Pikiran menjadi tidak terlatih untuk berpikir untuk menemukan jawaban terhadap setiap pertanyaan.
Bahkan untuk menjawab pertanyaan yang cukup menggunakan logika (common sense) sekalipun masih menggunakan internet. Semuanya mengandalkan internet.
Lalu apa dampaknya apabila pikiran tidak terlatih untuk melaksanakan tugasnya, yakni untuk berpikir? Padahal, kemampuan berpikir adalah karunia Tuhan yang perlu terus diasah!
Pikiran cenderung menjadi malas alias tidak aktif, apalagi produktif. Toh ada internet yang memudahkan, mengapa harus berpikir? Begitu kira-kira yang jawabannya.
Secara mental, daya juang menjadi lemah. Mengapa? Karena tidak perlu perjuangan atau belajar keras untuk mendapatkan jawaban. Toh sudah ada jawabannya di internet!
Selanjutnya, tidak perlu juga belajar rajin untuk mendapatkan nilai yang baik. Mentalitas yang berkaitan dengan ketekunan dan kerja keras tidak tumbuh di dalam kondisi seperti ini.
Dampak berikutnya adalah keengganan membaca buku dan materi kuliah. Jawaban atas pertanyaan dosen dapat diakses di internet ketika diperlukan, baik ketika menjawab soal ujian atau ketika menjawab pertanyaan dosen saat perkuliahan sedang berlangsung.
Karena kebiasaan membaca tidak tumbuh dengan baik, maka keluasan pengetahuan dan wawasan mahasiswa menjadi terbatas. Ini akan terbawa-bawa terus hingga yang bersangkutan beranjak dewasa.
Dan, setelah berkeluarga pun, bukan tidak mungkin kebiasaan emoh membaca buku, diwariskan kepada anak-anaknya.
Menyedihkan sekali jika hal ini terjadi. Padahal, bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki dan menjaga kebiasaan membacanya.