Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Buruk

25 Agustus 2019   07:00 Diperbarui: 25 Agustus 2019   07:01 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Melerai mimpi yang berkecamuk. Diantara gambaran mencekam dan penat tubuh. Membuat resah di setiap lelapku. Bergelanyut dalam angan dan desah napasku. Tengsengal, berkeringat, melunturkan taburan kenikmatan buaian malamku. 

Berdegup jantungku. Terus seperti itu disetiap malam hingga malam ke-7 dalam bunga tidur yang sama, mimpi buruk. Apa yang sedang terjadi denganku?

Gugup terbangun di tengah malam gulita. Sepi, sunyi hingga nyanyian jangkrik terdengar begitu nyata. Bahkan tetes air hujan yang menyisakan gerimisnya mampu mengusik gendang telingaku. 

Dan nyanyian katak yang bersahutan dari selokan depan kamar kos seakan terdengar menyeramkan. Seperti Sorak Sorai alam memanggil malaikat maut tuk turun ke jalan, bergabung bersama orang orang malam yang masih terjaga. Huh... aku tersiksa.

Aku sibuk dengan ketakutanku. Hingga tubuhku terjatuh dari ranjang ketika bangun dan hendak menyalakan lampu. Kutahan sakit yang menjalar di sela sela jariku akibat jemari kaki terhantup meja kecil di dekat ranjangku. 

Dalam suasana gelap, bayangan mimpi buruk yang baru saja kupotong paksa lewat bagunku begitu merajalela. Karena itulah penerangan yang cukup dapat membuat diriku sedikit lega untuk mengatur napas yang sudah ngos ngosan sejak terbangun tadi.

Apa salahku? Mengapa mimpi buruk itu selalu mengikuti setiap malamku? Kucoba mengingat ingat kembali beberapa kejadian di hari hari sebelumnya. Aku harus menyelesaikan apa yang belum kutuntaskan. Atau memperbaiki apa yang telah menjadi kesalahan. 

Aku tak mau mimpi itu kan membuat tubuh ringkih ini semakin menyusut ditinggal lemak yang tak pernah tampak lebih. Aku juga tak rela jika otak jernih ini berubah jadi batu hanya karena anemia akibat kurang tidur melulu.

Apakah karena aku meninggalkan kucing manis nan cantik di tengah pasar karena  tak bisa memeliharanya di kos akibat terbentur peraturan Ibu kos yang galak? Atau karena dengan sengaja kuhilangkan nyawa nyamuk di jidat teman yang sudah terlalu kenyang dan sebentar lagi juga bakalan mati? 

Atau karena aku menolak membeli bungkus terakhir jajanan pasar dari seorang penjual getuk di tepi jalan karena uang jajanku sudah seret untuk beberapa hari ke depan? 

Atau... Mungkinkah karena aku menolak ajakan ibu untuk pulang dan makan bersama di kampung hanya karena terlampau banyak mengerjakan tugas yang memburu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun