Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kemelut Hati Si Jin Biru

4 Desember 2019   22:15 Diperbarui: 5 Desember 2019   05:47 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seribu tahun terkurung dalam miniatur boneka kayu, buta kehidupan luar bukan alasan tak mendapatkan tuan. Menepi dari keramaian bukan alasan untuk memeluk sunyi sepanjang zaman. Jin biru punya hak yang dipertaruhkan. Dengan menunaikan kewajiban agar terbebas dari kurungan zaman.

Alkisah si tuan ganteng yang sedang bepergian. Mengendarai sepeda ontel menuju ke pemakaman sampah yang menggunung dan bisu. Di jok belakang terpancang karung plastik di kiri kanan tempat hasil perburuan tuk dijual buat makan. Tuan ganteng mengayuh perlahan dengan senang.

Sesampainya di gundukan berbau sebab tak mudah diuraikan itu, tuan ganteng mulai mengeluarkan senjata andalan. Besi panjang dengan pengait diujungnya yang kokoh bertahan. Meski sering dicampakkan ke gundukan dari pagi hingga petang. Selalu kotor, selalu berbau, bahkan berhiaskan tagar namun tetap tajam.

Kais mengais, tiba tiba senjata andalan nyangkut di boneka kayu yang sudah tak bertuan. Kotor berdebu bahkan bau tak menghilangkan keindahan pahatan warna di setiap bagian jejak lukisannya. Tuan ganteng terpukau dengan coraknya. Merasa sayang, dipungutlah benda itu lalu digosok gosok dengan baju kumalnya biar bersih dan kinclong kembali.

Tapi maha dahsyat dari yang terdahsyat diciptakan Tuhannya. Asap biru keluar membentuk halimun yang juga biru di sekitar tuan ganteng yang kebetulan hari ini memakai baju biru. Dan dari asap biru itu pula keluar suara menggelegar yang membuat wajah tuan ganteng jadi membiru sebab shock berat menderu.

"Ha... ha... ha... ha...ha.... Hai anak manusia yang membiru. Terimakasih atas pertolonganmu. Karena itu, sekarang kau adalah tuanku. Aku terharu biru."

Tuan ganteng masih bingung. Sebab tak ada makhluk apa pun yang dilihatnya selain asap biru, langit biru dan bajunya yang biru.

"Hello tuanku. Aku di sini bersamamu." Tangan kekar itu menjawil pundak tuan ganteng.

Tuan ganteng segera berbalik dan memandang takjub dengan phenomena itu. Makhluk tinggi besar serba biru yang terbentuk dari gumpalan asap biru yang keluar dari boneka kayu.

"Sebagai balas budiku, kuberi kau tiga pilihan biru. Boleh apa saja. Yang penting biru. Agar aku tak kehilangan jati diriku yang membiru."

Tuan ganteng bingung memikirkan tiga pilihan biru tadi. Dalam benaknya, dia tak ingin melewatkan kesempatan bagus ini. Segeralah dipandanginya segala sesuatu di sekelilingnya.

"Aku minta rumah biru yang megah dan indah."

"Permintaan pertama tuan saya kabulkan. Orait oke oke, aye tak pelit juga tidak bokek. Bummmmm." Jin biru menghentakkan kedua tangan birunya ke bumi.

Asap biru bergumul bersama debu dan angin selatan. Menerbangkan segurat asa dan harapan. Tuan ganteng terpana dalam hitungan kedelapan. Istana megah nan indah berdiri kokoh di hadapan.

Tuan ganteng pun langsung berlari ke rumah mewahnya. Begitu damai dan sejuk di dalamnya. Kau tahu mengapa? Itu karena warna biru yang membawanya. Seperti langit yang cerah yang memberikan ketenangan dan samudra biru yang luas yang memberikan kedamaian.

Beberapa hari tuan ganteng berada dalam istananya, dia merasa sepi lagi sunyi. Kesendirian telah menyadarkannya bahwa seorang Adam butuh Hawa untuk mendampingi. Lalu dimulailah pencarian asmaranya dengan syarat dan ketentuan Jin Biru.

"Aku mau dia jadi istriku." Tuan ganteng menunjuk gadis manis berjilbab biru berkalung belati.

"Permintaan kedua tuan saya kabulkan. Orait oke oke, aye tak pelit juga tidak bokek. Bummmmm." Jin biru memutar kedua tangan birunya ke gadis berjilbab biru tadi.

Alhasil, gadis berjilbab biru bergerak mendatanginya. Mereka pun akhirnya jatuh cinta. Rupanya tuan ganteng tak salah pilih. Paket lengkap yang dia dapati. Gadis mandiri penjual daging sapi. Hingga pundi pundi keuangan kan selalu terisi.

Selang beberapa hari, pernikahan pun dijalani. Tak ada yang mencurigai mengapa tuan ganteng sebegitu mudahnya  mendapatkan keberuntungan. Dapat istana megah dan pasangan tak payah. Hidup enak dan bahagia meski tak terlihat kerja nyatanya. Layaknya ketiban rejeki puting beliung dari BRI.

Setelah mengabulkan dua permintaan tuan ganteng, Jin Biru mulai gelisah. Kemelut rasa di dalam dadanya begitu nyata. Kadar ketakutan akan berpisah dengan tuannya begitu menyiksa. Sedangkan dia belum siap untuk menjadi manusia biasa.

Karena itulah, Jin Biru tak pernah lagi menanyakan pada tuannya perihal permintaan ketiga. Dia tak siap jika tuan ganteng menghendaki permintaan terakhirnya. Lalu perpisahan yang nyata harus dijalaninya. Dia masih ingin bersama tuan ganteng yang selalu mempesona.

"Jin, bukankah masih ada satu lagi permintaanku yang belum kuajukan?"

"Iya, Tuan. Memangnya kenapa?"

"Aku mau mengajukan permintaan ketiga. Tapi setelah kamu kabulkan permintaanku, apa selanjutnya yang akan terjadi dengan kamu?"

"Aku akan berubah menjadi manusia biasa."

"Kau tak akan memiliki kekuatan seperti ini lagi?"

"Tidak, aku akan merdeka seutuhnya."

"Jadi apa permintaan ketiga, Tuan?" Jin Biru bertanya dengan resah.

"Aku akan memikirkannya dulu. Beri aku waktu tiga hari."

"Baiklah, Tuan." Jin Biru pergi masuk ke boneka kayu dengan hati gundah dan gelisah.

*****

Dihari keempat setelah hari ketiga terlewati, tuan ganteng mendatang Jin Biru penghuni boneka kayu.

"Jin, aku mau mengajukan permintaan ketiga."

"Apa permintaan ketiga, Tuan?" jin bertanya sambil menahan kemelut di dadanya. Wajahnya tak mampu menatap mata harap tuannya.

"Aku ingin rinduku yang membiru ini melebur dalam setiap pinta dan temu dengan mu."

Yaaa ilehhhh.... Tuan ganteng begitu romantis kali ini. Tapi kalimat inilah yang akhirnya membuat senyum lebar selebar lebarnya di wajah Jin Biru.

"Permintaan ketiga tuan saya kabulkan. Orait oke oke, aye tak pelit juga tidak bokek. Bummmmm." Jin biru memutar kedua tangan birunya ke tuan ganteng berbaju biru lalu ke dirinya sendiri yang berwarna biru.

Asap biru mengepul diantara mereka. Beberapa saat kemudian udara dalam bentuk koloid itu perlahan menghilang. Tak ada yang berubah dari keduanya. Bahkan Jin tetaplah seorang Jin Biru dan tuan ganteng tetaplah Tuan berbaju biru. Jin pun memandang senang ke arah tuan ganteng.

"Sebagai balas budiku, kuberi kau tiga pilihan biru. Boleh apa saja. Yang penting biru. Agar aku tak kehilangan jati diriku yang membiru."

Ohhh ternyatan permintaan ketiga tuan ganteng menyebabkan semua kejadian terulang kembali seperti dulu. Begitu seterusnya hingga seisi bumi terisi rumah biru, perempuan berjilbab biru dannrindu yang membiru. Mungkin sebab inilah, maka bumi terlihat biru dari luar angkasa.

Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 4 Desember 2019.

Maaf Pak Zaldy, kata "Orait" kupinjam di sini ya😊🙏🙏🙏

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun