Meski kupaksakan tidur malam itu, namun mata ini memang sulit sekali terlelap. Bayangan kejadian tadi selalu berseliweran di otakku. Rasa penasaran memang membuat pikiranku kacau. Sepertinya menjelang subuh baru mataku bisa diajak istirahat. Hingga akhirnya aku pun bangun kesiangan. Itu pun baru terbangun ketika tubuhku digoyang goyang oleh Roni.
"Bud, bangun. Cepetan. Entar kesiangan loh ke desanya."
Aku pun langsung duduk lalu berdiri mengambil handuk lalu pergi mandi. Semangatku membara dua kali lebih banyak kali ini. Akan kubalas rasa penasaranku tadi malam.
*****
"Ayo, Rud. Aku dah siap."
"Ayo!" Rudi pun langsung mengambil tas ranselnya dan bangkit dari duduk santai depan TV.
"Hehehe. Kalian berdua mau kemana?" Guntur melihat kami dengan tatapan curiga.
"Cuma mau ke desa. Kami ada janji dengan salah satu warganya." Rudi menjawab sambil berlalu dari hadapan Guntur.
"Hati hati. Jangan sampai tersesat lagi." Guntur mengingatkan kembali lalu pergi berlalu dari hadapanku.
*****
Akhirnya rencana kami untuk kembali ke rumah tua itu berjalan mulus. Rudi rupanya sudah menandai jalur perjalanan masuk hutannya hingga kami dapat sampai kembali ke rumah tua itu dengan mudah.
Tapi... Sesampainya kami di sana, rumah tua itu terlihat benar benar seperti rumah lama yang sudah ditinggalkan penghuninya. Tak ada bekas bekas kehidupan setelah sekian lama. Obor penerang tak ada. Lentera di dalam rumah pun tak ada. Bahkan rumah itu kotor berantakan seperti tak pernah terjamah sama sekali.
"Malam tadi kamu lihat sendiri kan kalau ada orang di rumah ini?" Rudi bertanya sambil memandangku dengan raut wajah kebingungan.
"Iya."
"Tapi kenapa rumah ini begitu berantakan. Apa benar rumah yang kita datangi tadi malam itu adalah rumah tua ini? Jangan jangan kita salah." Roni mulai ragu.
"Bangunannya sama. Bahkan kita sempat sembunyi di semak semak itu tadi malam." Tanganku menunjuk semak belukar di samping bangunan tua itu.
"Iya juga. Apa lagi ya yang bisa membuktikan kalau memang benar rumah ini yang kita datangi tadi malam?"
"Aku ingat tadi malam ketika ada yang memergoki suara kita dari semak semak, kita tertolong karena ada kilat yang menyambar pohon di belakang rumah ini." Aku setengah berlari menuju ke belakang rumah.
"Ini pohonnya." Rudi menunjuk pohon dengan cabang patah setengah hangus.
"Memang benar ini rumah tua itu. Tapi mengapa jauh berbeda dengan kondisi tadi malam, ya?"
"Jangan...jangan.... Ah sudahlah. Ayo kita pulang." Rudi menarik tanganku.
Wajahnya berubah sedikit pucat.
Melihat wajah Rudi yang berubah, bulu kudukku mulai berdiri. Dengan setengah berlari, kami meninggalkan rumah tua dan keluar dari hutan itu secepatnya. Hingga sampai di desa, langkah kami pun terhenti di satu rumah pertama. Sambil mengatur napas yang tersengal Sengal, aku menghapus keringat yang membasahi wajahku. Lalu tanpa permisi, kami pun duduk menenangkan diri di bale bale bambu depan rumah itu.
Belum hilang rasa lelah kami, tiba tiba kami dikejutkan dengan teriakan melengking dari pintu rumah yang terbuka.
"Maling...."
Tampak seorang gadis dengan rambut panjang dikepang dua berdiri dengan wajah ketakutan. Sementara beberapa tetangganya pada berdatangan ke halaman rumah sambil membawa kayu. Sedangkan aku dan Rudi semakin ketakutan dengan suasana terancam seperti ini
BERSAMBUNG
Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 4 Oktober 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H