat dengan leluasa menampung keluh kesah anak didiknya."

Seorang guru selalu dapat menyediakan hatinya untuk anak didik. Guru juga seperti kebanyakan manusia lainnya, naluri alamiahnya akan muncul ketika melihat anak didiknya bersedih. Jiwa keorangtuaannya akan muncul sebagai pengemong dan pemberi motivasi dalam kelalaian anak didiknya. Dan ini yang tak akan pernah bisa di dapatkan dari media teknologi pembelajaran termodern sekali pun. Sebab teknologi tak punya hati. Dan sebagai ruang kosong, tentu sangat mudah bagi anak didik memasukkan dan menyusun berbagai peristiwa apa saja yang dialaminya. Kesedihan, kebosanan, kejengkelan, kebahagiaan atau rasa lain yang bisa tercipta dalam proses pembelajaran di dalam atau pun di luar kelas. Dibagi lalu diselesaikan bersama. Sehingga masalah tak terus terusan menjadi beban kedepannya.

Dokpri: guru sebagai teman dan penyemangat dalam lomba tarik tambang.
Dokpri: guru sebagai teman dan penyemangat dalam lomba tarik tambang.
"Guru  seperti plastisin bagi anak didiknya. Elastis dan membuka diri untuk menjadi yang mereka harapkan."

Dimana guru dapat menerima anak didiknya dengan tangan terbuka dan senyuman terhangat yang dia miliki. Segala bentuk keunikan yang dimiliki setiap siswa merupakan petualangan baginya untuk belajar dan belajar. Karena itulah guru bisa berubah rubah peran bagi anak didiknya. Terkadang menjadi teman. Tapi ada kalanya sebagai rekan belajar. Namun tetaplah guru merupakan orang tua kedua yang wajib mereka hargai dan hormati. Adalah hal yang menyenangkan jika guru bisa berperan layaknya sahabat yang mau mendengarkan keluh kesah anak didiknya. Sehingga masalah dapat dicarikan solusinya. Dan bahagia dapat dibagi bersama. Oh indahnya.

Dokpri: senyuman mereka adalah kebahagiaan pula bagi guru gurunya.
Dokpri: senyuman mereka adalah kebahagiaan pula bagi guru gurunya.
Tak ada yang tak mungkin. Kepandaian bukan saja ada pada guru. Anak didik pun juga bisa. Bahkan ada yang mungkin lebih pandai dari gurunya. Bukan saja karena IQnya, mungkin saja karena ketekunannya. Namun sebagai pemberi contoh, pengayom dan pemberi semangat, sampai saat ini hanya orang tua sajalah yang lebih mampu melakukannya. Dan guru adalah orang tua di sekolah. Karena itu hanya gurulah yang mungkin saja lebih mampu melakukannya di sekolah.

Ingat pesan Khi Hajar Dewantara? Ing ngarsa sung tulada, ing madya Mangun Karsa, Tut Wuri handayani. Itulah yang dilakukan guru. Di depan sebagai teladan, di tengah sebagai pengayom dan di belakang sebagai penyemangat. Saya rasa semua guru memiliki semangat itu semua. Karena itulah seorang guru tak akan tergantikan oleh teknologi pembelajaran secanggih apa pun. Nah, terjawab lah sudah semua pertanyaan di awal tadi, bukan?


Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 7 Januari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun