Siapakah kaum marjinal? Bagaimana dengan pendidikan anak-anak kaum marjinal? Apa yang bisa dilakukan? Sederet pertanyaan inilah yang akan menjadi topik bahasan dalam artikel singkat ini.
Artikel ini bukan sebuah bahasan yang sangat mendalam, melainkan hanya untuk mengetahui dan mengingatkan kita semua bahwa pendidikan bagi anak-anak kaum marjinal perlu terus mendapat perhatian yang serius.
Masalah dan Tantangannya
Kaum marjinal adalah mereka yang secara ekonomi masuk dalam kelompok masyarakat yang rentan miskin, miskin, dan sangat miskin. Kondisi ekonomi, kesehatan, dan pendidikan, amat memprihatinkan sehingga perlu mendapatkan atensi yang serius.
Pendidikan anak-anak dari kaum marjinal masih menyimpan banyak permasalahan, persoalan yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan masyarakat yang mesti dituntaskan.
Mari kita lihat datanya. Seperti ditulis dalam Tajuk Rencana Kompas, 25 Juli 2024, anggaran Program Indonesia Pintar (PIP) pada tahun 2024 meningkat menjadi Rp.13,4 triliun, sedangkan tahun sebelumnya Rp.9,6 triliun.
Jumlah siswa usia 6-12 tahun yang disasar pun meningkat, dari 17,9 juta siswa tahun 2023 menjadi 18, 6 juta siswa pada tahun 2024. Program ini dimaksudkan untuk membantu keluarga miskin dan rentan miskin agar terhindar dari putus sekolah.
Akan tetapi, itu hanya sedikit dari total jumlah anak miskin di Indonesia yang mencapai 32,5 juta atau sekitar 11,8 persen dari jumlah penduduk (BPS, 2022).
Pendidikan dan Kewajiban Negara
Dari data yang ada, tampak bahwa terdapat pekerjaan besar untuk memastikan anak-anak dari keluarga miskin dan rentan miskin untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Pemerintah sebagai representasi negara wajib menghadirkan pendidikan yang layak bagi anak-anak kamu marjinal ini. Mengapa? Karena berdasarkan konstitusi, semua warga negara Indonesia, baik kaya maupun miskin, baik di perkotaan maupun jauh di pedesaan, berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Berharap, untuk anak-anak dari kaum marjinal, minimal pendidikan dasar 12 tahun bisa diperoleh.Â
Sekali lagi ini pekerjaan besar, mengingat masih banyak anak-anak dari kaum marjinal yang belum tertangani pendidikannya dan yang sudah tertangani pun masih memerlukan keberlanjutan.
Kalau anak-anak dari keluarga mampu secara ekonomi tentu tidak menjadi persoalan untuk mengakses pendidikan. Berbeda halnya dengan mereka yang berasal dari keluarga yang miskin, benar-benar memerlukan bantuan pemerintah dan para pihak terkait sehingga bisa mendapatkan pendidikan dasar yang layak selama 12 tahun.
Jadi, bantuan di sektor pendidikan seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan sejenisnya mesti terus dilakukan secara berkelanjutan dengan jangkauan yang semakin luas.
Menjadi Prioritas Utama
Inilah yang harus diprioritas dan diperjuangkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Janganlah hendaknya ada lagi anak dari keluarga marjinal yang tidak mengenyam pendidikan, karena pendidikan merupakan dasar bagi kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Untuk itu, anak-anak dari kaum marjinal perlu didata dengan cermat, baik yang berada di perkotaan maupun di perdesaan. Data yang dikumpulkan pun mesti sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Jangan sampai, misalnya, ada ada yang tidak terdata atau salah pendataan.
Anak-anak dari kelompok ini ada yang membantu orangtuanya bekerja sehingga mereka tidak bersekolah atau berhenti bersekolah sebelum menyelesaikan pendidikannya. Yang seperti ini juga memerlukan pendataan dan perhatian khusus agar mereka bisa kembali ke sekolah.
Sering terjadi orangtua merasa keberatan anaknya bersekolah karena dengan begitu anak-anak itu tidak lagi bisa membantu orangtuanya bekerja. Selain itu, kesadaran orangtua terhadap pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka masih sangat minim.
Berdasarkan data yang valid itulah kemudian dilakukan penanganan secara intensif dan komprehensif, sampai anak-anak itu mendapatkan pendidikan yang layak. Dan, ini akan berulang-ulang dan berkelanjutan selama masih ada keluarga miskin yang memiliki anak yang memasuki usia sekolah.
Keterlibatan Para Pihak
Tidak hanya pemerintah yang wajib turun tangan menangani persoalan pendidikan anak bangsa dari keluarga tidak mampu ini. Partisipasi dari komponen masyarakat pun harus terus digalang secara berkelanjutan, terutama dari para pengusaha dan siapa pun yang memiliki kemampuan dan kepedulian untuk membantu anak-anak dari kelompok marjinal ini.
Jika penanganan terhadap permasalahan ini dilakukan dengan intensif, sinergis, dan komprehensif, niscaya persoalan pendidikan dasar 12 tahun bisa tertangani dengan baik. Lingkaran kebodohan dan kemiskinan bisa diputus setahap demi setahap.
Kemiskinan adalah pangkal kebodohan, maka pendidikan adalah jawabannya. Sebaliknya, kebodohan adalah pangkal kemiskinan, maka pendidikan juga menjadi jawabannya. Jadi, mari dimulai dengan pendidikan yang yang layak, khususnya bagi anak-anak kaum marjinal.
(I Ketut Suweca, 28 Juli 2024).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI