Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secercah Harapan Baru

26 November 2019   20:18 Diperbarui: 26 November 2019   21:11 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pagi ini kukenakan batik hitam putih khas guru. Kami menyebutnya batik PGRI. Dipadu dengan rok hitam dan jilbab hitam, baju ini terlihat lebih cerah meskipun kainnya sudah lusuh termakan usia. Kata teman seperjuanganku, tak perlu kita beli yang baru. Lebih baik beli buku untuk tambah ilmu. Kurikulum sekarang berubah melulu. Kalau kita tak belajar, kita akan tertinggal di masa lalu. Hanya mampu ceramah ba-bi-bu. Lalu buntu.

Kupikir apa yang disampaikan temanku ada benarnya juga. Penampilan memang nomor satu. Asalkan masih bisa dipakai dan terlihat rapi, aku tak pernah malu menggunakan batik ini di hadapan siswaku. Toh tak ada yang robek atau pun luntur. Hanya warna pudar sebab termakan waktu. Asalkan transfer ilmu mampu kulakukan. Meskipun target kurikulum kukejar dengan tergopoh gopoh. Bukan karena sulit, tapi sempit waktu untuk materi yang bejibun.

Karena hari ini tanggal 25 Nopember, maka di sekolahku pun mengadakan upacara peringatan Hari Guru Nasional. Entah direncanakan atau tidak, yang pasti atas kesepakatan bersama, kami para guru  didaulat tuk menjadi petugas upacaranya. Upacara pun berjalan lancar dan tertib hingga akhirnya selesai. Namun rupanya acara peringatan hari guru ini bukan berakhir di sini. Beberapa siswa perwakilan kelas maju bergantian untuk membacakan puisi ciptaan mereka untuk bapak ibu gurunya.

Satu puisi karangan siswaku mereka persembahkan untukku. Begitu apik dan indah bait baitnya. Aku pun membatin, apakah ini yang dinamakan keberhasilanku hingga mampu membentuk seorang anak menjadi kreatif dan percaya diri untuk tampil dihadapan orang banyak membacakan karyanya? Ah... Sepertinya pemerintah masih menggunakan ujian nasional sebagai patokan keberhasilan siswa. Hanya angka angka yang meyakinkan mereka bahwa seorang anak berhasil dalam belajarnya.

Setelah puisi indah itu selesai dibacakan, siswa tadi berlari kecil mendatangiku yang sedang duduk di tepi lapangan upacara. Memberiku ciuman, sebuket bunga dan kotak bersampul yang tak kuketahui isinya. Kaget? iya. Terharu? ada juga. Senang? Pastinya. Kupeluk dia, kuucapkan terimakasih padanya dan kutitipkan ucapan yang sama buat teman teman sekelasnya. Kulihat titik bening mengaca di kedua matanya. Aku pun membatin kembali, apakah ini keberhasilanku juga hingga mampu menanamkan rasa sayang dan perhatian pada orang lain meskipun bukan keluarganya?

Setelah selesai acara ceremony di lapangan upacara, aku pun beranjak dari tempat dudukku. Belum sampai kakiku melangkah ke tangga turun, siswaku berlari menghampiriku sambil membawakan beberapa tangkai bunga dan hadiah lainnya. Kali ini aku betul betul terharu. Mereka meminta maaf atas kenakalan mereka dan mengucapkan terimakasih padaku atas usahaku selama ini membantu mereka agar berilmu. Bahkan ada yang menitikkan air matanya di hadapanku. Begitu tulus ucapan mereka kala itu. Aku pun membatin, apakah aku telah berhasil sebagai guru hingga dapat menanamkan karakter terpuji itu pada mereka? Ah... Sekali lagi yang teringat padaku hanyalah angka angka dalam SKHU.

Mereka pun memintaku untuk membuka hadiah dari mereka di lapangan itu. Kuiyakan saja permintaan mereka. Kami pun duduk bersama di bawah pohon rindang tepi lapangan untuk melanjutkan buka kado itu. Berlapis bungkusnya yang setiap lapisannya selalu tertulis pesan untukku. Ayo, Bu. Jangan menyerah. Yang sabar ya, Bu. Semangat, Bu. Kalimat yang memberikan kekuatan padaku untuk Istiqomah di bidangku ini. Hingga akhirnya bungkus terakhir terbuka dan benar benar tinggal kotaknya saja yang tampak di depan mata.

"Buka... buka... buka...." Teriak mereka serempak.

Kubuka setiap isolasi yang merekatkan bagian satu dan lainnya hingga kotak dapat terbuka dan terkuak isinya. Mukena berwarna biru sesuai dengan warna favoritku.

"Kami cuma bisa kasih ini ke Ibu," ujar Icha siswaku yang tinggi jangkung dan pintar berpuisi.

"Semoga Ibu senang." Alya berucap sambil menengadahkan kedua tangannya seakan berdoa.

"Ibu senang sekali. Kalian benar benar tahu warna kesukaan Ibu."

"Alhamdulillah...," ucap mereka serempak.

"Mukenanya nanti di pakai waktu sholat dzuhur berjamaah bersama kami ya, Bu. Doakan kami biar kami jadi anak Sholeh Sholeha dan diberi kemudahan dalam mencapai sukses." Tiara, siswaku yang paling usil berpesan.

"Iya,Nak. Dan Ibu akan selalu mendoakan kalian, Nak."

Aku pun membatin kembali, apakah aku telah berhasil sebagai guru? Namun kini aku yakin kalau aku sudah menemukan secercah harapan akan keberhasilan tugasku sebagai pendidik dan pengajar. 

Aku hantarkan mereka pada suatu jalan untuk menuntut ilmu dunia dan akhirat sekaligus. Mukena ini menjadi bukti sekaligus kenangan yang tak akan pernah bisa kulupakan. Bukan hadiahnya saja yang membuatku senang, tapi keinginan dan harapan mereka jualah yang mampu menciptakan kebahagiaan di bilik bilik kosong hatiku.

Malam ini, sambil memandangi foto bersama kita pagi tadi, aku pun berguman kembali. Tak masalah kalian harus remedial berkali kali, Nak. Tak masalah nilai kalian hanya bergeser tak jauh dari angka lima setiap harinya, Nak. Asalkan kalian tetap kreatif dan inovatif. Asalkan kalian tetap berani dan percaya diri. Asalkan kalian tetap memelihara rasa kasih dan sayang pada sesama. Asalkan kalian tetap ingat pada Tuhan YME. Ibu bangga, Nak. Karena IQ hanya 20 % saja menentukan kesuksesan kalian. Tapi ESQ lah yang terbanyak membawa kalian menuju masa depan yang gemilang.

Teruntuk seluruh guru, semangatlah selalu tuk menebarkan kebaikan pada siswamu. Karena keberhasilan tak harus melompat tinggi. Karena keberhasilan tak harus dengan angka sempurna. Keberhasilan itu jika kita dapat mengubah yang buruk menjadi baik. Keberhasilan itu jika kita mampu menanamkan karakter terpuji pada mereka. Keberhasilan itu ketika kita mampu menyadarkan mereka bahwa ada Tuhan pemilik segalanya. Hingga mereka mampu berdiri dan mandiri dalam keridhoan Tuhan YME.

Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 25 Nopember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun