Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meninggal karena Kelaparan, Siapa yang Bertanggung Jawab?

15 Agustus 2024   04:10 Diperbarui: 15 Agustus 2024   12:41 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: meninggal karena kelaparan (Sumber gambar: Shutterstock via Kompas.com).

Setiap kali membaca atau mendengar berita tentang orang yang meninggal karena kelaparan, hati ini terasa miris. Sesak. Tidak hanya satu-dua kasus, bahkan sudah berulangkali terjadi hal seperti ini.

Lalu, salah siapa sampai ada orang, termasuk lansia, yang meninggal lantaran tidak punya uang untuk membeli makanan?

Secara logika sederhana, kelaparan disebabkan karena ketiadaan makanan. Ketiadaan makanan karena tidak ada kemampuan untuk membelinya. Ketidakmampuan membeli karena miskin. Kesimpulannya, kelaparan disebabkan karena kemiskinan.

Mari kita bahas lebih jauh tentang problem yang acapkali menimpa masyarakat kelas bawah ini. Kita akan melihat penyebabnya ,mengapa orang kelaparan bahkan meninggal karenanya.

Kemiskinan, sebagaimana disebutkan di atas, menyebabkan orang tidak mampu membeli makanan. Karena, untuk mendapatkan makanan diperlukan uang, bukan? Sekali waktu mungkin ada orang yang memberi bantuan, tapi bagaimana kalau tidak?

Jadi, biang kerok kematian adalah lantaran kemiskinan yang menjerat warga bersangkutan. Kalau persoalannya adalah kemiskinan, apa yang bisa dilakukan? Mari kita bahas lebih jauh.

Pertama, bantuan sosial dari pemerintah.

Ada berbagai jenis bantuan sosial (bansos) dari pemerintah menurut klusternya. Contohnya, program keluarga harapan (PKH), program beras untuk rakyat miskin (RASKIN), program jaminan kesehatan masyarakat (JAMKESMAS), dan beberapa program lainnya.

Saya perhatikan, pemerintah sudah peduli terhadap masyarakat miskin melalui berbagai program yang digelontorkan kendati harus diakui masih belum maksimal. Mungkin masih ada masyarakat miskin yang belum tersentuh oleh program yang bagus ini.

Oleh karena itu, update pendataan keluarga miskin harus terus dilakukan. Data lama belum tentu bisa dijadikan pedoman lagi karena sudah terjadi perubahan.

Mungkin jumlah keluarga miskin di daerah tertentu sudah berkurang atau sebaliknya, bertambah. Oleh karena itu pembaharuan data secara periodik selalu perlu dilakukan sehingga menjadi sumber data yang valid dan dapat dipercaya dalam merancang pemberian bantuan sosial selanjutnya.

Satu hal yang perlu diingat, ada keluarga miskin yang sering berpindah-pindah tempat tinggal. Ia mungkin sudah tercatat di tempat tinggal lama, tapi tak ada lagi di tempat itu. Sementara, di tempat tinggalnya yang baru, belum tercatat sebagai warga atau penduduk setempat.

Mereka yang seperti ini sulit tersentuh program bantuan sosial dari pemerintah. Oleh karena itu, perlu disiasati bagaimana caranya agar warga seperti ini tetap mendapatkan bantuan.

Kedua, tingkatkan kepedulian sosial.

Apakah kepedulian sosial belakangan ini menurun? Tampaknya ya. Kalau di wilayah perdesaan rata-rata kepedulian sosial relatif masih bagus. Interaksi antarwarga berlangsung cukup intensif sehingga mereka mengetahui keadaan warga sekitar atau tetangganya.

Lain di desa, lain pula di wilayah perkotaan. Masyarakat perkotaaan, terlebih-lebih di kota besar, cenderung lebih bersifat individualistik: kurang kepeduliannya kepada orang-orang di sekiranya. Bahkan, dengan tetangga sebelah rumah pun bisa jadi tidak saling mengenal.

Apapun yang terjadi, ya cuek saja, tak peduli. Istilahnya: lu lu, gua gua. Kalau sudah seperti ini, kepedulian sosial sudah tidak ada tempatnya lagi, jauh dari kehidupan masyarakat.

Nah, kondisi seperti digambarkan di atas sangat rawan dengan berbagai permasalahan yang mungkin muncul, baik menyangkut masalah keamanan maupun problem ekonomi.

Akibatnya, ketika tetangga kelaparan, tak ada yang tahu. Dan, ketika tetangga meninggal di dalam rumah pun tak ada yang rungu, sampai-sampai jasadnya berbau menyengat, baru tercium dan ketahuan.

Oleh karena itu, baik di perdesaan maupun di perkotaan, kepedulian terhadap masyarakat sekitar seyogianya ditingkatkan. Kepedulian bukan berarti campur tangan terhadap hal-hal yang privasi sifatnya, melainkan rungu alias peduli terhadap keadaan mereka yang ada di sekitar dan siap untuk membantu.

Ketiga, penguatan ekonomi masyarakat miskin.

Masyarakat yang tidak mampu mesti terus berjuang untuk meningkatkan taraf hidup. Dalam konteks ini, pemerintah melalui lembaga perbankan terus menggelontorkan bantuan usaha untuk jenis usaha mikro dan kecil.

Selama ini, pemerintah sudah memberikan bantuan melalui kredit usaha rakyat (KUR) dan kredit usaha bersama (KUBE). Kredit ini dimaksudkan untuk merangsang masyarakat ekonomi kelas bawah agar berusaha meningkatkan penghasilannya melalui usaha mikro dan kecil.

Hanya saja, harus diakui, belum semua masyarakat kelas bawah tersentuh oleh bantuan permodalan ini. Maka, perlu sosialisasi lebih gencar lagi sekaligus mempermudah pengurusan bantuan dimaksud sehingga bisa diakses.

Dengan modal bantuan dari pemerintah diharapkan usaha masyarakat akan bangkit, kian maju, dan berkembang sehingga menjadi sumber penghasilan. Dengan adanya sumber penghasilan tersebut, diharapkan kemiskinan lambat laun bisa dikurangi dan kelaparan bisa dicegah.

Tentu saja tidak hanya pemerintah yang berperan dalam hal ini. Lembaga nonpemerintah dan pihak swasta yang memiliki kemampuan secara finansial seyogianya turut turun tangan membantu mereka yang sedang didera kesusahan hidup. Jangan sampai hanya memikirkan keberhasilan dan keuntungan perusahaan tanpa peduli terhadap keadaan lingkungan sekitar.

Nah, jika kolaborasi berbagai pihak dilakukan, baik pemerintah, swasta, lembaga sosial nonpemerintah, dan masyarakat pada umumnya, niscaya tak akan ada lagi orang yang meninggal karena tidak bisa makan.

Di negeri yang diperjuangkan menuju masyarakat yang gemah ripah loh jinawi, ternyata masih ada yang meninggal karena kelaparan. Semoga hal seperti ini tidak terjadi lagi.

(I Ketut Suweca, 14 Agsustus 2024).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun