Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Terpapar "Lonely Marriage", Bagaimana Cara Mengatasinya?

2 November 2024   04:36 Diperbarui: 2 November 2024   05:47 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasangan harmonis (Sumber gambar: diary.marshabeauty.com).

Istilah lonely marriage merujuk pada perasaan kesepian dalam pernikahan. Kendati sudah ada pendamping suami atau istri, tapi rasa kesepian itu malah muncul. Suasana ini tercipta bukan hanya lantaran tinggal berjauhan, juga bisa terjadi kendati berada dalam satu rumah dengan pasangan.

Bagaimana bisa seperti itu? Apa penyebabnya? Lalu, bagaimana mengatasinya? Hal itulah yang akan dibahas dalam artikel sederhana ini.

Pendekatan di Masa Pacaran

Jauh sebelum menikah, pada umumnya dimulai dari proses perkenalan. Perkenalan ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui satu sama lain: mengetahui kepribadian dan sifat-sifat (calon) pacar. Pada masa inilah sering ditemukan apa saja persamaan dan perbedaan kepribadian satu sama lain.

Kalau terlalu banyak perbedaan, bahkan mungkin ketidaksesuaian yang tajam, mereka bisa memutuskan untuk tidak melanjutkan ke tahapan berikutnya.  Mereka menyudahi pendekatan awal ini.

Sebaliknya, kalau merasa banyak kesesuaian, maka bisa dilanjutkan dengan berpacaran pada tingkatan serius dan kemudian berlanjut ke jenjang perkawinan.

Tapi, tidak selalu seperti itu jalannya. Karena, ada juga yang tidak terlalu memedulikan perbedaan yang ada dengan pertimbangan toh nanti bisa dilakukan penyesuaian.

Masa Berumah Tangga

Mesti diingat, tidak menjadi jaminan yang sudah merasa cocok di awal akan cocok selamanya. Sebaliknya, yang di awal merasa kurang cocok, ketika sudah berumah tangga ternyata bisa menyesuaikan sehingga semuanya menjadi baik-baik saja.

Baik yang merasa cocok di awal maupun yang merasa kurang sesuai tapi memutuskan untuk menikah, tetap saja ada kemungkinan mengalami masalah selama pernikahan. Menyatukan dua kepribadian yang tidak sama, tentu bukan perkara mudah.

Akan ada saja perbedaan pendapat. Kalau perbedaan ini tidak ditangani dengan baik, maka besar kemungkinan akan terjadi konflik. Konflik itu bisa membawa perkawinan ke lembah kehancuran.

Nah, selama perbedaan yang tajam dan konflik itu terjadi, bisa jadi pasangan ini mengurangi komunikasi satu sama lain. Mereka memilih lebih banyak diam daripada berbincang-bincang.

Masing-masing melakukan aktivitas nyaris tanpa berkomunikasi satu sama lain. Inilah yang akan membawa apa yang disebut dengan lonely marriage: orang yang sudah menikah tapi merasa kesepian.

Lebih Banyak Melihat Kekurangan Pasangan?

Saat konflik terjadi, seringkali kedua pihak lebih banyak melihat kekurangan pasangan. Masing-masing dari mereka merasa tidak senang, marah,  bahkan saling membenci yang berakhir pada kehilangan motivasi untuk berkomunikasi.

Dalam kondisi seperti ini, yang dilihat hanyalah sisi negatif dari pasangan. Akan sangat mudah menemukan dan membeberkan segala kekurangan yang ada pada pasangan.

Mau Melihat Hal-hal Positif

Kalau mau jujur, sejelek apapun dia sebagai pasangan, pasti ada hal-hal yang baik pada kepribadiannya. Nah, pada saat sedang emosional, orang lupa akan hal-hal baik dan mulia dari pasangannya. Yang ada hanya sifat-sifat negatifnya.

Untuk itulah, diperlukan ketenangan hati agar mampu melihat secara lebih objektif dan adil. Melihat juga bahwa ada banyak sifat dan karakter positif pada pasangan. Kalau bisa menginventarisasi kekurangan pasangan, pasti juga bisa menghitung kebaikan atau hal-hal positifnya.

Maka, lakukanlah hal ini dengan cermat dalam keadaan tenang, Dengan demikian, akan terlihat dengan jelas bahwa pasangan tidak hanya terdiri dari hal-hal yang kurang dan negatif saja, melainkan juga banyak hal-hal yang positif.

Contohnya: ia orang yang suka menolong, menyayangi anak-anak, rajin bekerja, dan lainnya. Ini hanya beberapa contoh. Intinya, daripada hanya mengingat hal yang kurang, lebih baik diingat hal-hal yang positif pada pasangan.

Dengan mengingat dan menyadari hal-hal yang positif pada pasangan diharapkan akan meredakan emosionalitas sekaligus menumbuhkan kesadaran dan penerimaan.

Mulai juga menyadari bahwa setiap manusia pasti ada sifat baik dan buruknya, seperti juga diri sendiri. Tidak bisa kita bersikap tidak adil dengan menghendaki dan menuntut sifat pasangan baik-baik semuanya, sementara diri sendiri ada banyak kekurangan.

Jadi, yang terpenting adalah saling menerima segala kelebihan dan kekurangan yang ada. Menyadari bahwa setiap orang memiliki kekurangan selain kelebihannya.

Jika hal ini disadari, maka komunikasi dan hubungan dengan pasangan akan berjalan lancar. Masalah yang dihadapi bisa terpecahkan dengan kebersamaan. Tak ada lagi namanya kesepian dalam perkawinan.

(I Ketut Suweca, 2 November 2024).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun