Sikap ini, pada umumnya muncul didasarkan pada perbedaan suku, perbedaan daerah, agama, dan lainnya.
Karena seseorang berasal dari satu daerah dengan pimpinan atau atasannya, lalu dia yang dipromosikan, padahal ada karyawan lain yang lebih layak tapi dari daerah lain.
Karena seseorang satu etnis dengan pimpinan, maka dialah yang diberikan kesempatan untuk naik jabatan, kendati ada orang lain dari etnis lain yang lebih memenuhi persyaratan.
Masalah seperti ini bukan mustahil terjadi. Unsur diskriminasi ini masih terjadi, kendati pun tak ada ketentuan dalam aturan perusahaan yang mengharuskan sang calon itu mesti satu agama, satu etnis, atau satu daerah dengan pimpinannya.
Ini, lagi-lagi, akan membuat ketidakpuasan dalam perusahaan yang bisa berdampak buruk terhadap kinerja dan produktivitas karyawan.
Ketiga, keterbatasan jenjang jabatan.
Ada banyak perusahaan yang struktur organisasinya cukup sederhana. Misalnya, yang ada hanya Direktur dan Kepala Bagian yang jumlahnya hanya 5 orang, padahal karyawan yang dipimpin lumayan banyak jumlahnya.
Di dalam perusahaan ternyata ada karyawan yang berpotensi untuk meng-handle tugas manajerial. Karyawan itu, dalam kesehariannya, sudah menunjukkan tanda-tanda memiliki kemampuan memimpin dan bisa menggerakkan teman-temannya untuk giat bekerja.
Namun sayang, kesempatan untuk mendapatkan jabatan tidak ada sama sekali karena jabatan yang tersedia sudah terisi penuh semuanya dan jumlahnya pun sangat terbatas.
Karyawan yang potensial seperti ini seyogianya sejak awal sudah harus mempelajari terlebih dahulu mengenai jenjang jabatan di dalam perusahaan yang dimasukinya. Apakah jenjang jabatan yang tersedia cukup luas atau justru sangat terbatas seperti dicontohkan di sini.
Kalau, misalnya, dia terlanjur nyemplung bekerja, mungkin sudah saatnya berpikir untuk resign dan memilih perusahaan lain yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mencapai karier yang lebih baik.