"Kalau kita sudah merdeka, kenapa setiap hari saya harus belajar pelajaran yang tak saya sukai, Bu. Saya kan suka menari. Kenapa saya tak boleh belajar menari saja setiap hari? Apakah saya bisa lulus kalau ujian nanti?" Mulut mungil gadis cantik berucap dengan lugunya.
Kali ini Bu Ecy terdiam lama. Kenyataan memang demikian. Mereka berjuang untuk mengisi kebebasannya. Lima hari dengan seragam dan tas berat buku buku pelajarannya. Terprogram sama layaknya robot pabrikan. Harus bisa semua atau belajarnya sia sia. Ulangan luar bisa. Ujian malah tak bisa. Karena keberhasilan masih tentang nilai dan angka. Sedang mereka adalah generasi tonggak sejarah masa depan bangsa.
Bisakah kau sebut kita merdeka? Bila mana koruptor merajalela. Bisakah kau sebut Indonesia merdeka? Bilamana habitat menelan manusianya. Bisakah kau sebut generasi bangsa yang merdeka? Bilamana standar pelajaran mengikat siswa. Kegalauan mengambang di puncak angan dan harapan.
"Kita akan selalu merdeka jika kita mau bergerak. Hal tersebut hanyalah rintangan hidup. Karena itu berjuanglah. Sebab perubahan ada bila kita mau berusaha. Jadi, bergeraklah menuju Indonesia unggul. Merdeka!" Deretan kalimat penutup terlontar dengan semangat dari mulut Bu Ecy.
"Merdeka!" Riuh suara siswa menyambut kata penutup Bu Ecy dengan lantang dan serempak berhiaskan wajah wajah optimis tak berdosa.
Dan senyum terlukis di kedua sudut bibir Bu Ecy sambil melambungkan harapan Semoga Indonesia jaya
Salam merdeka💪😊
Love and peace😁✌️
EcyEcy, Benuo Taka, 17 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H