Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Generasi Z, Work Life Balance, dan Pekerjaan Informal

4 Agustus 2024   18:24 Diperbarui: 5 Agustus 2024   06:08 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi Z dan harapannya (Sumber gambar: money.kompas.com).

Generasi Z adalah mereka yang berusia 15 sampai dengan 27 tahun. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, mereka menghendaki hal yang berbeda dalam pekerjaan atau kariernya.

Lalu, apa harapan generasi Z ini terhadap pekerjaan, sistem atau pola kerja, dan kehidupan pada umumnya?

Mengapa memahami motivasi generasi Z ini demikian penting? Alasannya, merekalah yang akan dipekerjakan atau diharapkan bekerja dengan sesama generasi Z dan dengan generasi sebelumnya, baik generasi Y, generasi X, maupun generasi baby boomer.

Work Life Balance

Survei Jakpat menyebutkan bahwa sebagian besar generasi Z membutuhkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi atau work life balance (Kompas, 2 Agustus 2024).

Kalau generasi sebelumnya banyak diharapkan bekerja keras untuk mendapatkan penghasilan sebesar-besarnya dengan mengurangi waktu istirahat, maka Gen Z tidak demikian. Mereka menginginkan kehidupan yang lebih seimbang antara bekerja dengan berkegiatan untuk diri sendiri.

Mereka tidak ingin ngoyo dalam bekerja, melainkan menghendaki juga ada waktu untuk me time, bersantai, dan menjalani hobi. Tidak mau seluruh waktunya untuk kepentingan pekerjaan, kendati sebenarnya hal itu dapat memberinya pendapatan yang lebih besar.

Dengan pola hidup seimbang, mereka memimpikan hidup yang lebih sehat, tenang, dan bahagia. Bukannya hidup yang dipenuhi dengan kerja dan kerja terus, tanpa mempedulikan kebutuhan sebagai individu. Hidup seperti itu, menurut mereka, akan membawa orang pada tingkatan stres yang tinggi bahkan depresi sehingga perlu dihindari.

Work life balance ini ada kesamaan dengan pola hidup slow living. Dalam konsep slow living, setiap detik dari kehidupan dipenuhi dengan kesadaran dalam menjalaninya.

Di samping itu, dipandang  tidak perlu bekerja terburu-buru. Ada juga kombinasi yang sepadan antara kehidupan kerja dengan kehidupan pribadi dan keluarga.

Akan tetapi keistimewaan seperti itu sulit didapatkan di dalam pekerjaan formal. Sektor formal cenderung menuntut target, kerja keras, dan disiplin yang ketat.

Pekerjaan yang tersedia malah menghendaki karyawan bekerja keras sebagai bentuk dedikasi terhadap perusahaan sekaligus untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik.

Pekerjaan Informal

Salah satu tempat di mana genetasi Z dimungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan yang memenuhi syarat untuk work life balance adalah pada pekerjaan informal. Ya, dibandingkan dengan pekerjaan formal, pekerjaan informal tidak atau kurang terikat oleh waktu yang ketat.

Akan tetapi, ada pekerjaan informal yang dilakukan dengan dan tanpa bayaran. Dengan bayaran, apabila mereka melakukan pekerjaan informal atau melakukan usaha mandiri untuk mengisi waktu dan mendapatkan penghasilan.

Tanpa bayaran dimaksudkan ketika generasi Z membantu pekerjaan bersama orangtua atau keluarga tanpa digaji. Hal ini dilakukan kebanyakan dengan bertujuan untuk mengisi waktu sebelum mendapatkan pekerjaan formal atau melanjutkan pendidikan.

Beberapa pekerjaan informal yang menjadi pilihan generasi Z di antaranya menjadi desain grafis, freelancer, dan content creator. Ada juga yang menekuni bisnis dalam berbagai bentuknya.

Ditengarai, pilihan ini terjadi sebagai akibat terjadinya Covid-19 beberapa tahun yang lalu yang membuat banyak karyawan dirumahkan (baca: diberhentikan). Karena dirumahkan, maka alih-alih tidak bekerja, mereka lalu terjun ke sektor informal. Dan, kemudian ini keterusan hingga sekarang dan diikuti pula oleh usia yang lebih muda.

Tetapi, tetap saja ada keinginan sebagian dari generasi Z untuk mendapatkan pekerjaan formal. Namun, untuk mendapatkan pekerjaan formal, mereka menghadapi persaingan ketat yang sulit ditembus.

Belum lagi, beberapa perusahaan yang lebih mengutamakan pekerja yang berpengalaman sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Perusahaan-perusahaan tersebut enggan mengeluarkan biaya untuk pendidikan dan pelatihan yang harus dikeluarkan bagi karyawan yang baru.

Tiga Alasan Generasi Z

Kalau diklasifikasi lebih lanjut, terdapat tiga alasan generasi Z memilih pekerjaan informal. Pertama, karena generasi ini memang ingin bekerja di sektor ini karena keinginan untuk mendapatkan work life balance, pekerjaannya fleksibel dan bisa mengatur diri tanpa diperintah orang lain.

Kedua, karena mereka menghadapi kesulitan mendapatkan pekerjaan formal, seperti di perusahaan swasta atau di pemerintahaan.

Kompetisi yang ketat menyebabkan peluang untuk mendapatkan pekerjaan formal menjadi sangat kecil. Belum lagi lantaran karyawan yang dibutuhkan relatif kecil dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang membutuhkan pekerjaan.

Ketiga, kendatipun mereka kini bekerja di sektor informal, sebagian di antaranya masih tetap berharap pada suatu saat akan mendapatkan pekerjaan formal.

Daripada berdiam diri, mereka memutuskan mengisi waktu dengan bekerja di sektor informal sambil mencoba terus melamar pekerjaan formal.

Apapun pilihan generasi Z, yang penting mereka bisa bekerja baik di sektor informal maupun formal. Yang terpenting bagi generasi ini adalah tidak di-cap sebagai pengangguran, sebuah predikat yang sangat dihindari.

(I Ketut Suweca, 4 Agustus 2024).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun