Ujian di kampus, seperti Ujian Tengah Semester (UTS) maupun Ujian Akhir Semester (UAS), adalah hal biasa. Melalui ujian ini, para dosen akan menilai kemampuan mahasiswanya, apakah mereka menguasai materi perkuliahan dengan baik atau belum.
Selain UTS dan UAS, tentu masih ada lagi cara atau metode penilaian lainnya, misalnya melihat keterlibatan mahasiswa dalam diskusi, sikap dan perilaku mereka di kampus, dan pemenuhan tugas yang diberikan para dosen. Tingkat kehadiran untuk bisa ikut ujian akhir semester mungkin ditentukan 75 persen juga menjadi unsur penilaian.
Salah satu yang paling menentukan adalah UTS dan UAS. Mengapa? Karena, dari sinilah nilai setiap mata kuliah akan diberikan persentase yang lumayan besar. Misalnya, UTS bobotnya 30 persen, sedangkan UAS bobotnya 40 persen. Sisanya bersumber dari penilaian lainnya, seperti sikap dan perilaku serta keterlibatan dalam diskusi atau presentasi.
Membiasakan Fokus
Kunci sukses dalam menghadapi ujian, bukanlah melulu pada saat menjelang atau saat iujian berlangsung, melainkan jauh-jauh sebelumnya. Kapan? Saat perkuliahan dari awal semester dimulai.
Pada saat perkuliahan di kelas berlangsung, seyogianya mahasiswa fokus terhadap materi perkuliahan yang diantarkan dosen. Jangan, misalnya, asyik sendiri bermain hanphone atau ngobrol dengan teman yang duduk di sebelah, sementara dosen sedang menjelaskan materi kuliah.
Kalau hal itu dilakukan juga, maka materi kuliah tidak akan mampu ditangkap dengan baik karena tidak fokus.
Untuk bisa lebih fokus, ada baiknya memilih duduk lebih ke depan, jika tak mau di deretan kursi paling depan. Maksudnya adalah agar bisa lebih fokus menyerap materi yang disampaikan dosen, apalagi ditayangkan pula melalui LCD dengan layar di depan.
Selain itu, duduk lebih di depan bisa membantu mengurangi terjadinya gangguan atau distraksi, baik yang bersumber dari diri sendiri maupun teman lainnya.
Posisi duduk bisa menggambarkan kepercayaan diri. Artinya, mereka yang memiliki kepercayaan diri yang lebih baik cenderung duduk di barisan depan saat mengikuti perkuliahan. Sebaliknya, mereka yang kurang rasa percaya dirinya cenderung "bersembunyi" di belakang, bahkan mengambil posisi di pojok.
Duduk mojok seperti itu dilakukan, mungkin maksudnya agar terlepas perhatian dosen. Padahal, justru yang duduk di pojok terkadang yang ditunjuk untuk menjawab pertanyaan saat diskusi.
Jadi, pada saat perkuliahan berlangsung sejak awal semester, usahakan untuk selalu fokus pada materi yang disampaikan. Terlibatlah dalam diskusi, dan kalau memungkinkan, duduklah di kursi bagian depan.
Dengan cara seperti itu, maka kemampuan menyerap materi kuliah akan semakin baik. Mahasiswa juga tidak terdistraksi dan kehilangan fokus saat belajar di kelas.
Jangan Lupa Mencatat
Selain itu, jangan lupa mencatat materi yang dijelaskan. Tidak jarang mahasiswa memandang kegiatan mencatat kurang penting. Mereka malas mencatat.
Mereka mengandalkan ingatan saja, padahal kemampuan mengingat manusia terbatas adanya. Orang mudah lupa, apalagi dalam kurun waktu yang lama. Ini manusiawi sifatnya.
Dengan mencatat bagian-bagian penting, mahasiswa akan memiliki catatan yang bisa dibaca kembali di rumah selain membaca buku dan power point (ppt) yang mungkin juga dibagikan dosen.
Mencatat adalah cara untuk "menanam" pengetahuan ke dalam pikiran. Mencatat merupakan cara untuk menyerap materi kuliah ke dalam pikiran dengan lebih baik sehingga ketika diperlukan akan  mudah diingat. Mencatat bukan sekadar menulis di atas  kertas, bahkan juga bermakna "memahat" materi kuliah ke dalam pikiran.
Mahasiswa jangan menganggap remeh kegiatan mencatat. Di samping agar bisa dibuka-buka kembali saat dibutuhkan, mencatat juga merupakan upaya menanam lebih dalam pengetahuan baru ke ruang pikiran.
Hindari Menyontek
Belajar di rumah juga menjadi hal yang menentukan sebagai bentuk persiapan ujian. Mahasiswa hendaknya tidak berleha-leha menjelang ujian. Jika sikap dan perilaku ini dipelihara, bukan tidak mungkin hasilnya akan buruk.
Berbeda halnya dengan mereka yang menjelang ujian sudah mempersiapkan diri dengan baik. Antara lain dengan membaca kembali materi kuliah, mencoba contoh soal yang pernah diberikan dosen, dan cara lainnya.
Dengan persiapan yang matang, mahasiswa  tak perlu menyontek karya teman sebelah. Tak perlu bertanya di google untuk mendapatkan jawaban. Tak perlu juga berpikir demikian keras karena mengalami kesulitan menjawab soal ujian.
Mengandalkan teman sebelah atau men-searching di google untuk menjawab, tak hanya salah bahkan hal ini menunjukkan ketidaksiapan dan ketiadaan kepercayaan diri.
Ya, ketidaksiapan memasuki ujian lantaran tidak sungguh-sungguh belajar. Ketiadaan kepercayaan diri, karena lebih percaya pada google daripada kemampuan diri!
Melatih Kemampuan Berpikir
Kalau demikian bergantung pada hasil contekan dan mbah google, berarti mahasiswa tidak mau mengandalkan pemikirannya sendiri. Padahal, yang bersangkutan kemungkinan besar memiliki kemampuan untuk menjawab jika sudah mempersiapkan diri dengan baik.
Tidak mau berusaha menggunakan kemampuan berpikir, melainkan ingin yang serba gampang dan instant dengan cara mencari jawabannya di google atau nyontek misalnya.
Padahal, kuliah itu mengajarkan mahasiswa tidak hanya mempelajari berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, bahkan juga melatih kemampuan berpikir.
Kemampuan berpikir kritis, analitis, dan kreatif perlu dilatih. Sayang bukan, jika kemampuan itu tidak diasah dan tidak digunakan dengan baik, tunduk oleh ketidakpercayaan kepada diri sendiri. Â Semua ini akan bermuara pada kualitas sarjana yang diperoleh kelak jika berhasil lulus.
Dalam perkuliahan, mahasiswa tentu akan mendapat berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan program studi yang diikutinya.
Selain itu, ia juga dilatih dan terlatih untuk berpikir bagaimana memecahkan soal atau masalah  dengan mengikuti proses berpikir analitis, kritis, dan kreatif. Kemampuan berpikir  inilah yang sebenarnya menjadi nilai lebih seorang sarjana, tidak melulu pada pengetahuan yang dikuasainya.
Terkait inilah, maka mahasiswa harus berani menuangkan hasil pemikirannya sendiri ke lembar-lembar jawaban ujian. Hasil pemikirannya itu, bersumber dari perpaduan proses belajar dari buku, jurnal ilmiah, belajar di ruang kuliah, dan lainnya.
Ia harus juga berani menuangkan gagasannya dengan cara atau gayanya sendiri: dengan kata-kata atau kalimatnya sendiri. Apa jawaban yang terpikir olehnya, seperti itulah jawaban yang ditulis.
Dosen pengajar tidak selalu menuntut jawaban yang sempurna, melainkan jawaban yang orisinal dari hasil pemikiran mahasiswa yang dilandasi pada akumulasi pengetahuan yang dimilikinya. Dosen lebih menghargai usaha sendiri daripada hasil yang didapat dengan cara yang tidak baik.
Saat menjadi mahasiswalah seseorang mempunyai kesempatan luas untuk mengasah mental dan kemampuannya. Ia seyogianya berjuang mengatasi berbagai kesulitan, tidak memilih jalan yang serba gampang, apalagi jalan salah.
Mahasiswa mesti siap dan berani bersusah-payah untuk berhasil menjadi individu yang berkualitas. ia harus menjalani proses belajar secara optimal untuk hasil yang bagus. Bukan learning by nothing!
(I Ketut Suweca, 16 Oktober 2024).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H